Bahasa Sunda Binong

cabang dari dialek Sunda Pesisir Utara

Bahasa Sunda Binong adalah salah satu variasi geografis bahasa Sunda yang dituturkan di wilayah Kecamatan Binong, Kabupaten Subang, tepatnya di Desa Kediri.[1] Dalam tataran fonologi dan leksikon, variasi ini tidak terlalu menunjukkan adanya perbedaan yang jauh dengan bahasa Sunda baku yang berada di Kota Bandung. Bahasa Sunda Binong termasuk ke dalam dialek bahasa Sunda wilayah utara.[2][3]

Bahasa Sunda Binong
  • Basa Sunda Binong
  • ᮘᮞ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ ᮘᮤᮔᮧᮀ
Proses inovasi leksikon dalam dialek Binong.
Pengucapanbasa sʊnda binɔŋ
Dituturkan diIndonesia
WilayahKediri, Binong, Subang
Penutur
Lihat sumber templat}}
Beberapa pesan mungkin terpotong pada perangkat mobile, apabila hal tersebut terjadi, silakan kunjungi halaman ini
Klasifikasi bahasa ini dimunculkan secara otomatis dalam rangka penyeragaman padanan, beberapa parameter telah ditanggalkan dan digantikam oleh templat.
  • Austronesia Lihat butir Wikidata
    • Melayu-Polinesia Lihat butir Wikidata
      • Melayu-Sumbawa atau Kalimantan Utara Raya (diperdebatkan)
Kode bahasa
ISO 639-3
Glottologbino1239
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat

Berdasarkan jenis dialeknya, bahasa Sunda Binong yang dituturkan di Desa Kediri termasuk dialek h karena memiliki bunyi h dalam posisi initial, medial, dan final kata, misalnya, hayam ‘ayam’. mitoha ‘mertua’, dan taneuh ‘tanah’. Kepemilikan fonem h dalam segala posisi ini menunjukkan adanya kesamaan dengan bahasa Sunda baku sebagai sumber data sinkronis di lokasi yang berbeda. Dialek lainnya yang memiliki kekerabatan dekat, seperti bahasa Sunda Parean yang dituturkan di Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu termasuk bahasa Sunda dialek non-h karena dalam perbendaharaan fonemnya tidak ada h. Selain hal yang demikian, hal yang sama antara bahasa Sunda baku dengan bahasa Sunda Binong tampak dalam fonotaktik i-u yang membangun kata, seperti lisung ‘lesung’, lintuh ‘gemuk’, mintul ‘tumpul’, dan kiruh ‘kiruh’, tilu ‘tiga’. Hal ini berbeda dengan bahasa Sunda Parean yang memiliki fonotaktik o-u.[4]

Karakteristik

sunting

Bahasa Sunda Binong sebagai bentuk variasi geografis dari bahasa Sunda menunjukkan adanya karakteristik berupa kosakata setempat yang khas diakibatkan oleh adanya inovasi, baik itu inovasi internal maupun inovasi eksternal.[5]

Inovasi internal

sunting

Inovasi internal dapat diartikan sebagai sebuah perubahan linguistik yang berasal dari dalam bahasa itu sendiri.[6] Inovasi internal bisa dibedakan menjadi dua jenis, yaitu inovasi bentuk dan inovasi makna.[6]

Inovasi bentuk

sunting

Inovasi bentuk ialah perubahan bentuk, baik itu secara keseluruhan maupun sebagian pada sebuah leksikon. Dari hasil membandingkan antara inovasi leksikal yang terjadi bahasa Sunda Binong dengan bahasa Sunda baku, terdapat 13 kata yang tergolong ke dalam inovasi leksikal secara menyeluruh, dan 10 kata yang tergolong ke dalam inovasi leksikal sebagian. Kosakata yang termasuk inovasi leksikal secara menyeluruh ialah anak embé 'anak kambing', bandara 'petai cina', caling 'taring', empet 'jagung muda', kandang kuda 'kandang kuda', kéngkéoangan 'mata kaki', mamangkatan jauh 'bepergian jauh', markis 'atap tambahan', nangka sélong 'srikaya', nuai paré 'menuai padi', ragasi 'sungai', tatarok bedug 'pemukul beduk'.[6]

Untuk kosakata yang tergolong ke dalam inovasi leksikal sebagian atau parsial yang juga berupa inovasi fonetis di antaranya adalah cai curuk 'air terjun', cai patih 'santan', julid 'iri', luku 'bajak', mangga 'mangga', mararat 'melarat', ramu 'jari', salada 'seladah', susruk 'sendok goreng', tikejebur 'jatuh ke dalam air'. Jika dijabarkan, wujud dari inovasi-inovasi tersebut, meliputi penggantian bunyi akhir g menjadi k pada kata curuk (asalnya curug). Kemudian yang kedua, penambahan fonem h pada akhir suku kata kedua pada kata patih (asalnya pati). Ketiga, penggantian bunyi akhir g menjadi d pada kata julid (asalnya julig). Keempat, penghilangan suku kata pertama wu pada kata luku (asalnya wuluku). Kelima, penghilangan bunyi akhir h pada kata mangga dan saladah (asalnya manggah dan saladah). Keenam, penggantian bunyi awal suku kedua l dan g pada kata mararat dan tikejebur (asalnya malarat dan tigejebur). Ketujuh, penggantian bunyi akhir o menjadi u pada kata ramu (asalnya ramo). Dan yang terakhir, penambahan bunyi r setelah bunyi pertama suku kedua pada kata susruk (asalnya susuk).[7] (Lihat bagian #Kosakata untuk tabel yang lebih jelas).

Inovasi makna

sunting

Inovasi makna berarti inovasi yang dihasilkan dari pergeseran makna. Hal ini didapat dari perbandingan antara makna suatu kosakata dalam bahasa Sunda baku dengan bahasa Sunda Binong. Contoh kosakata dalam bahasa Sunda Binong yang maknanya telah berubah dari makna pada bahasa Sunda baku di antaranya, yaitu alo 'anak kakak', bajigur 'bandrek', bibi 'kakak perempuan ayah/ibu', centéng 'penjaga balai desa', kumpulan 'rapat desa', lahan 'halaman', layung 'pelangi', mamang 'kakak laki-laki ayah/ibu', para 'langit-langit', salésma 'asma', tiis 'dingin (udara)', titit 'itik', tukang kuli 'pemburu', dan ugel-ugel 'pergelangan tangan'.[8] Secara lebih lengkap, inovasi-inovasi makna tersebut dijabarkan pada tabel di bawah ini.[8]

Kosakata bahasa Sunda Binong Makna dalam bahasa Sunda baku Makna dalam bahasa Sunda Binong Jenis inovasi makna
alo anak kakak anak adik dan anak kakak perluasan makna
bajigur bajigur bandrek pergeseran makna
bibi adik perempuan ayah atau ibu kakak dan adik perempuan ayah atau ibu perluasan makna
centéng tukang pukul penjaga balai desa pergeseran makna
kumpulan kumpulan rapat desa pergeseran makna
lahan tanah kosong halaman pergeseran makna
layung lembayung pelangi pergeseran makna
mamang adik laki-laki ayah atau ibu kakak dan adik laki-laki ayah atau ibu perluasan makna
para bagian di atas langit-langit langit-langit pergeseran makna
salésma pilek asma pergeseran makna
tiis dingin (dalam wujud cair) dingin (dalam wujud gas) pergeseran makna
titit anak itik itik pergeseran makna
ugel-ugel sendi pergelangan tangan pergeseran makna

Jenis-jenis inovasi makna yang telah dijabarkan di atas menunjukkan pergeseran dan perluasan makna. Kata yang menunjukkan pergeseran makna adalah bajigur, bibi, centéng, kumpulan, lahan, layung, para, salésma, tiis, titit, dan ugel-ugel. Sementara itu, kata yang menunjukkan inovasi berupa perluasan makna yaitu alo (diperluas dari yang tadinya bermakna anak kakak menjadi anak adik dan anak kakak), bibi (diperluas dari yang tadinya hanya bermakna sebagai adik perempuan ayah atau ibu menjadi kakak dan adik perempuan ayah atau ibu), dan mamang (diperluas dari awalnya hanya bermakna adik laki-laki ayah atau ibu menjadi kakak dan adik laki-laki ayah atau ibu).[9]

Inovasi eksternal

sunting

Selain inovasi internal, bahasa Sunda Binong juga memiliki inovasi eksternal, artinya inovasi yang dihasilkan berasal dari penyerapan kosakata dari bahasa atau dialek lain yang berbeda. Bahasa atau dialek yang dimaksud ialah bahasa lokal lain yang setempat dan bahasa Indonesia.[10]

Kosakata serapan dari bahasa lokal lain

sunting

Bahasa Sunda Binong menyerap beberapa kosakata dari bahasa daerah lain yang wilayah penuturnya berdekatan. Kosakata-kosakata tersebut di antaranya adalah banjir 'banjir', baya 'buaya', belatung 'anak kucing', combéran 'kubangan', emak 'ibu', jempol 'ibu jari', jengkok 'tempat duduk kecil dan pendek', kebo 'kerbau', rawa 'danau', dan waluntas 'beluntas'. Dalam bahasa Sunda baku, kosakata tersebut ialah caah, buhaya atau buaya, bilatung, kubang, indung, indung leungeun, munding, situ, dan baruntas atau baluntas.[11]

Kosakata serapan dari bahasa Indonesia

sunting

Bahasa Sunda Binong yang mengalami kontak fungsional dengan bahasa Indonesia juga membuat beberapa kosakata dari bahasa Indonesia diserap ke dalam bahasa Sunda Binong, kosakata tersebut di antaranya, yaitu bolak-balik 'bolak-balik', hernia 'hernia', jari manis 'jari manis', kupu-kupu 'kupu-kupu', nalayan 'nelayan' (dalam penyerapannya, bunyi e disesuaikan menjadi a), polisi 'polisi', dan tai lalat 'tai lalat'. Dalam bahasa Sunda baku, kosakata tersebut adalah bulak-balik, nongtot bool, jariji, kukupu, pamayang, pulisi, dan karang.[12]

Pemertahanan bentuk arkais

sunting

Bahasa Sunda Binong selain memiliki inovasi internal dan eksternal, juga menujukkan adanya kekonservatifan dalam hal pemertahanan kosakata kuno. Kosakata tersebut di antaranya, yaitu aing 'aku', cai mata 'air mata', dan matapoé 'matahari'.[12]

Kosakata

sunting

Bahasa Sunda Binong memiliki beberapa perbedaan kosakata dengan bahasa Sunda baku (Priangan), kosakata bahasa Sunda Binong memuat sekitar 78% kosakata bahasa Sunda baku, sisanya merupakan kosakata khas.[13]

Di bawah ini diperlihatkan contoh kosakata khas dari ragam percakapan bahasa Sunda Binong.[14]

Sunda Binong Sunda Baku Glosa Jenis inovasi Sunda Binong Sunda Baku Glosa Jenis inovasi
markis sorondoy atap tambahan leksikal penuh ragasi walungan sungai leksikal penuh
totorok bedug panakol dulag pemukul beduk leksikal penuh kéngkéoangan mumuncangan mata kaki leksikal penuh
kandang kuda istal kandang kuda leksikal penuh susruk susuk sendok goreng fonetis
empét semi jagung muda leksikal penuh luku wuluku bajak fonetis
bandara peuteuy sélong petai cina leksikal penuh cai curuk curug air terjun fonetis
nangka sélong sarikaya srikaya leksikal penuh salada saladah selada fonetis
anak embé cémé anak kambing leksikal penuh mangga buah mangga fonetis
caling sihung taring leksikal penuh ramu ramo jari fonetis
ririakan kotokeun rabun leksikal penuh mararat malarat melarat fonetis
mamangkatan jauh nyaba bepergian jauh leksikal penuh julid julig iri fonetis
nuai paré panén menuai padi leksikal penuh tikejebur tigejebur terjatuh ke dalam air fonetis

Lihat pula

sunting

Rujukan

sunting

Catatan kaki

sunting

Daftar pustaka

sunting

Pranala luar

sunting