Kakatua jambul jingga
Kakatua Jambul-jingga | |
---|---|
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | |
Filum: | |
Kelas: | |
Ordo: | |
Famili: | |
Genus: | |
Spesies: | |
Subspesies: | C. s. citrinocristata
|
Nama trinomial | |
Cacatua sulphurea citrinocristata (Fraser, 1844)
|
Kakatua jambul-jingga (kakatua cempaka) atau dalam nama ilmiahnya Cacatua sulphurea citrinocristata adalah burung berukuran sedang dari salah satu genus burung paruh bengkok, Kakatua (Cacatua). Kakatua jambul-jingga merupakan subspesies terkecil dari empat subspesies burung Kakatua-kecil Jambul-kuning. Burung ini hampir semua bulunya berwarna putih. Di kepalanya terdapat jambul berwarna jingga yang dapat ditegakkan dengan paruh abu-abu gelap, kuping bercak jingga, mata coklat-tua kehitaman dan kaki berwarna abu-abu. Bulu-bulu terbang dan ekor bagian bawah berwarna kuning. Burung betina serupa dengan burung jantan.
Habitat
suntingBurung endemik Indonesia ini hanya ditemukan di hutan-hutan primer dan sekunder Pulau seram yang terletak di Kepulauan maluku. Pakan burung kakatua jambul-jingga ini sama seperti jenis burung kakatua lainnya, terdiri dari biji-bijian, kacang, tanaman dan aneka buah-buahan. Burung ini bersarang di dalam lubang pohon.[1]
Status kelangkaan
suntingBerdasarkan dari hilangnya habitat hutan dan penangkapan liar yang terus berlanjut untuk perdagangan, populasi yang terus menyusut serta persebaran burung ini sangat terbatas, kakatua jambul-jingga dievaluasikan sebagai kritis di dalam IUCN Red List dan didaftarkan dalam CITES Appendix I sejak 12 Januari 2005.[2]
Di Indonesia, kakatua jambul jingga dilindungi dalam Peraturan Pemerintah No.7/1999.[3]
Dalam budaya
suntingKakatua jambul jingga merupakan salah satu dari antara motif dalam kain tenun Sumba. Ia digambar sebagai motif turun-temurun dari pendahulu masyarakat tempatan. Bagi masyarakat Sumba, kakaktua ini adalah simbol dari kebersamaan dan musyawarah.[4] Jauh sebelum adanya aturan perlindungan burung ini, kakatua jambul jingga adalah burung yang terlarang untuk diburu menurut adat tempatan. Ada sebuah peribahasa di Sumba tentang satwa ini: ambu kuru dunja mata da kaka, lakandoaka, ambu hambu lunja nggoru da buti lunggu ana (jangan menggendong burung kakatua dalam sarangnya dan jangan iri pada serkor monyet yang sedang menggendong anaknya). Karena penghormatan inilah, itu berpengaruh pada habitat mereka.[4]
Referensi
sunting- ^ Cahill, A. J., Walker, J. S. & Marsden, S. J. "Recovery within a population of the Critically Endangered citron-crested cockatoo Cacatua sulphurea citrinocristata in Indonesia after 10 years of international trade control" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2015-04-02. Diakses tanggal 2015-03-02.
- ^ CONVENTION ON INTERNATIONAL TRADE IN ENDANGERED SPECIES OF WILD FAUNA AND FLORA Diarsipkan 2012-03-16 di Wayback Machine., Thirteenth Meeting of the Conferences of the Parties Bangkok, Thailand, 3 to 14 October 2004.
- ^ "Kakatua Sumba (Cacatua sulphurea cirinocristata) Sebagai Satwa Endemik Pulau Sunda" (PDF). Warta Cendana. Kupang: Balai Penelitian Kehutanan Kupang. 6 (1): 1 – 4. 2012. ISSN 1979-8636.
- ^ a b Aulia, Yuki; C., Siwi Yunita; Prasetyo, Aris (7 Oktober 2019). "Pelestarian Satwa dari Selembar Tenun Sumba". Kompas. Hlm. 1 & 11.