Ekpresionisme
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Artikel atau sebagian dari artikel ini mungkin diterjemahkan dari Expressionism di en.wiki-indonesia.club. Isinya masih belum akurat, karena bagian yang diterjemahkan masih perlu diperhalus dan disempurnakan. Jika Anda menguasai bahasa aslinya, harap pertimbangkan untuk menelusuri referensinya dan menyempurnakan terjemahan ini. Anda juga dapat ikut bergotong royong pada ProyekWiki Perbaikan Terjemahan. (Pesan ini dapat dihapus jika terjemahan dirasa sudah cukup tepat. Lihat pula: panduan penerjemahan artikel) |
Ekpresionisme adalah bagian dari gerakan Mannerisme. Ekpresionisme adalah kecenderungan mengubah realita demi menimbulkan efek emosional. Ini merupakan karya seni subyektif. Ekspresionisme diwujudkan dalam berbagai jenis seni seperti lukisan, karya sastra, teater, film, arsitektur dan musik. Istilah ekspresionisme erat kaitannya dengan kecemasan. Secara umum, pelukis Matthias Grünewald dan El Greco bisa disebut sebagai pelukis ekpresionis meskipun dalam praktiknya, istilah tersebut baru digunakan abad 20.
Asal mula istilah
suntingEkpresionisme tidak merujuk pada suatu pergerakan tertentu. Istilah tersebut digunakan oleh Herwarth Walden dalam majalahnya Der Stum tahun 1912. Istilah ini biasa dihubungkan dengan karya lukisan dan grafis Jerman pada perpindahan abad dan pertentangan terhadap tradisi akademik—khususnya oleh kelompok Der Blaue Reiter.
Friedrich Nietzsche, seorang filsuf, memegang peran penting dalam menciptakan ekpresioisme modern dengan mengklarifikasi dan menghidupkan aliran seni kuno yang dulu diacuhkan. Dalam “The Birth of Tragedy”, Nietzsche menyajikan teori dualisme kuno dalam pengalaman estetis yaitu Apollonian dan Dionisian—dualisme antara “seni pahat” palsu, terinspirasi dari mimpi liris, identitas (the principium individuationis), urutan, keteraturan, kedamaian; dan “seni musik” asli yang terinspirasi dari gabungan kepahitan, kelupaan, kekacauan serta akhir identitas yang menyenangkan. Analogi yang cocok untuk menggambarkan aliran ini adalah dua putra dewa yang bermusuhan namun tak dapat dipisahkan. Menurut Nietzsche, dua hal tersebut terdapat pada karya seni manapun. Ciri utama Ekpresionisme adalah Dionisian: warna berani, bentuk tak beraturan, tak berakhir, dua dimensi serta tanpa perspektif.
Ekpresionisme lebih umum dikenal sebagai seni yang mengekpresikan emosi mendalam. Meskipun sebagian orang mengatakan tak semua seniman ekpresif, umumnya proses pembuatan karya seni didasarkan pada penekanan mendalam pada komunikasi emosional. Jenis seni macam ini kerap muncul saat terjadi konflik sosial. Melalui tradisi seni grafis tradisional, kita dapat melihat catatan peristiwa abad 15 di Eropa saat terjadi Reformasi Gereja, Perang petani, pendudukan Spanyol atas Belanda, perkosaan, perampokan serta periode kekacauan dan tekanan berkepanjangan. Secara estetis, karya ekpresionis tidaklah bagus namun aliran ini memiliki kemampuan menggugah emosi penonton melalui drama serta ketakutan melalui gambar yang ditampilkan.
Tahun 1910 sejarawan seni Ceko, Antonín Matějček, mengaitkan ekpresionisme sebagai lawan impresionisme: "Seorang ekpresionis ingin mengekpresikan dirinya sendiri…(Ekpresionis menolak) persepsi langsung. Mereka membangun struktus psikis yang lebih kompleks… gambaran kesan (impresssions) dan mental yang timbul disaring untuk menemukan inti sejati yang kemudian diasimilasikan dan dipadatkan menjadi bentuk yang lebih umum dan berjenis-jenis yang dilakukan melalui simbol dan rumusan cepat yang sederhana."
Seniman visual
suntingBeberapa seniman visual abad ke-20 berasal dari Jerman, Austria, Rusia, Belanda, Belgia, Prancis, Norwegia, Swiss, Hungaria, Portugal, Irlandia, dan Amerika Serikat. Dari Jerman ada Heinrich Campendonk, Emil Nolde, Rolf Nesch, Franz Marc, Ernst Heinrich Barlach, Wilhelm Lehmbruck, Erich Heckel, Otto Dix, Karl Schmidt-Rottluf, dan Ernst Ludwig Kirchner. Selain mereka, ada pula Fritz Bleyl, Max Beckman, Conrad Felixmüller, Carl Hofer, August Macke, Elfriede Lohse-Wächtler, Ludwig Meidner, Paula Modersohn-Becker, Gabriele Münter, Max Pechstein dan Käthe Kollwitz.
Dari Austria ada Egon Schiele dan Oskar Kokoschka. Dari Rusia ada Wassily Kandinsky, Marc Chagall, Alexej von Jawlensky dan Natalia Goncharova. Dari Belanda ada Charles Eyck, Willem Hofhuizen, Jaap Min, Jan Sluyters, Vincent Van Gogh, Jan Wiegers dan Hendrik Nicolaas Werkman. Lalu dari Belgia adalah Constant Permeke, Gustave De Smet, Frits Van den Berghe, James Baron Ensor, Floris Jespers dan Albert Droesbeke.
Lalu dari Prancis ada George Rouault, Gen Paul dan Chaim Soutine. Kemudian dari Norwegia ada Edvard Munch, dan Kai Fjell. Dari Swiss ada Carl Eugen Keel, dan Cuno Amiet. Dari Hungaria ada Tivadar Kosztka Csontváry. Lalu dari Portugis ada Mário Eloy, dari Polandia ada Henryk Gotlib, dan dari Sean O'Casey dan Oscar Wilde.
Sementara dari Amerika Serikat ada Ivan Albright, Milton Avery, Thomas Hart Benton, George Biddle, Peter Blume, Peyton Boswell, Charles Burchfield, Paul Cadmus, John Steuart Curry, Stuart Davis, Elaine de Kooning, Willem de Kooning, dan Beauford Delaney,. Ada juga Joseph Delaney, Edwin Dickinson, Arthur G. Dove, Norris Embry, Philip Evergood, Hugo Gellert, John D. Graham, William Gropper, George Grosz, Louis O. Guglielmi, Philip Guston, Marsden Hartley, Charles Hawthorne, Albert Kotin, Walt Kuhn. Selain itu, ada Yasuo Kuniyoshi, Rico Lebrun, Jack Levine, Alfred Henry Maurer, Alice Neel, David Park, Clayton S. Price, Albert Pinkham Ryder, Ben Shahn, Harry Shoulberg, Raphael Soyer, Joseph Stella, Harry Sternberg, Henry Ossawa Tanner, Dorothea Tanning, Max Weber, Hale Woodruff, Karl Zerbe.
Kelompok pelukis
suntingTidak pernah ada kelompok seniman yang menyebut mereka “ekpresionis”. Gerakan ini berasal dari Jerman dan Austria dan mulai menimbulkan pengaruh pada seniman muda Amerika Serikat pada masa Perang Dunia II. Norris Embry (1921-1981) dan Oskar Kokoscha mempelajari aliran ini tahun 1947 dan 43 tahun kemudian mereka membuat badan besar yang didasarkan pada tradisi Ekpresionis.
Norris Embry disebut “Ekpresionis Jerman-Amerika Pertama”. Seniman Amerika lain di akhir abad 20 dan awal abad 21 mengembangkan gerakan berbeda yang umumnya dianggap sebagai bagian Ekpresionisme. Seniman terkenal lain yang datang dari “sekolah” Ekpresionis Jerman adalah Wolfgang Degenhardt yang lahir di Bremen. Setelah bekerja sebagai seniman komersial di Bremen dia pindah ke Australia tahun 1954 dan menjadi cukup terkenal dan dicari di wilayah lembah Hunter. Lukisannya menggambarkan jiwa Australia dan permasalahan dunia namun disajikan dengan gaya ekpresionis Jerman.
Terdapat sejumlah kelompok ekpresionis dalam seni lukis, antara lain Blaue Reiter dan Die Brücke. Kelompok pertama berbasis di Munich sedangkan kelompok kedua berbasis di Dresden (tapi kemudian dipindah ke Berlin). Die Brücke memiliki periode aktif lebih lama dibanding Der Blaue Reiter yang hanya bertahan selama satu tahun (1912).
Ekpresionisme memberikan pengaruhnya pada pelukis-pelukis macam Munch, Vincent van Gogh bahkan pada karya seni Afrika. Para ekpresionis juga mengilhami karya the Fauves di Paris. Ekpresionisme Amerika dan khususnya ekpresionisme figuratif Boston merupakan bagian integral dari modernisme Amerika pada masa Perang Dunia II.
Ekspresionis figuratif Boston
suntingEkpresionis figuratif Boston antara lain Karl Zerbe, Hyman Bloom, Jack Levine, David Aronson, Philip Guston. Ekpresionis figuratif Boston pasca Perang Dunia II kian tersingkir oleh perkembangan aliran ekpresionisme abstrak yang berpusat di Kota New York. Selanjutnya, pada abad 20 (pasca perang dunia II) ekpresionisme figuratif memberikan pengaruh besar pada seniman dan gerakan (seni) di seluruh dunia. Ekpresionisme Figuratif New York, tahun 1950-an mewakili seniman figuratif Amerika seperti Robert Beauchamp, Elaine de Kooning, Willem de Kooning, Robert Goodnough, Grace Hartigan, Lester Johnson, Alex Katz, George McNeil, Jan Muller, Paul Jackson Pollock, Fairfield Porter, Larry Rivers dan Bob Thompson.
Abstraksi liris
suntingAbtraksi liris, Tachisme tahun 1940-an dan 1950-an di Eropa diikuti oleh seniman macam Georges Mathieu, Hans Hartung, dan Nicolas de Staël. Ekpresionisme abstrak tahun 1950-an diikuti oleh seniman Amerika seperti Arshile Gorky, Jackson Pollock, Franz Kline and Willem de Kooning dan lain-lain. Beberapa di antaranya berperan dalam mengembangkan ekpresionisme figuratif. Dalam Abstraksi Liris Amerika Serikat dan Kanada bermula akhir tahun 1960-an dan 1970-an. Neo-ekpresionisme merupakan gerakan kebangkitan internasional yang lahir akhir 1970-an dan memiliki pusat di berbagai belahan dunia, antara lain Jerman, Amerika Serika, Prancis, Italia, dan Inggris.
Tokohnya di Jerman, antara lain Anselm Kiefer dan Georg Baselitz. Di Amerika Serikat, tokohnya antara lain Jean-Michel Basquiat, Eric Fischl, David Salle dan Julian Schnabel. Di Prancis, tokohnya antara lain Rémi Blanchard dan Hervé Di Rosa. Di Italia, tokohnya antara lain Francesco Clemente, Sandro Chia dan Enzo Cucchi. Sementara di Inggris ada David Hockney, Frank Auerbach dan Leon Kossoff.
Neo-ekspresionisme
suntingBanyak seniman lain dari berbagai negara bergabung dengan Neo-Ekpresionisme. Dengan pengaruh dari the Pauves, Ekpresionisme diwujudkan dalam warna-warna manasuka dan komposisi kasar. Seniman ekpresionis melawan impresionisme Prancis yang hanya terfokus pada penampakan visual objek saja. Mereka berusaha menggambarkan emosi dan interpretasi subyektif. Bagi mereka, reaksi emosional yang timbul dari pewarnaan kuat dan komposisi dinamis lebih penting daripada tampilan artistik yang bagus. Sementara itu, ketua Der Blaue Reiter, Kandinsky, berkata bahwa warna dan bentuk sederhana pun dapat menggugah emosi penonton. Inilah yang membuatnya pindah ke abstraksi.
Pemanfaatan konsep
suntingEkspressionisme juga digunakan untuk menjelaskan bentuk seni lain.
Pemahat
suntingBeberapa pemahat yang memakai gaya ini antara lain Ernst Heinrich Barlach.
Perfilman
suntingBeberapa gerakan ekspresionis dalam dunia film berkaitan dengan ekpresionisme Jerman. Film-film itu antara lain: The Cabinet of Dr. Caligari karya Robert Wiene (1920), The Golem: How He Came Into the World (1920), Metropolis (1927) karya Fritz Lang dan Nosferatu karya Friedrich Wilhelm Murnau, dan a Symphony of Horror (1922).
Karya Sastra
suntingDalam karya sastra, novel-novel Franz Kafka sering disebut beraliran ekpresionis. Puisi-puisi ekpresionis banyak muncul di negara-negara berbahasa Jerman. Penyair ekpresionis paling berpengaruh adalah Georg Trakl, Georg Heym, Ernst Stadler, Gottfried Benn dan August Stramm.
Teater
suntingDi awal abad 20, terdapat gerakan Ekpresionis besar di Jerman dimana Georg Kaiser dan Ernst Toller adalah penulis naskah paling terkenal. Penulis naskah teater lain adalah Reinhard Sorge, Walter Hasenclever, Hans Henny Jahnn, dan Arnolt Bronnen. Mereka menjadikan August Strindberg (penulis drama Swedia), Frank Wedekind (aktor dan penulis drama Jerman) sebagai model terdahulu mereka. Drama pendek karya Oskar Kokoschka “Murderer, The Hope of Women” (1909) sering disebut sebagai drama ekpresionis pertama. Di dalam drama tersebut, seorang pria dan wanita tanpa nama berjuang demi dominasi.
Si pria memanggil si wanita. Si wanita menikam dan memenjarakan si pria. Si pria berhasil membebaskan diri dan si wanita pun mati di tangannya. Akhir cerita, si pria membunuh semua yang ada di sekelilingnya bak “membunuh nyamuk” (sebagaimana disebutkan dalam cerita). Penyederhanaan ekstrem karakter hingga menyamai tipe mitos, efek vokal, deklamasi dialog serta intensitas mendalam menjadi ciri drama ekpresionis berikutnya.
Drama-drama ekpresionis kerap mendramatisir kebangkitan spiritual dan penderitaan protagonis—sering disebut Stationendramen (drama perhentian) yang terilhami oleh perjalanan Yesus di Jalan Salib. August Strindberg telah merintis bentuk ini dengan trilogi otobiografinya “To Damascus”. Drama ekpresionis sering mendramatisir perlawanan atas nilai-nilai borjuis dan kekuasaan yang ada—sering dipersonifikasikan dalam figur Bapa.
Dalam The Beggar (Der Bettler) karya Sorge, seorang ayah gila mengoceh tentang menggali kekayaan planet Mars. Pada akhirnya, dia berhasil meracuni otak anaknya yang notabene adalah peran utama dalam kisah drama itu. Sedangkan dalam Parricide (Vatermord) karya Bronnen, sang anak menikam ayahnya yang tiran hingga tewas demi menghilangkan keinginan seksual gila ibunya. Dalam drama ekpresionis, percakapan sangat ditekankan, baik yang luas dan rapsodik atau pendek dan telegrafik. Sutradara Leopold Jessner terkenal akan karya-karya ekpresionisnya dan kemunculan anak tangga yang tiba-tiba ditarik yang menjadi ciri khasnya di panggung. Tahun 1920an, ekpresionisme menjadi sangat populer di kalangan teater Amerika. Karya-karya yang dipentaskan meliputi karya Eugene O’Neill (The Hairy Ape, The Emperor Jones and The Great God Brown), Sophie Treadwell (Machinal), dan Elmer Rice (The Adding Machine).
Musik
suntingArnold Schonberg, Anton von Webern dan Alban Berg, anggota Second Viennese School, membuat karya yang disebut ekpresionis (Schoenberg juga membuat lukisan ekpresionis). Komposer lain yang mengikuti jejak mereka adalah Ernst Krenek, yang sering dianggap sebagai bagian gerakan musik ekpresionis. Perbedaan komposer ekpresionis dengan komposer modern seperti Maurice Ravel, George Gershwin dan Igor Stravinsky adalah penggunaan atonalitas secara sadar untuk membebaskan bentuk seni mereka dari tonalitas (ciri melodi yang didasarkan pada skala) tradisional. Mereka juga ingin mengekpresikan alam bawah sadar, “esensi dalam” dan penderitaan melalui bahasa musik yang sangat tidak harmonis. Erwartung dan Die Glückliche Hand, karya Schoenberg, dan Wozzeck, sebuah opera karya Alban Berg (berdasarkan drama “Woyzeck” karya Georg Büchner) adalah contoh karya-karya ekpresionis.
Arsitektur
suntingEinsteinturm in Potsdam Artikel Utama: Arsitektur Ekpresionis Dua bangunan bergaya ekpresionis: Paviliun Kaca karya Bruno Taut di Cologne Werkbund Exhibition (1914), dan Einstein Tower—selesai dibangun tahun 1921—karya Erich Mendelsohn di Potsdam, Jerman. Selain itu, interior gedung teater Berlin (Grosse Schauspielhaus) karya Hans Poelzig untuk Max Reinhardt kadang juga digolongkan bergaya ekpresionis. Sigfried Giedion, seorang sejarawan dan kritikus penting, dalam bukunya “Space, Time and Architecture” (1941) menganggap arsitektur ekpresionis hanyalah efek samping perkembangan fungsionalisme. Ekpresionisme dalam arsitektur baru dikaji kembali dengan lebih jernih tahun 1970an.