Ekonomika lingkungan
Ekonomika lingkungan atau ilmu ekonomi lingkungan adalah ilmu yang mempelajari perilaku atau kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Dalam ekonomika lingkungan, sumber daya alam dan lingkungan dipelajari dan dipertahankan serta ditingkatkan penggunaannya dengan tujuan pemakaian jangka panjang atau berkelanjutan. Dari sudut pandang ekonomi, masalah lingkungan timbul, karena biaya lingkungan tidak dimasukkan ke dalam biaya produksi, sehingga menyebabkan kerugian bagi orang lain atau pasar. Dalam hal ini, masalah lingkungan menyebabkan inefisiensi alokasi sumber daya alam dan lingkungan dalam proses produksi. Dalam konteks tersebut, sumber daya alam dan lingkungan menjadi penyedia bahan baku, penyedia fasilitas dan wadah untuk limbah
Dampak pencemaran sumber daya alam dan lingkungan, yang menimbulkan biaya yaitu:
- Menurunnya kuantitas sumber daya alam dan lingkungan sebagai penyedia bahan baku
- Menurunnya kualitas sumber daya alam dan lingkungan sebagai fungsi dasar ekologis
- Menimbulkan ketidaknyamanan pada manusia
- Memberikan dampak yang buruk kepada kesehatan dan produktivitas
Berkaitan dengan isu sumber daya alam dan lingkungan, metode yang digunakan untuk menilai, apakah perilaku atau kegiatan manusia tersebut feasible/layak atau tidak adalah dengan menggunakan metode Analisis Biaya Manfaat (Benefit Cost Analysis), di mana definisi manfaat adalah nilai barang/jasa bagi konsumen. Sementara, definisi biaya adalah manfaat yang hilang/dilepas/tidak diambil (opportunity cost).
Biaya pencegahan polusi adalah biaya yang dikeluarkan baik oleh perusahaan atau perorangan, dan/atau pemerintah untuk mencegah sebagian atau keseluruhan polusi. Dalam konteks ini, biaya pencegahan polusi yang dikeluarkan untuk menghindari polusi nilainya sama dengan kerusakan kesejahteraan masyarakat akibat polusi apabila biaya ini tidak dikeluarkan oleh perusahaan/perorangan/pemerintah.
Sejarah
suntingEkonomika lingkungan termasuk salah satu disiplin ilmiah baru dalam ilmu ekonomi. Beberapa pemikirnya ialah Nancy Olewiler dan Parzival Copes. Perkembangan ekonomika lingkungan sejalan dengan perkembangan pembangunan ekonomi. Pemikiran awal mengenai ekonomika lingkungan didasarkan pada ketidakmampuan ekonomika konvensional dalam menangani pembangunan berkelanjutan di negara-negara berkembang. Fenomena yang timbul ialah penyakit Belanda. Kondisi ini membuat ekonomika konvensional tidak mampu mengatasi kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Pemikiran ekonomika sumber daya alam kemudian melandasi ekonomika lingkungan. Para pemikirnya antara lain L. C. Gray dan H. Hotelling.[1]
Pemanfaatan
suntingNeraca sumber daya alam
suntingEkonomika lingkungan dapat diamati menggunakan neraca sumber daya alam. Bentuk penyajian dan susunan neraca ini berupa wujud fisik dan bersifat moneter. Dalam neraca sumber daya alam pemanfaatan hasil alam dapat digambarkan dengan jelas. Hasil alam ini umumnya berupa hasil hutan, mineral dan energi yang digunakan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi. Neraca sumber daya alam disusun sebagai alat analisis dan evaluasi sistem pengelolaan dan manajemen sumber daya alam. Neraca yang bersifat moneter dapat digunakan untuk menganalisis neraca sumber daya alam. Sistem neraca nasional dapat menggunakan hasil neraca sumber daya alam untuk perhitungan dan pengukuran deplesi lingkungan.[2]
Topik dan Konsep
suntingKegagalan Pasar
suntingInti dari ekonomika lingkungan adalah konsep kegagalan pasar. Kegagalan pasar berarti pasar gagal mengalokasikan sumber daya secara efisien. Sebagaimana dinyatakan oleh Hanley, Shogren, dan White:“Kegagalan pasar terjadi ketika pasar tidak mampu mengalokasikan sumber daya yang langka untuk mencapai kesejahteraan sosial yang sebesar-besarnya. Terdapat kesenjangan antara tindakan individu tertentu berdasarkan harga pasar dan tindakan yang diinginkan oleh masyarakat. Masyarakat mungkin menginginkan agar individu-individu tersebut melakukan tindakan yang sama guna melindungi lingkungan." Hal ini mengakibatkan pasar tidak efisien sehingga perlu diperbaiki melalui tindakan seperti intervensi pemerintah. Bentuk kegagalan pasar lainnya meliputi eksternalitas, non-excludability, dan non-rivalry.
Eksternalitas
suntingEksternalitas ada ketika seseorang membuat pilihan yang memengaruhi orang lain dengan cara yang tidak diperhitungkan dalam harga pasar. Eksternalitas dapat berupa positif atau negatif, tetapi biasanya dikaitkan dengan eksternalitas negatif dalam ekonomi lingkungan. Sebagai contoh, rembesan air di bangunan hunian yang terjadi di lantai atas memengaruhi lantai-lantai di bawahnya. Contoh lainnya adalah bagaimana penjualan kayu Amazon mengabaikan jumlah karbon dioksida yang dilepaskan saat pemotongan kayu tersebut atau perusahaan yang mengeluarkan polusi biasanya tidak akan memperhitungkan biaya yang ditimbulkan oleh polusi tersebut pada orang lain. Akibatnya, polusi dapat terjadi melebihi batas 'efisien secara sosial', yang merupakan tingkat yang akan ada jika pasar diharuskan memperhitungkan polusi. Definisi klasik yang dipengaruhi oleh Kenneth Arrow dan James Meade diberikan oleh Heller dan Starrett (1976), yang mendefinisikan eksternalitas sebagai "situasi di mana perekonomian swasta tidak memiliki cukup insentif untuk menciptakan pasar potensial untuk beberapa barang dan ketiadaan pasar tersebut mengakibatkan hilangnya efisiensi Pareto." Dalam terminologi ekonomi, eksternalitas adalah contoh kegagalan pasar, di mana pasar yang tidak terkekang tidak menghasilkan hasil yang efisien.
Barang Umum dan Barang Publik
suntingKetika biaya pengeluaran beberapa orang dari akses ke sumber daya lingkungan terlalu tinggi, sumber daya tersebut disebut sebagai sumber daya milik bersama (ketika terdapat persaingan untuk sumber daya, sehingga penggunaan seseorang terhadap sumber daya mengurangi kesempatan orang lain untuk menggunakan sumber daya tersebut) atau barang publik (ketika penggunaan sumber daya tidak bersifat persaingan). Dalam kedua kasus non-exclusion, alokasi pasar cenderung tidak efisien.
Tantangan-tantangan ini sudah lama diakui. Konsep "tragedi umum" yang dikenalkan oleh Hardin (1968) mempopulerkan tantangan yang terlibat dalam ketidak-exclusion dan sumber daya milik bersama. "Commons" merujuk pada aset lingkungan itu sendiri, "sumber daya milik bersama" atau "sumber daya kolam bersama" merujuk pada rezim hak kepemilikan yang memungkinkan badan kolektif tertentu untuk merancang skema untuk mengecualikan orang lain, sehingga memungkinkan penangkapan aliran manfaat masa depan; dan "akses terbuka" berarti tidak ada kepemilikan dalam arti bahwa properti yang dimiliki semua orang adalah milik siapa pun.
Masalah dasarnya adalah bahwa jika orang mengabaikan nilai kelangkaan pada barang bersama, mereka bisa berakhir dengan mengeluarkan terlalu banyak usaha, seperti overfishing dalam kasus sumber daya perikanan. Hardin memahami bahwa dalam ketiadaan pembatasan, pengguna sumber daya akses terbuka akan menggunakannya lebih banyak daripada jika mereka harus membayar untuk itu dan memiliki hak eksklusif, yang pada akhirnya mengakibatkan degradasi lingkungan. Namun, lihat juga karya Ostrom (1990) tentang bagaimana orang-orang yang menggunakan sumber daya milik bersama nyata telah bekerja untuk menetapkan aturan mandiri guna mengurangi risiko tragedi umum tersebut.
Pengurangan efek perubahan iklim adalah contoh barang publik, di mana manfaat sosialnya tidak sepenuhnya tercermin dalam harga pasar. Karena manfaat marginal pribadi lebih rendah daripada manfaat sosial, pasar tidak memberikan pengurangan efek perubahan iklim secara memadai. Ini adalah barang publik karena risiko perubahan iklim bersifat non-persaingan dan tidak dapat dikecualikan. Upaya semacam itu bersifat non-persaingan karena pengurangan efek perubahan iklim yang diberikan kepada satu individu tidak mengurangi tingkat pengurangan yang dinikmati oleh individu lainnya. Mereka adalah tindakan yang tidak dapat dikecualikan karena akan memiliki konsekuensi global dari mana tidak ada yang dapat dikecualikan.
Insentif sebuah negara untuk berinvestasi dalam pengurangan karbon menjadi berkurang karena negara tersebut dapat "menumpang" pada upaya negara lain. Lebih dari seabad yang lalu, ekonom Swedia Knut Wicksell (1896) pertama kali membahas bagaimana barang publik bisa tidak dipasok dengan cukup oleh pasar karena orang mungkin menyembunyikan preferensi mereka terhadap barang tersebut, tetapi masih menikmati manfaatnya tanpa membayar.
Valuasi
suntingMengukur nilai ekonomi lingkungan merupakan topik utama dalam bidang ini. Nilai sumber daya alam seringkali tidak tercermin dalam harga yang ditetapkan oleh pasar, dan sebenarnya banyak di antaranya tersedia tanpa biaya moneter. Ketidaksesuaian ini seringkali menyebabkan distorsi dalam penetapan harga aset alam: baik penggunaan berlebihan maupun kurangnya investasi di dalamnya.
Nilai ekonomi atau manfaat nyata dari layanan ekosistem dan, secara umum, sumber daya alam, mencakup penggunaan dan manfaat tidak langsung (lihat bagian alam dari ekonomi ekologi). Nilai non-penggunaan mencakup eksistensi, pilihan, dan nilai wasiat. Sebagai contoh, beberapa orang mungkin menghargai keberadaan beragam spesies, tanpa memandang efek hilangnya satu spesies terhadap layanan ekosistem. Keberadaan spesies-spiesies ini dapat memiliki nilai pilihan, karena ada kemungkinan penggunaannya untuk tujuan manusia. Misalnya, beberapa tanaman mungkin diteliti untuk obat-obatan. Individu mungkin menghargai kemampuan meninggalkan lingkungan yang alami bagi anak-anak mereka.
Nilai penggunaan dan penggunaan tidak langsung seringkali dapat disimpulkan dari perilaku yang terungkap, seperti biaya perjalanan rekreasi atau penggunaan metode hedonik di mana nilai diestimasi berdasarkan harga yang diamati. Nilai non-penggunaan biasanya diestimasi dengan menggunakan metode preferensi yang dinyatakan, seperti penilaian kontingensi atau pemodelan pilihan. Penilaian kontingensi umumnya berbentuk survei di mana orang ditanyai seberapa banyak yang mereka akan bayar untuk mengamati dan berekreasi di lingkungan (kesediaan membayar) atau kesediaan mereka menerima kompensasi atas kerusakan barang lingkungan. Penilaian hedonik memeriksa efek lingkungan terhadap keputusan ekonomi melalui harga perumahan, biaya perjalanan, dan pembayaran untuk mengunjungi taman-taman.
Faktor
suntingEkonomika lingkungan dipegaruhi oleh kondisi atmosfer Bumi. Lingkungan yang meliputi suhu atmosfer dan konsentrasi karbon dioksida mempengaruhi sistem ekonomi secara tidak langsung. Peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer bersamaan dengan penaikan suhu atmosfer. Selama periodea tahun 1950 hinggai tahun 2000, suhu atmosfer Bumi mengalami peningkatan sekitar 0,5 oCelsius. Antara 1990 hingga 2003, Bumi mengalami sepuluh tahun terpanas. Suhu Bumi diperkirakan akan meningkat sebesar 20 oCelsius antara periodei tahun 1990 sampai dengan tahun 2100. Penyebab kenaikan suhu atmosfer Bumi utamanya akibat konsentrasi karbon. Dalam kajian ekonomika lingkungan, kenaikan suhu lingkungan memberikan dampak positif yang menguntungkan dan dampak negatif yang merugikan. Sebagian besar dampaknya merupakan dampak negatif. Dampak negatif terhadap ekonomika lingkungan meliputi biaya penanggulanngan yang dikeluarkan guna menangani bencana alam yang terjadi di seluruh wilayah dunia. Beberapa bencana alam yang memberikan pengeluaran biaya yang besar ialah banjir dan cuaca ekstrem. Banjir merupakan akibat dari pencairan es di kutub yang menambah ketinggian permukaan air laut. Dampak terbesarnya adalah tenggelamnya kota-kota di pinggir pantai dan negara-negara kepulauan yang berukuran kecil di Samudra Pasifik. Selain itu, lahan pertanian yang subur akan berkurang akibat terendam oleh air yang meluap dari sungai-sungai besar. Sedangkan cuaca ekstrem dapat menghasilkan badai, tornado dan topan. Sebagian wilayah akan bertambah basah dan sebagian wilayah lainnya akan mengalami kekeringan.[3]
Sumber daya alam juga menjadi faktor utama
Referensi
sunting- ^ Fauzi, Akhmad (2010). Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi (edisi ke-3). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. xvi.
- ^ Firdaus, dkk. (2020). Sistem Terintegrasi Neraca Lingkungan dan Ekonomi Indonesia 2015-2019. Jakarta: Badan Pusat Statistik. hlm. 160. ISSN 2355-4797.
- ^ Wiryono (2013). Pengantar Ilmu Lingkungan (PDF). Bengkulu: Pertelon Media. hlm. 92. ISBN 978-602-90710-5-4. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-01-10. Diakses tanggal 2021-07-24.