Bahasa Melayu Kepulauan Seribu

bagian dari rumpun bahasa Austronesia
(Dialihkan dari Bahasa Orang Pulo)

Bahasa Orang Pulo (logat Orang Pulo; nama alternatifnya Melayu Campuran atau Melayu Kepulauan Seribu[1]) adalah kreol berbasis Melayu yang dituturkan oleh masyarakat Orang Pulo di Kepulauan Seribu. Bahasa ini terbentuk dari percampuran banyak bahasa di Indonesia, terutama bahasa Bugis dan Melayu.[4]

Bahasa Orang Pulo
logat Orang Pulo
Melayu Campuran, Melayu Kepulauan Seribu[1]
Dituturkan diIndonesia
Wilayah
EtnisOrang Pulo
Penutur
29.417[a]
Dialek
Utara (Sebira)
Tengah (Panggang, Pramuka, Kelapa-Harapan)
Selatan (Tidung, Untung Jawa)
Latin
Status resmi
Diakui sebagai
bahasa minoritas di
Diatur olehBadan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Kode bahasa
ISO 639-3
GlottologTidak ada
Informasi penggunaan templat
Status pemertahanan
Terancam

CRSingkatan dari Critically endangered (Terancam Kritis)
SESingkatan dari Severely endangered (Terancam berat)
DESingkatan dari Devinitely endangered (Terancam)
VUSingkatan dari Vulnerable (Rentan)
Aman

NESingkatan dari Not Endangered (Tidak terancam)
Orang Pulo belum diklasifikasikan dalam tingkatan manapun pada Atlas Bahasa-Bahasa di Dunia yang Terancam Kepunahan
Referensi: [2][3]
Lokasi penuturan
Peta
Peta
 Dialek Utara:  Sebira
 Dialek Tengah:  Panggang  Pramuka  Kelapa-Harapan
 Dialek Selatan:  Tidung  Untung Jawa
Perkiraan lokasi penuturan Bahasa Melayu Kepulauan Seribu
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat

Sejarah

sunting

Penduduk Kepulauan Seribu dipercayai telah terbentuk serta bermula dari Pulau Panggang. Setelah permukiman di Kepulauan Seribu tambah meluas, kemudian penyebaran penduduk serta budayanya dilangsungkan dari satu pulau menuju ke pulau yang lain, semisal Pulau Pari, Untung Jawa, Tidung, dan sejumlah pulau lainnya.[5]

Budaya beserta karakteristik dari penduduk Pulau Panggang pada masa itu sangat berbeda dengan masyarakat Betawi, meski daerahnya begitu berdekatan pada daratan Kota Jakarta. Serta tidak berkarakter mirip dengan masyarakat Banten meski sejumlah penduduk awal berasal dari Banten. Orang-orang dari Pulau Panggang lebih mempunyai kecenderungan dan karakteristik serta budaya tersendiri. Budayanya merupakan perpaduan antara budaya Banten, budaya Kalimantan (khususnya suku Tidung dan Banjar), budaya Mandar dari Sulawesi, budaya Sunda, serta sedikit budaya dan karakter masyarakat Betawi. Hasil campuran yang begitu kompleks ini menghasilkan satu kebudayaan juga karakteristik yang baru. Orang Pulo, penghuni awal Pulau Panggang yang selanjutnya membentuk budaya dan karakter dari penduduk Kepulauan Seribu.

Hasil percampuran budaya yang menciptakan karakteristik dan kebudayaan yang unik di Kepulauan Seribu juga dapat terlihat dalam gaya bahasa, gerak-gerik, serta pemikiran mereka. Gaya bahasa mereka lebih bervolume keras kedalam berbicara semisal orang Sulawesi, lincah serta gesit semisal tipikal Banten, serta karakter-karakter kesukuan Indonesia lainnya. Begitupun dengan penamaan kuliner khas Orang Pulo yang punya gaya bahasa tersendiri serta terdengar unik. Semisal penyebutan makanan serupa lontong maupun nasi uduk yang disebut selingkuh, sambal segar untuk ikan bakar yang disebut sambal beranyut.[6]

Kondisi kebahasaan

sunting

Menurut penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas HKBP Nommensen pada tahun 2023, bahasa Orang Pulo mulai terancam punah dan mengalami pergeseran yang diakibatkan oleh banyaknya pendatang yang menggunakan bahasa Indonesia resmi. Sehingga banyak masyarakat lokal di sana yang juga beralih menggunakan bahasa Indonesia resmi.[7] Hal ini juga didukung oleh faktor penggunaan bahasa asing, terutama bahasa Inggris yang dianggap penting oleh masyarakat karena Kepulauan Seribu merupakan daerah pariwisata.[8] Sebagian besar masyarakat lokal di Kepulauan Seribu adalah masyarakat multibahasa atau mampu berbicara dan memahami dua bahasa atau lebih.[7]

Pengucapan

sunting

Masyarakat di Kepulauan Seribu memiliki gaya tutur bicara yang sedikit unik. Aksennya terdengar berbeda dengan aksen yang biasa dituturkan masyarakat Jakarta di daratan kota. Meski secara umum terdapat banyak kemiripan, namun aksen seperti ini jelas berbeda dengan aksen Jakarta yang populer dipakai di tayangan televisi. Nada bicara orang Pulau Pramuka terdengar lebih 'naik-turun', kosakata yang dipakai juga terkadang tidak mudah untuk dipahami orang luar.[1]

Sebutan "Orang Pulo" biasa digunakan untuk orang yang berasal dari Pulau Panggang, Pulau Pramuka, dan Pulau Karya. Namun secara umum, sebutan tersebut juga bisa digunakan ke masyarakat Kepulauan Seribu secara umum, membedakan dengan sebutan "Orang Daratan" (masyarakat yang tinggal di daratan utama Jakarta). Pulau Panggang juga telah disebut-sebut sebagai pulau paling awal yang dihuni oleh manusia di Kepulauan Seribu. Sekarang, pulau ini padat dengan permukiman penduduk. Penghuni generasi pertama pulau ini diketahui berasal dari Banten dan Mandar.[1]

Dalam buku Orang Pulo di Pulau Karang karya Rosida Erowati Irsyad, orang Pulo (penduduk Kepulauan Seribu) menggunakan bahasa Indonesia dengan aksen Melayu. Orang Pulo disebut punya artikulasi suara kuat, serta struktur bahasa dan kosakatanya yang khas. Terdapat empat gaya bahasa yang digunakan oleh penuturnya, yakni gaya bahasa dari Pulau Kelapa (dekat Pulau Harapan) yang kental dengan pengucapan vokal panjang dan bergelombang, gaya bahasa dari Pulau Tidung yang dipengaruhi oleh bahasa Tidung serta pesisir Tangerang (khususnya bahasa Sunda Tangerang),[8] kemudian gaya bahasa dari Pulau Untung Jawa yang masih kental dengan aksen Betawi, dan gaya bahasa Orang Pulo (yakni orang Pulau Panggang, Pulau Pramuka, dan Pulau Karya) yang dipengaruhi bahasa Melayu dan Bugis.[1]

Kosakata

sunting

Berikut ini kosakata yang khas dalam bahasa orang Pulo dan tidak ditemukan dalam bahasa lain, menurut buku Orang Pulo di Pulau Karang antara lain:

  • atret 'mundur'
  • potret 'maju'
  • pangkeng 'kamar'
  • monro 'istirahat'
  • godot 'menyulam benang'

Terdapat pula kosakata yang mirip dengan yang dipakai pada bahasa lain, namun menjadi berbeda arti. Misalnya, pengentotan yang berarti 'utang tidak dibayar-bayar', atau mbok yang berarti 'kakak perempuan', juga trade berarti 'tidak ada'.

Kemudian ada juga ciri khas glottal stop. Gaya glottal stop umumnya dikenal sebagai ciri aksen bahasa Inggris Cockney, tetapi juga terdapat dalam bahasa Orang Pulo. Glottal stop adalah cara pelafalan bunyi [t] mati dengan pangkal tenggorokan. Bukan hanya bunyi [t] mati, tetapi bunyi [k] mati juga.

Berikut adalah beberapa contoh glottal stop dalam bahasa Orang Pulo.

  • 'laut' menjadi lau'
  • 'kunyit' menjadi kunyi'
  • 'belok' menjadi blengko'
  • 'barat' menjadi bara'

Ada pula perubahan kata 'mau' dalam bahasa Indonesia menjadi mao dalam bahasa Orang Pulo, 'timur' menjadi timor, dan 'pohon' menjadi pokok, 'tidur' menjadi tidor.[9]

Dialek

sunting

Bahasa masyarakat Kepulauan Seribu ini memiliki perbedaan yang jauh dari bahasa masyarakat Betawi di daratan Jakarta. Namun demikian, tidak semua perbedaan itu berlaku untuk beberapa pulau di Kepulauan Seribu. Misalnya, Pulau Pramuka memiliki dialek yang lebih unik dan berbeda dari dialek Orang Pulo pada umumnya.[10]

Perbedaan dialek masyarakat Kepulauan Seribu sangat terlihat dari kosakata dan dialeknya. Bahasa yang digunakan orang Pulo dalam percakapan sehari-hari sering disebut sebagai logat Orang Pulo. Keunikan bahasa Orang Pulo ini adalah glottal stop atau pelafalan huruf [k] dan [t] mati.[11]

Berikut ini adalah daftar dialek dalam bahasa Orang Pulo:[1]

Catatan

sunting
  1. ^ Jumlah penutur bahasa Orang Pulo disesuaikan dengan jumlah penduduk Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu pada tahun 2021.

Lihat juga

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f Maulana, Ridwan; Tawangsih, Multamia R.M. (2009). "Bahasa-bahasa di Kepulauan Seribu". lib.ui.ac.id. Depok, Indonesia: Universitas Indonesia. Gambaran Umum Daerah Kepulauan Seribu: 126. Diakses tanggal 5 Februari 2023. 
  2. ^ "UNESCO Interactive Atlas of the World's Languages in Danger" (dalam bahasa bahasa Inggris, Prancis, Spanyol, Rusia, and Tionghoa). UNESCO. 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 April 2022. Diakses tanggal 26 Juni 2011. 
  3. ^ "UNESCO Atlas of the World's Languages in Danger" (PDF) (dalam bahasa Inggris). UNESCO. 2010. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 31 Mei 2022. Diakses tanggal 31 Mei 2022. 
  4. ^ Achmad Syalaby (20 Januari 2016). "Menjaga Warisan Orang Pulo". www.republika.co.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 Februari 2023. Diakses tanggal 3 Maret 2022. 
  5. ^ "Keunikan dan Kebudayaan Kepulauan Seribu". pulauseribu-resorts.com. Diakses tanggal 3 Maret 2022. 
  6. ^ "Uraian Sedikit Sejarah Kepulauan Seribu". travelwisataindonesia.com. Diakses tanggal 3 Maret 2022. 
  7. ^ a b Sitorus, Pontas J.; Putri, Eka; Bakara, Sondang; Tambunan, Verawaty (2023). "Ancaman Kepunahan Dialek Pulo di Kawasan Wisata Kepulauan Seribu". j-innovative.org. Pematangsiantar, Indonesia: Universitas HKBP Nommensen. 3. ISSN 2807-4238. Diakses tanggal 5 Februari 2023. 
  8. ^ a b Pitrianti, Siti (2019). "Ragam Bahasa Percakapan Sehari-hari Masyarakat di Pulau Tidung Kepulauan Seribu". journal.stkipyasika.ac.id. Majalengka, Indonesia: STKIP Yasika. 2. Diakses tanggal 6 Februari 2023. 
  9. ^ "Dipengaruhi Banyak Suku Kepulauan Seribu Punya Logat Yang Unik". news.detik.com. Diakses tanggal 3 Maret 2022. 
  10. ^ "Mengenal Sejarah Dan Kebudayaan Pulau Seribu Pulau Penuh Pesona". pulauseributraveling.com. Diakses tanggal 3 Maret 2022. 
  11. ^ "Berada Di Dekat Jakarta Bagaimanakah Logat Penduduk Kepulauan Seribu?". www.klikanggaran.com. Diakses tanggal 3 Maret 2022.