Bahasa Pecok

bagian dari rumpun bahasa Kreol
(Dialihkan dari Bahasa Petjo)

Bahasa Pecok (juga dieja sebagai Petjo atau Petjoh) merupakan sejenis bahasa kreol yang digunakan oleh kalangan Eropa-Indonesia (terutama kelompok Indo). Bahasa ini banyak dituturkan pada masa abad ke-19 dan paruh pertama abad ke-20 di Hindia Belanda, dan kemudian berangsur-angsur melemah penggunaannya hingga akhir abad ke-20.

Bahasa Pecok
BPS: 0083 0
Kreol Peco', Petjo, Petjoh
Dituturkan diIndonesia, Belanda
Penutur
"beberapa" (2007)[1]
Kode bahasa
ISO 639-3pey
Glottologpetj1238[2]
IETFpey
ELPPetjo
BPS (2010)0083 0
Informasi penggunaan templat
Status pemertahanan
C10
Kategori 10
Kategori ini menunjukkan bahwa bahasa telah punah (Extinct)
C9
Kategori 9
Kategori ini menunjukkan bahwa bahasa sudah ditinggalkan dan hanya segelintir yang menuturkannya (Dormant)
C8b
Kategori 8b
Kategori ini menunjukkan bahwa bahasa hampir punah (Nearly extinct)
C8a
Kategori 8a
Kategori ini menunjukkan bahwa bahasa sangat sedikit dituturkan dan terancam berat untuk punah (Moribund)
C7
Kategori 7
Kategori ini menunjukkan bahwa bahasa mulai mengalami penurunan ataupun penutur mulai berpindah menggunakan bahasa lain (Shifting)
C6b
Kategori 6b
Kategori ini menunjukkan bahwa bahasa mulai terancam (Threatened)
C6a
Kategori 6a
Kategori ini menunjukkan bahwa bahasa masih cukup banyak dituturkan (Vigorous)
C5
Kategori 5
Kategori ini menunjukkan bahwa bahasa mengalami pertumbuhan populasi penutur (Developing)
C4
Kategori 4
Kategori ini menunjukkan bahwa bahasa digunakan dalam institusi pendidikan (Educational)
C3
Kategori 3
Kategori ini menunjukkan bahwa bahasa digunakan cukup luas (Wider Communication)
C2
Kategori 2
Kategori ini menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan di berbagai wilayah (Provincial)
C1
Kategori 1
Kategori ini menunjukkan bahwa bahasa nasional maupun bahasa resmi dari suatu negara (National)
C0
Kategori 0
Kategori ini menunjukkan bahwa bahasa merupakan bahasa pengantar internasional ataupun bahasa yang digunakan pada kancah antar bangsa (International)
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
EGIDS SIL EthnologueC8b Nearly Extinct
Bahasa Pecok dikategorikan sebagai C8b Nearly Extinct menurut SIL Ethnologue, artinya bahasa ini dikatakan sudah hampir punah
Referensi: [3]
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat

Di Indonesia, penuturnya kebanyakan tinggal di Jawa pada masa lampau, yang mana bahasa Pecok versi Indonesia telah banyak memperoleh pengaruh dari bahasa Jawa dan bahasa Betawi.

Bahasa Pecok masih dituturkan oleh sekelompok generasi lanjut kalangan Eropa-Indonesia di Belanda. Di Indonesia praktis sudah tidak dituturkan lagi, tetapi orang kadang-kadang masih dapat mendengarnya dalam drama-drama mengenang revolusi kemerdekaan sebagai bahasa yang diucapkan oleh para serdadu Belanda.

Etimologi

sunting

Istilah Pecok sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Jawa ‘pecuk’ sejenis burung air yang hitam dan kecil. Menurut kepercayaan orang Jawa, burung Pecuk dianggap sebagai burung yang membawa malapetaka karena bunyi burung tersebut mengandung firasat akan adanya orang yang meninggal.[4]

Kata ini digunakan oleh orang Eropa mengacu kepada pemakainya, yaitu orang-orang Eropa-Indo untuk merendahkan atau menghina mereka. ‘Je bent een petjoh’: je bent niks (bukan apa-apa), je stelt niet voor (tidak penting); ‘hé petjoh’: hé vlegel (anak nakal), nietsnut (orang luntang-lantung). Pada zaman kolonial istilah ini juga digunakan di kalangan rakyat Indonesia untuk menyebut orang Indo yang berasal dari kelas rendah – Landa Pecuk ‘Indo Jelata’ – dalam masyarakat. Pada akhirnya, bahasa yang dituturkan oleh orang Indo mendapatkan status petjoh.[5]

Fonologi

sunting

Sistem bunyi bahasa Pecok didasarkan pada sistem bunyi bahasa Melayu. Hal ini berarti bahwa baik kata dalam bahasa Melayu maupun dalam bahasa Belanda urutan bunyinya dalam suku kata dipanjangkan, konsonan dan vokal kemungkinan besar saling menyelingi (CVCV); beberapa konsonan yang saling mengikuti di belakang (gugus konsonan) kemungkinan besar dihindarkan. Berikut ini akan diberikan contoh ‘e’ yang dituturkan tidak bertekanan (insersi schwa) atau konsonan dihilangkan.[6]

Bahasa Indonesia Bahasa Pecok Bahasa Belanda
markas obiro hoofdbureau
menangkap asseret arresteren
sirop seterop stroop

Konsonan

sunting

Pergeseran konsonan

sunting

Aspek-aspek suprasegmental – tekanan kata dan intonasi – dalam bahasa Pecok pun sangat mirip dengan bahasa Melayu; bahasa Pecok memiliki zinsmelodie (irama kalimat) yang mencolok dibandingkan dengan bahasa Belanda. Selain itu, bahasa Pecok juga mempunyai pelafalan konsonan yang berbeda dengan bahasa Belanda. Di bawah ini merupakan pergeseran pelafalan konsonan bersuara menjadi tak bersuara dalam bahasa Pecok.[7]

Bahasa Belanda Bahasa Pecok Contoh kata
z s zeg [seg] (mengatakan); zwart [swart] (hitam)
v f vreemd [freem] (asing); over [ofer] (tentang)
v/f p verlop [perlop] (kadaluarsa)
h ch huis [chuis] (rumah); hem [chem] (dia)
g/ch h tegen [tehen] (melawan); vergeten [verheten] (melupakan)
j ie-j ja [ijo] (y)

Kombinasi konsonan

sunting

Untuk pelafalan vokal dalam bahasa Pecok, semua vokal dilafalkan menjadi nasal. Bunyi panjang dan tertutup dilafalkan terbuka atau lebar. Bunyi panjang sering dilafalkan terlalu pendek dan bunyi pendek dibuat panjang, atau penutur bahasa ini merubah bunyinya:[6]

Bahasa Belanda Bahasa Pecok Contoh kata
schr sr schrik [srik] (ketakutan)
nk ng denk [deng] (memikirkan)
e (schwa) - luisteren [leist’ren] (mendengarkan)
- e (schwa) straks [sêtêraks] (segera)
- d/t er in [d’rin] (di dalam); is er [ister] (di sana)
t - vent [fen] (pria); hond [chon] (anjing)

Untuk pelafalan vokal dalam bahasa Pecok, semua vokal dilafalkan menjadi nasal. Bunyi panjang dan tertutup dilafalkan terbuka atau lebar. Bunyi panjang sering dilafalkan terlalu pendek dan bunyi pendek dibuat panjang, atau penutur bahasa ini merubah bunyinya:[7]

Bahasa Belanda Bahasa Pecok Contoh kata
a aa man [maan] (pria)
oo o dood [dhó] (mati)
uu ie natuurlijk [natierlijk] (alami)
u i stuk [stik] (bagian)
e aa geweldig [haaweldih] (luar biasa)

Contoh kalimat

sunting
Bahasa Indonesia Bahasa Pecok Bahasa Belanda
Dari mana rokoknya, Ntiet? Fanwaar rokok-nja, Ntiet? Waar heb je die sigaretten vandaan, Ntiet?[8]
Kamu mau pergi ke mana, Koos? Jij haat naarwaar Koos? Waar ga je naar toe Koos?[9]
Pakaian yang dicuci oleh wanita itu Kleren njang di-wassen door die frouw De kleren die door die vrouw worden gewassen[8]
Lihat premnya? Je siet proempie-nja? Zie je die pruim (pruimtabak)?
Air, yang mengalir perlahan De water, njang stromen sachjes Het water, dat zachtjes stroomt

Fragmen dari Petjoh van Batavia

sunting

Dialog dari Tjalie Robinson, Ik en Bentiet.[8]

Aku berkata: "Als so, alleen djoeloeng-djoeloeng jij fang!"

Dia berkata: "Itoe diejè!"

Aku berkata: "Njang klein-klein fóór wat?"

Dia berkata: "Foor kwamaroem".

Aku berkata: "Foor wat?"

Dia berkata: Foor waramoeki".

Aku berkata: So-euven jij seh anders".

Dia berkata: "Ha-a. Muuleke woort dese. Laat maar dese woort, alsmaar ding-nja hoet".

Aku berkata: "Wat foor ding, dese ding. Lekker?"

Dia berkata: "Masa lekker. Als jij denken freten door maar-door jij".

Rujukan

sunting
  1. ^ Pecok di Ethnologue (ed. ke-18, 2015)
  2. ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Petjo". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History. 
  3. ^ "Bahasa Pecok". www.ethnologue.com (dalam bahasa Inggris). SIL Ethnologue. 
  4. ^ Groeneboer, Kees (1993). Weg tot het Westen. Het Nederlands voor Indie 1600-1950. Een taalpolitieke geschiedenis. Leiden: KITLV. hlm. 142–143. 
  5. ^ Loen, Fred S. (1994). Petjoh Indisch Woordenboek. Rotterdam: Insulinde. ISBN 9789080219816. 
  6. ^ a b Paasman, Bert (1994). Tjalie Robinson, de stem van Indisch Nederlands. Den Haag: Stichting Tong-Tong. hlm. 26. 
  7. ^ a b Cress, Richard (1998). Petjoh woorden en wetenswaardigheden uit het Indische verleden. Amsterdam: Prometheus. hlm. 26–27. ISBN 9789053336076. 
  8. ^ a b c Robinson, Tjalie (1975). Ik en Bentiet. Moesson. ISBN 9070301369. 
  9. ^ Robinson, Tjalie (1955). Piekerans van een straatslijper II. Bandung: Masa Baru.