Dhumavati (धूमावती) adalah dewi ketujuh dari sepuluh dewi yang ada dalam kelompok dewi-dewi Tantra, Mahavidyas.[1][2]

Dhumavati
Dewi yang menghilangkan perselisihan, kesepian, keinginan yang tidak terpenuhi dan hal-hal yang tidak menguntungkan
Anggota Sepuluh Mahawidya
A dark woman with a halo, wearing dark clothes and gold ornaments sits on a crow and holding a winnowing basket.
Dhumavati dalam lukisan Rajput awal abad 20 yang berbeda dengan gambaran tradisionalnya
Dewanagariधूमावती
IASTDhūmavatī
AfiliasiParvati/Sati, Mahavidyas, Adishakti, Shivasakthi dan Mahakali
KediamanTanah Kremasi
MantraOm Dhum Dhum Dhumavati Tha Tha Svaha
WahanaGagak
Siwa

Dhumavati adalah satu-satunya dewi dalam Mahavidyas yang digambarkan tanpa perhiasan dan pakaian yang indah sebagai penanda wanita yang sudah menikah. Dia dideskripsikan sebagai janda tua yang jelek dengan simbol yang menyatakan segala hal yang tidak baik seperti burung gagak dan kemunculannya saat Dewa Visnu sedang beristirahat. Gambarannya di atas kereta tanpa kuda menunjukkan kehidupannya yang tidak beranjak kemanapun tanpa kehadiran seorang suami.[2][3]

Dhumavati dihubungkan dengan semua hal yang tidak menyenangkan dalam kehidupan karena adanya burung gagak yang diasosiasikan dengan hal-hal yang buruk seperti kekecewaan, ketidakberuntungan, frustasi, kehilangan, kemiskinan, penyakit dan kekalahan.[2][4][5]

Pemujaan terhadap Dhumavati hanya dilakukan oleh mereka yang memilih tidak menikah atau yang sudah menjanda. Dan ini dilakukan secara khusus dalam satu festival yang disebut Festival Dhumavati Jayanti yang dalam kalender masehi berlangsung sekitar bulan Mei-Juni dengan tanggal yang bervariasi setiap tahunnya sesuai dengan posisi bulan.[6]

Asal-usul sunting

Definisi sunting

Dhumavati memiliki definisi yang berbeda dari segi bahasa dan sudut pandang agama Hindu. Dalam agama Hindu sendiri, Dhumavati dimaknai dalam tiga penamaan, Purana dan Itihasa, Shaktisme (filosofi Shakta) dan definisi umum.

Dhumavati dalam kosakata Purana dan Itihasa berarti tempat yang suci. Doa orang yang berpuasa selama tiga hari di tempat suci ini akan terwujud. Dhumavati merujuk pada Tirtha (tempat ziarah) yang disebutkan dalam kitab Mahabharata. Mahabharata yang menyebut Dhumavati ada di dalam puisi kepahlawanan dalam bahasa Sanskerta yang terdiri dari 100.000 slokas (sajak berirama) yang berusia lebih dari 2000 tahun.[7]

Dalam filosofi Shakta diartikan sebagai "the smoky one" atau dia yang berasal dari asap. Dhumavati adalah dewi Mahavidyas yang ketujuh dari sepuluh orang dewi. Dhumavati mewakili kekuatan yang dimiliki oleh kemiskinan. Dhumavati adalah kekuatan yang menghancurkan segala sesuatunya. Dia adalah pemimpin dewa yang menguasai musim hujan. Kekuatannya melambangkan kemiskinan dan kemalangan, yang bisa dilihat dalam diri seorang pengemis, penderita kusta dan orang-orang yang sakit. Kekuatannya terletak di tempat-tempat yang ditinggalkan dalam keputusasaan seperti rumah yang sudah hancur, gurun pasir dan medan perang. Sepuluh dewi Mahavidyas adalah pancaran Mahakali, dewi waktu dan kematian. Dhumavati digambarkan sebagai dewi yang sedang tertawa tanpa rasa takut sedikit pun di wajahnya dengan empat tangannya saling terjalin dengan ular berbisa di rambutnya. Dhumavati memiliki tiga mata yang berwarna merah, lidah yang melambai dan gigi yang berbulu. Kaki kirinya berdiri di atas mayat.[2][7][8][9][10]

Definisi umum Dhumavati dalam agama Hindu adalah satu satu dewi dalam Mahavidyas yang terdiri dari sepuluh dewi-dewi Tantra, sembilan yang lainnya lagi adalah Kali, Tara, Shodashi, Bhuvaneshwari, Bhairavi, Chinnamasta, Matangi, Kamala and Bagla Mukhi. Mahavidyas adalah perwujudan atau penjelmaan dari Ibu Semesta, Dewi Parvati. Dhumavati mewakili aspek yang menakutkan dari Ibu semesta dalam agama Hindu.[2][7][11]

Legenda sunting

Dhumavati jarang sekali dibahas di luar Mahavidyas. Satu-satunya referensi tertulis tentang Dhumavati yang terpisah dari Mahavidyas adalah dalam Saradatilakatantra yang ditulis pada abad kesebelas, walaupun sumber pertama yang menyebutkannya secara detail adalah dalam penjelasan Saradatilakatantra selama abad kelima belas oleh Raghavabhatta yang berjudul Padarthadarsa.[3] Legenda awalnya menyatakan bahwa kesepuluh dewi ini adalah satu kesatuan karena berasal dari satu dewi, yaitu Sati.[2]

Jika dimasukkan dalam pemujaan independen, hanya sedikit sekali bukti yang bisa diperoleh tentang ini. Dhumavati memiliki kemiripan dengan beberapa dewi yang dikenal dalam tradisi Hindu dari masa sebelumnya. Salah satu dewi yang dikisahkan mirip dengan Dhumavati adalah Alaksmi. Dalam salah satu doa awal yang dibuat untuk memuja Sri Laksmi (Mahavidyas Kamala), Sri Laksmi diminta untuk membuang saudaranya, Alaksmi. Alaksmi disebut muncul dalam berbagai bentuk kesialan seperti keadaan kekurangan, kemiskinan, kelaparan dan rasa dendam. Sri Laksmi adalah kebalikan dari Alaksmi, mereka tidak tinggal dalam satu tempat dan waktu yang sama; secara alami, mereka tidak cocok dan dan salah satunya tidak bisa hidup jika yang lainnya ada. Alaksmi digambarkan sebagai "Perempuan tua jelek yang mengendarai seekor keledai. Dia memiliki sapu di tangannya (pembersih). Seekor gagak menghiasi panjinya."[2][4][5][9][10]

Meskipun terdapat kesamaan antara Dhumavati dan gambaran pendahulunya, ada beberapa perbedaan penting. Yang pertama adalah bahwa Dhumavati seorang janda. Dia juga digambarkan sebagai sosok yang garang, menakutkan dan sangat menyukai darah. Dia meremukkan tulang di dalam mulutnya dengan suara yang mengerikan. Dia juga konon menirukan suara genderang dan lonceng dengan cara yang menakutkan karena hal tersebut menandakan peperangan. Dhumavati juga mengenakan karangan bunga dari tengkorak, mengunyah mayat iblis Canda dan Munda serta minum dari campuran anggur dan darah. Matanya kemerahan dengan tatapan melotot, tegas dan tanpa kelembutan sama sekali. Dia memegang tanduk kerbau di tangannya yang merupakan lambang kematian. Dhumavati tinggal bersama para janda, di rumah-rumah rusak dan di tempat liar, tidak beradab dan berbahaya seperti di gurun. Terlepas dari semua sisi gelap Dhumavati, dia juga memiliki sisi positif yang penting yang oleh beberapa orang ditafsirkan sebagai simbol dan kekuasaan yang efektif untuk mencapai kebebasan dan pengetahuan spiritual. Ini yang membedakannya dari Alaksmi yang tidak memiliki sisi positif satu pun. Dhumavati menjadi bagian dari tradisi dewi-dewi tanpa peruntungan yang melambangkan sisi kehidupan dan kenyataan yang lebih sulit dan menyakitkan.[5]

 
Dhumavati dengan keranjang penampi di atas kereta tanpa kuda

Selain dikaitkan dengan Alaksmi, Dhumavati juga dihubungkan dengan Nirriti. Dewi Nirriti bisa ditemukan di dalam Rigveda. Para peramal sebelumnya membayangkan prinsip tatanan kosmik dan hukum moral universal yang disebut calledrita. Dimensi moral rita kemudian dikenal dengan nama dharma. Nirriti adalah kebalikan dari rita, dimana rita menunjukkan keteraturan, pertumbuhan, keberlimpahan, kemakmuran, keharmonisan, kesejahteraan dan kebaikan hidup, sementara Nirriti adalah kebalikannya. Nirriti menunjukkan ketidakteraturan, kehilangan, kemiskinan, ketidakberuntungan, pertikaian, penyakit dan semua jenis penyakit di dunia yang berakhir dengan kematian.[1][2][4][10]

Yang terakhir, Dhumavati juga dikaitkan dengan Dewi Jyeshtha, yang berarti "yang tertua". Jyeshtha menggambarkan penurunan kondisi seseorang akibat usia tua. Sebagai wanita yang berumur, dia secara naluriah tertarik pada rumah tangga yang berselisih, di mana anggota keluarga saling bertengkar, atau saat orang dewasa makan untuk diri mereka sendiri tanpa mempedulikan anak-anak yang kelaparan.[2][4][10]

Salah satu mitos atau legenda mengatakan bahwa Dhumavati lahir saat Dewi Sati (beberapa sebutannya yang lain adalah Dewi Uma, Gauri, Parvati, Durga) membakar dirinya sampai mati di api pengorbanan leluhurnya atau dibakar di api tersebut setelah bunuh diri. Dhumavati tercipta dari asap yang keluar dari tubuh Sati yang terbakar. Dhumavati keluar dari api tersebut dengan wajah menghitam. Terlahir dari keadaan yang demikian menggambarkan perasaan dari seorang Sati yang terhina saat kematiannya. Dan asap yang timbul saat pemakamannya menunjukkan kesedihan pikirannya. Dhumavati adalah Sati yang tercipta dari asap.[5]

Ada juga legenda yang menceritakan bahwa konon Sati menderita kelaparan yang luar biasa. Ia begitu lapar hingga meminta Dewa Shiva memberinya sesuatu untuk dimakan yang ditolak oleh Dewa Shiva. Sati mengulang permintaannya berkali-kali namun tetap tidak digubris. Karena terlalu lapar, Sati kemudian menelan Dewa Shiva. Setelah menelannya, Dewa Shiva sangat marah dan meminta untuk dilepaskan yang dituruti oleh Dhumavati tapi dengan keragu-raguan. Shiva tidak punya pilihan selain mengutuk Sati. Shiva mengatakan bahwa Sati akan menjadi seorang janda dan merasakan serta menjalani semua hal yang harus dilewati oleh seorang wanita yang tidak bersuami. Saat mendengar ini, dari seluruh tubuh Sati keluar asap. Seluruh kecantikannya tertutup oleh asap dan dia menjelma menjadi seorang wanita yang yang jelek dan benar-benar menjadi janda. Dia kemudian dipanggil Dhuma (asap) atau Dhumavati.[1][2][3][4]

Kisah yang lain mengatakan bahwa Dhumavati terlahir di tempat di mana Sati, istri Shiva mengorbankan dirinya ke dalam api suci ayahnya, Daksa. Saat itu ayahnya memutuskan untuk melakukan pengorbanan namun menolak mengundang Sati dan Shiva. Sati mengatakan akan tetap datang walaupun Shiva melarangnya. Hal ini membuat Sati marah dan kemudian berubah bentuk menjadi kesepuluh dewi Mahavidyas. Dari api tersebut, keluarlah asap tebal dan diyakini sebagai awal dari Dhumavati.[2][3][7][9]

Deskripsi sunting

Ada beberapa penggambaran tentang Dhumavati ini. Dalam lukisan Molaram yang dibuat pada abad kedelapan belas, Dhumavati digambarkan dengan hiasan yang rumit dan sari yang berwarna. Lebih lanjut, berbeda dengan deskripsinya yang biasa, yakni perempuan tua dengan wajah layu dan payudara yang melorot, dalam lukisan Molaram, Dhumavati digambarkan sebagai wanita dengan wajah bulat dan tegak serta wajah yang terlihat lebih muda dan berisi.[2]

 
Dhumavati dalam lukisan Molaram sekitar akhir abad ke-18 dengan banyak perhiasan di tubuhnya

Dalam lukisan dari Nepal, Dhumavati digambarkan telanjang dengan rambut panjang yang dikepang serta berwarna cerah. Mengenakan mutiara dan hiasan rambut serta berdiri di atas burung merak jantan yang sangat berbeda dengan deskripsi Dhumavati selama ini.[2]

 
Penggambaran Dhumavati dalam manuskrip Nepal yang berbeda dengan deskripsi awalnya

Lukisan ketiga yang berbeda dengan deskripsi awalnya adalah lukisan yang dibuat di awal abad 20 oleh Batuk Ramprasad. Sekali lagi Dhumavati digambarkan dengan pakaian dan hiasan-hiasan yang rumit. Ketiga lukisan yang berbeda dari deskripsi awal Dumavati ini, dianggap menggambarkan gagasan bahwa para janda muda dalam budaya Hindu dianggap berbahaya karena masih sangat menarik secara fisik bagi kaum lelaki dan masih bisa melahirkan keturunan. Ini dianggap sebagai godaan bagi para pria Hindu.[2]

Dhumavati digambarkan sebagai janda tua yang jelek. Dia kurus dan tidak sehat. Tidak seperti Mahavidyas yang lainnya, dia tidak memiliki perhiasan yang indah. Dhumavati mengenakan pakaian yang tua dan kotor dengan rambut yang acak-acakan. Dia digambarkan memiliki dua tangan. Di salah satu tangannya yang gemetar, dia memegang keranjang penampi dan membuat gestur tangan sedang memberkati atau sedang memberikan ilmu pengetahuan dengan tangan yang lain. Gambaran gestur tangannya ini dikenal dengan nama Varada mudra dan Chin mudra. Dhumavati mengendarai kereta tanpa kuda dengan lambang burung gagak.[1][4][5]

Dalam Phetkarini Tantra, Dhumavati digambarkan berwajah pucat, pemarah dan suka menipu. Dia seorang dewi yang menimbulkan rasa ngeri dan konflik, memakai pakaian yang kotor dan mengendarai kereta dengan umbul-umbul bergambar burung gagak.[2]

Penggambaran yang lain menyatakan Dhumavati adalah seorang wanita tua yang bersedih, marah dan tidak stabil. Giginya jelek dan payudaranya kendur dan melorot. Telinganya jelek dan kasar, giginya panjang. Tidak ada energi surgawi yang melingkupinya. Dia memiliki keranjang di satu tangan dan mengenakan pakaian yang jelek. Ada banyak deskripsi tentang benda yang dibawa ditangannya. Ada yang menyebutkan dia membawa panci api, ada juga yang mengatakan dia membawa obor dan sapu atau kipas. Hidungnya berbentuk paruh gagak, kulitnya hitam dan dia terlihat kejam. Rambutnya berwarna abu-abu. Dia membawa aroma kematian. Dhumavati selalu terlihat kelaparan dan kehausan. Energi negatifnya menimbulkan kesedihan, kemarahan, perceraian, konflik dan pertengkaran yang tidak pernah berakhir. Dhumavati mengkonsumsi minumah keras dan daging dan selalu terlihat tertekan.[4][5]

Legenda lain mengatakan Dhumavati adalah perempuan pucat, gemetaran dan pemarah, kasar, suka menipu, tidak stabil dan mengerikan. Dia mengenakan perhiasan dari ular dan gaunnya dibuat dari sisa kain untuk kremasi. Ia digambarkan duduk di atas kereta yang diatasnya ada panji dengan gambar burung gagak. Tubuhnya tinggi dengan mata tajam dan hidung yang besar dan tidak simetris. Dia secara konsisten terus saja merasa kelaparan dan kehausan. Dhumavati lemah dan kurus, tinggal di tempat rusak dan terlantar. Satu tangannya memegang mangkuk tengkorak dan yang lain memegang tombak. Ribuan nyanyian doa untuk Dhumavati menggambarkan tempat tinggalnya adalah tanah tempat kremasi dilakukan dan bagaimana dia duduk di atas mayat.[3]

Satu hal yang selalu diasosiasikan dengan Dhumavati adalah burung gagak. Kadang-kadang burung gagak ini terlihat menghiasi panji yang dibawa olehnya, kadang-kadang duduk di atas umbul-umbulnya, kadang-kadang burung gagaknya digambarkan dalam ukuran yang sangat besar dan berfungi sebagai tunggangan (vahana) Dhumavati.[3][5]

Simbolisme dan Asosiasi sunting

Di antara para yogis (mereka yang mengajarkan yoga), Dhumavati adalah kekuatan yang menghancurkan pikiran buruk dan gagasan semu tentang apa yang tidak kita miliki dan apa yang bukan jati diri kita. Dhumavati adalah dewi musim dingin yang menjanjikan kelahiran kembali pada musim semi. Dia adalah kebijaksanaan tempat kita kembali dari kegelapan yang membawa kita pulang, yang memberikan kita kekuatan untuk bermimpi dan visi tentang dunia baru.[12]

Dalam penggambarannya, Dhumavati disebutkan sebagai wanita tua, jelek dan jompo. Ini mengajarkan kita untuk melihat melampaui hal-hal yang dangkal, melampaui ilusi yang diberikan oleh mata dan melihat ke dalam untuk mengetahui kebenaran hakiki dalam kehidupan.[9][12]

Burung gagak yang selalu melekat kepadanya dalam berbagai bentuk melambangkan kematian, pertanda buruk dan kejahatan mengingat gagak adalah burung pemakan bangkai. Burung gagak sering kali mewakili jiwa-jiwa yang baru saja meninggal dan merupakan kendaraan (vahana) bagi banyak dewa atau dewi pembawa sial.[2][4]

Dhumavati yang melepaskan diri dari suaminya juga menggambarkan bahwa jika seorang wanita sudah memilih, dia bisa tetap mandiri.[4] Dalam masyarakat tradisional India, posisi janda terpinggirkan secara sosial. Namun seorang janda bebas memilih untuk menjalani jalur spiritual, berziarah dan bebas untuk melakukan hal-hal yang mustahil dilakukan saat masih terikat pernikahan karena adanya kewajiban pada keluarga. Karena tidak lagi dibatasi oleh kewajiban pernikahan, mereka ada pada keadaan di mana mereka dapat sepenuhnya melakukan kegiatan rohani. Pada posisi ini, secara tidak langsung ada persamaan antara terpaksa menjadi janda dengan penolakan untuk melakukan segala sesuatunya dengan sukarela yang dikenal dengan sebutan Samnyasa. Ini menunjukkan kita semua sepakat bahwa sesuatu yang awalnya menyakitkan atau dianggap sebagai ketidakberuntungan pada satu saat, mungkin saja berbeda di saat yang lain. Singkatnya, berkah yang tersembunyi. Ini dapat kita lihat dalam kehidupan kita ataupun dalam kehidupan orang lain. Bagaimana kekecewaan, ketidakberuntungan, frustasi, kekalahan atau kehilangan pada akhirnya membawa kita pada transformasi positif. Permasalahan dapat membangun karakter dan mengubah jiwa yang biasa saja menjadi jiwa yang luar biasa.[4][10][13]

Di tangannya, Dhumavati membawa masing masing mangkuk api dan keranjang penampi. Api melambangkan kehancuran kosmik yang tidak terelakkan, bagaimana semua hal pada akhirnya akan berlalu. Keranjang penampi yang digunakan untuk memisahkan biji-bijian dari sekam melambangkan Viveka, pemisahan antara sesuatu yang permanen dan yang fana. Meskipun kereta tanpa kudanya menggambarkan kehidupan eksternalnya yang stagnan, tidak beranjak kemanapun, Dhumavati memberi kita semangat untuk mencapai sesuatu yang lebih baik dan tidak ada yang bisa menghentikan langkah kita saat menginginkan sesuatu. Pada akhirnya, Dhumavati menunjukkan jalan menuju kebebasan. Dan perlu diingat, bahwa pencapaian spiritual tertinggi hanya bisa dicapai sendirian setelah seseorang meninggalkan rumah dan keluarganya.[4][5][7][10]

Dhumavati disebut sebagai perwujudan dari tamas guna atau aspek penciptaan yang berhubungan dengan nafsu dan ketidaktahuan. Dia menyukai minuman keras dan daging, serta merupakan perwujudan manusia yang tua, jelek dan tidak menarik. Stigma negatif Dhumavati sebagai janda lebih jelas terlihat di dalam kepercayaan orang-orang Nepal terhadap boksis, semacam roh berbahaya yang bersikap penuh permusuhan yang menguasai para janda. Untuk menjadi boksi, seorang perempuan harus mengorbankan suami atau anaknya. Di sini janda dihubungkan dengan pembunuhan terencana anak atau suaminya (dengan cara tidak menjadi istri dan ibu yang baik). Bagi mereka janda adalah makhluk berbahaya yang cenderung menyebabkan masalah dan karenanya harus dihindari.[5][14]

Seorang janda tidak diperkenankan untuk memakai perhiasan dan hanya mengenakan satu warna pakaian saja persis seperti penggambaran Dhumavati. Menjadi janda adalah posisi paling tidak menguntungkan yang bisa dicapai seorang wanita Hindu. Mereka dilarang untuk ikut perayaan terutama pernikahan karena dianggap sebagai petanda buruk.[2][3][10]

Pemujaan sunting

Kuil Dhumavati jarang ditemui. Kuilnya yang paling terkenal terletak di Varanasi, di mana para dewi disembah dengan cara yang tidak lazim. Di sana Dhumavati diberi persembahan buah-buahan, bunga dan daging, bhang (olahan ganja), minuman keras, rokok, bahkan kadang-kadang persembahan berupa darah. Di kuil ini, patung Dhumavati dibuat dari batu hitam dengan mata yang besar, bibir merah dan empat tangan yang memegang kipas, sapu, cawan dan tangan keempatnya membuat gestur mudra, gestur yang menunjukkan tidak adanya rasa takut dan perlindungan. Pahatannya terdiri dari atribut yang biasanya dimiliki dewi yang sudah menikah seperti perhiasan dan pewarna merah. Dhumavati digambarkan sebagai pemberi siddhis (kekuatan supernatural), penyelamat dari semua masalah, pengabul semua hasrat dan pemberi hadiah, termasuk pengetahuan tertinggi dan moksha (keselamatan). Para pemujanya adalah mereka yang memang memilih untuk hidup sendiri. Dhumavati memberikan apapun yang pemujanya inginkan, sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh dewa atau dewi lain. Dhumavati mengutamakan mereka yang tidak menikah atau yang sudah menjadi janda. Disebutkan juga bahwa hanya orang-orang yang tidak menikahlah yang dapat bertahan terhadap kekuatannya yang besar dan mampu melewati ritual menghabiskan malam di kuilnya. Mereka yang sudah menikah sangat tidak dianjurkan untuk menyembah Dhumavati dan ritual pemujaan yang dilakukan oleh orang yang sudah menikah akan berujung pada kematian.[2][3][4][5][13]

 
Panel bergambar Dhumavati yang terbuat dari perak yang ada di pintu kuil Dewi Kali.

Pada akhir abad ke-19, nyanyian doa yang menyebutkan Dhumavati dibuat di dalam bab Dhumayatitantra buku Mantramaharnava.[3]

Dalam pemujaan Dhumavati, burung gagak dibakar dan abunya dikumpulkan sehingga para pemujanya dapat membuat musuh mereka jadi tidak berbahaya, tidak berguna atau untuk menghancurkan mereka.[2][3] Dhumavati disebut-sebut berkuasa selama empat bulan sebelum sukla ekadasi (hari kesebelas bulan kamariah (tithi) dari dua fase bulan yang ada di kalender bulanan agama Hindu), saat Dewa Visnu beristirahat selama empat bulan. Dalam agama Hindu, saat-saat ini segala macam perayaan seperti pernikahan dianjurkan untuk tidak dilakukan. Saat itulah ritual pemujaan terhadap Dhumavati dimulai.[2][3]

Ritual pemujaan terhadap Dhumavati disebutkan dalam satu bab dari Phetrakarinitantra Patala, yang menggambarkan ritualnya dilakukan di tempat yang sunyi atau di dalam krematorium saat penurunan siklus bulan.[3][11]

Dhumavati Jayanti sunting

Festival Dhumavati Jayanti atau Dhumavati Mahavidya Jayanti adalah hari perayaan untuk memperingati waktu saat Dhumavati menampakkan dirinya di bumi. Perayaan ini jatuh pada pada hari 'ashtami' (hari kedelapan) selama 'Shukla Paksha' (masa dua minggu malam diterangi sinar bulan) dalam bulan 'Jyeshtha' kalender Hindu. Untuk kalender biasa, bulan ini bertepatan dengan bulan Mei-Juni dengan tanggal yang bervariasi setiap tahunnya. Dengan memuja Dhumavati pada hari baik tersebut, umat akan terbebas dari masalah dan dosa mereka.[6]

 
Yantra Dhumavati yang dipakai dalam ritual sembahyang/pemujaannya

Ritual yang dilakukan saat festival ini adalah

  • Pada hari Dhumavati Jayanti, pemuja bangun sebelum matahari terbit dan mendedikasikan harinya untuk memuja Dhumavati yang dilakukan di tempat terpencil. Sang dewi disembah dengan dhoop, dupa tongkat dan bunga. Prasadam (persembahan berupa makanan vegetarian) khusus disiapkan hari ini. Diyakini bahwa dengan menawarkan biji wijen hitam yang diikatkan pada kain hitam akan menjamin dikabulkannya keinginan seseorang.
  • Selama masa pemujaan, mantra spesial untuk Dhumavati dilantunkan untuk menyenangkan sang dewi dan mencari berkahnya untuk mengakhiri semua penderitaan hidup. Setelah melafalkan mantra, 'aarti' dilakukan dan prasad dibagikan di antara keluarga dan pemuja yang lain.
  • Melakukan prosesi khusus yang ditetapkan malam sebelumnya.
  • Memuja Dhumavati sepenuh hati untuk memperoleh kekayaan.
  • Menurut tradisi, wanita yang sudah menikah tidak boleh memuja Dhumavati. Mereka hanya dibolehkan untuk melihat dari jauh. Hal ini dilakukan untuk keselamatan suami dan anak mereka.[6]

Referensi sunting

  1. ^ a b c d LLP, Adarsh Mobile Applications. "Dhumavati | Goddess Dhumavati | Dhumavati Mahavidya". www.drikpanchang.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-01-14. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t "Dhumavati | Mahavidya" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-01-14. 
  3. ^ a b c d e f g h i j k l "Dhumavati | Mahavidya" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-01-14. 
  4. ^ a b c d e f g h i j k l "The Legend of Goddess Dhumavati - The widow Goddess". VedicFeed (dalam bahasa Inggris). 2019-01-07. Diakses tanggal 2020-01-14. 
  5. ^ a b c d e f g h i j "Dhumavati – The Widow Goddess | Brave World" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-01-14. 
  6. ^ a b c "About Dhumavati Jayanti | Dhumavati Jayanti 2020 date". www.prokerala.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-01-14. 
  7. ^ a b c d e www.wisdomlib.org (2014-09-14). "Dhumavati, Dhūmāvatī, Dhuma-vati: 7 definitions". www.wisdomlib.org. Diakses tanggal 2020-01-13. 
  8. ^ PhD, Dr Bairavee Balasubramaniam (2014-08-22). "DHUM, DHUM, DHUMAVATI: THE MAHAVIDYA (WISDOM GODDESS) OF DETACHMENT, SMOKE AND THE ETERNAL VOID". Dr. Bairavee Balasubramaniam PhD: The Sky Priestess (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-01-14. Diakses tanggal 2020-01-14. 
  9. ^ a b c d "Dhumavati, Goddess Dhumavati, Dhumavati Mahavidya". www.astroved.com. Diakses tanggal 2020-01-14. 
  10. ^ a b c d e f g "Goddess Dhumavati – VedicYagyaCentre" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-01-14. [pranala nonaktif permanen]
  11. ^ a b "Hindu Goddesses : Dhumavati - the Beholder of Smoke". sanatansociety.org. Diakses tanggal 2020-01-14. 
  12. ^ a b Is, Satya (2019-03-01). "Dhumavati: The Crone & Grandmother Spirit". satya is (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-01-14. 
  13. ^ a b "Dhumavati Yantra, Dhumavati Yantra Benefits, Dhumavati Mata Story, Devi Mantra – Rudraksha Ratna". www.rudraksha-ratna.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-01-14. 
  14. ^ Devanesan, Gratus (2016-01-19). "Dhumavati". Medium (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-01-14.