Forum Dokter Susah Praktek dan Diaspora

(Dialihkan dari FDSP)

Forum Dokter Susah Praktek dan Diaspora[1] (sebelumnya Forum Dokter Susah Praktik atau FDSP) adalah sebuah forum yang menyuarakan keresahan dan aspirasi dokter. Koordinator FDSP, dr Yenni Tan, MARS, menyebut forum ini dibuat secara spontan, berangkat dari banyaknya dokter yang takut bersuara lantaran takut dipecat Ikatan Dokter Indonesia (IDI).[2]

Pandangan sunting

FDSP menyuarakan diperlukannya pengupahan bagi calon dokter spesialis atau residen. Ditegaskan, hal ini bertujuan menciptakan lingkungan persaingan yang ketat dan optimalisasi layanan untuk pasien. Salah satu perwakilan FDSP, dalam siaran langsung pertemuan Komisi IX DPR RI menegaskan bahwa pemberian upah tersebut juga bertujuan mencegah eksploitasi terhadap residen. Menurutnya, pemberian upah bagi residen adalah bagian dari Hak Asasi Manusia. Lebih lanjut dia memaparkan, jam kerja semasa residensi perlu diatur secara jelas demi memaksimalkan pelayanan terhadap pasien di rumah sakit. Untuk menindaklanjuti oknum pelaku eksploitasi, diperlukan wadah khusus yang mengurusi sanksi atas kasus penyalahgunaan wewenang.[2]

Selain itu, FDSP menyebut bahwa Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah mempersulit dokter-dokter di Indonesia lulusan luar negeri untuk berpraktik. Menurutnya, hal itu tak terlepas dari kultur feodalisme yang terlanjur turun-menurun selama berpuluh-puluh tahun. Dia menegaskan bahwa kendala tersebut tak terlepas dari posisi IDI yang oleh FDSP dinilai sebagai badan paling superior. Dia juga menyinggung lamanya proses adaptasi bagi dokter-dokter lulusan luar negeri untuk bisa berpraktik. Selama ini, kebijakan tersebut bertujuan menyamaratakan kompetensi dokter lulusan luar negeri dengan dalam negeri. Namun menurutnya, langkah ini tak tepat lantaran bagaimana pun, kompetensi setiap dokter pasti berbeda bergantung pada kedalaman dan intensitas belajar masing-masing orang.[3]

Lebih lanjut, dia menyebut adanya pemerasan terhadap dokter-dokter, khususnya lulusan luar negeri. Misalnya biaya ujian kedokteran umum untuk dokter lulusan luar negeri yang jauh lebih mahal dibandingkan lulusan dalam negeri. Padahal, mereka sama-sama Warga Negara Indonesia (WNI).[3]

Bersama dengan pengurus pusat Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB), pengurus FDSP memberi masukan tersebut kepada Komisi IX DPR RI pada 20 Juni 2022. Dalam pertemuan tersebut, PDIB yang diwakili oleh James Allan Rarung sebagai Ketua Umum Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu dan FDSP yang diwakili oleh pengamat hukum Feri Amsari mendorong adanya revisi pada Undang-Undang Praktik Kedokteran. Beberapa pasal yang menjadi sorotan adalah pasal-pasal terkait penerbitan surat izin praktik serta yang terkait etika profesi.[4]

Wakil Ketua Umum PB IDI Slamet Budiarto membantah organisasinya mempersulit izin praktik. Ia menegaskan bahwa yang berwenang mengeluarkan izin praktik adalah pemerintah. Slamet mengatakan untuk izin dokter dari luar negeri, maka wewenang jatuh pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) serta Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).[5]

Referensi sunting

  1. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-27. Diakses tanggal 2022-10-06. 
  2. ^ a b "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-12-09. Diakses tanggal 2022-06-21. 
  3. ^ a b "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-12-09. Diakses tanggal 2022-06-21. 
  4. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-24. Diakses tanggal 2022-06-21. 
  5. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-08-08. Diakses tanggal 2022-06-21.