Cekakak hutan melayu
Cekakak hutan melayu (nama ilmiah: Actenoides concretus) adalah spesies burung cekakak yang terdapat di dataran rendah Kawasan Sunda seperti Tenasserim selatan, Myanmar, Thailand, Sabah, Sarawak dan Semenanjung Malaysia, Singapura, Kalimantan, Sumatra dan Jawa di Indonesia, serta Brunei Darussalam. Burung ini dikategorikan sebagai spesies yang mendekati terancam karena populasinya terbatas pada hutan dengan kanopi tertutup di wilayah yang deforestasi terjadi dengan sangat cepat. Hal ini menunjukkan bahwa spesies ini mengalami penurunan populasi yang cukup cepat. Spesies ini tidak bisa dikategorikan terancam karena menunjukkan beberapa toleransi terhadap degradasi habitat dan menjelajah ke wilayah pegunungan yang hutannya biasanya lebih aman.[1]
Cekakak hutan melayu
| |
---|---|
Actenoides concretus | |
Status konservasi | |
Hampir terancam | |
IUCN | 22683532 |
Taksonomi | |
Kelas | Aves |
Ordo | Coraciiformes |
Famili | Alcedinidae |
Genus | Actenoides |
Spesies | Actenoides concretus Temminck, 1825 |
Burung jantan dewasa memiliki ciri-ciri paruh yang berwarna kekuningan, leher dan dada berwarna kemerahan, kumis berwarna biru, serta punggung, sayap, ekor dan perutnya berwarna pucat. Sementara itu, betina dewasanya dapat dibedakan dari jantan karena memiliki bagian bawah yang polos.[2]
Cekakak hutan melayu memiliki tiga subspesies yang memiliki ukuran, warna tubuh, dan ukuran bintik tubuh yang berbeda. A. c. concretus dapat ditemukan di Sumatra, Belitung, Bangka, Singapura, Semenanjung Malaysia, dan Thailand. Ciri-ciri hewan jantan subspesies ini yaitu kepala bagian atas berwarna hijau tua, bulu berwarna hitam keabuan, mahkota di belakang yang lebih hijau dan lebih terang di bagian sampingnya, terdapat garis hitam lebar dari lubang hidung hingga mata melengkung ke bawah hingga melintasi tengkuk, serta pipi dagu dan tenggorokannya berwarna kekuningan-oranye pucat. A. c. peristhepes yang dapat ditemukan di Thailand dan Myanmar memiliki bagian berwarna pisangga dan bungalan yang lebih pucat dari sebagian besar spesies, sedangkan betinanya memiliki titik bungalan yang lebih besar pada sayapnya. A. c. peristhepes betina memiliki ukuran sayap 110–124 cm dan ekor 55–65 cm. A. c. borneanus memiliki bagian bawah yang lebih gelap dari bagian lainnya. Bagian ekornya memiliki panjang seperti A. c. concertus dan sayapnya seperti A. c. peristephes.[2]
Makanan burung ini adalah invertebrata besar dan vertebrata kecil seperti jangkrik, kumbang, belalang sembah, laba-laba, kalajengking, siput, ikan kecil, ular buta, ular tanah, dan kadal.[2] Burung ini memiliki kebiasaan berburu sendirian atau berpasangan, bertengger di bagian bawah hutan, diam sambil mengibaskan ekornya perlahan ke depan dan belakang dengan waspada saar mencari mangsanya di dedaunan atau di tanah. Burung ini juga bertengger di batang kayu yang mengapung di sungai, tumbuhan yang menjorok ke sungai untuk menangkap ikan. Beberapa bukti menunjukkan bahwa mereka bisa menghilangkan sengatan kalajengking.[2]
Burung ini bersarang di liang yang berada di tepi sungai yang rendah. Beberapa juga terdapat di batang pohon yang busuk. Sarang di tanah biasanya berada di dekat sungai, berbentuk lubang horizontal yang berdiameter 10 cm dan panjangnya 60 cm serta di ujungnya terdapat ruang untuk telur yang berdiameter 20 cm. Burung ini mengeram selama 22 hari dalam satu periode. Periodenya biasanya terjadi pada April hingga Mei atau Juni di Malaysia; Maret di Malaysia, dan Desember hingga Maret di Kalimantan.[2]
Referensi
sunting- ^ "Actenoides concretus". BirdLife International. 2022. doi:10.2305/IUCN.UK.2022-2.RLTS.T22683532A216038324.en.
- ^ a b c d e Fry, Charles Hilary; Fry, Kathie; Harris, Alan (1992). Kingfishers, Bee-eaters & Rollers: A handbook. London: Helm. ISBN 978-0-7136-8028-7.