Frans Seda

politisi Indonesia

Drs. Franciscus Xaverius Seda (4 Oktober 1926 – 31 Desember 2009) adalah seorang politikus, menteri, tokoh gereja, pengamat politik, dan pengusaha Indonesia.[1]

Frans Seda
Menteri Perhubungan Indonesia ke-19
Masa jabatan
6 Juni 1968 – 28 Maret 1973
PresidenSoeharto
Sebelum
Pendahulu
Soetopo
Sebelum
Menteri Keuangan Indonesia ke-14
Masa jabatan
25 Juli 1966 – 6 Juni 1968
PresidenSoekarno
Sebelum
Pendahulu
Sumarno
Pengganti
Ali Wardhana
Sebelum
Menteri Pertanian Indonesia ke-14
Masa jabatan
24 Februari 1966 – 25 Juli 1966
PresidenSoekarno
Sebelum
Pendahulu
Sukarno
Pengganti
Sutjipto
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir(1926-10-04)4 Oktober 1926
Maumere, Nusa Tenggara Timur, Hindia Belanda
Meninggal31 Desember 2009(2009-12-31) (umur 83)
Jakarta, Indonesia
MakamSan Diego Hills
Partai politikPartai Katolik
PDI
PDI-P
Suami/istriJohanna Maria Pattinaja
Anak2
Tempat tinggalJl. Metro Kencana V Nomor 5
AlmamaterHollandsche Burgerschool
Katolieke Economische Hogeschool
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Dalam pemerintahan, posisi yang pernah diembannya antara lain adalah Menteri Perkebunan dalam Kabinet Kerja IV (1963-1964) dan Menteri Keuangan (1966-1968) sewaktu awal Orde Baru, serta Menteri Perhubungan (1968-1973) dalam Kabinet Pembangunan I.[1]

Riwayat Hidup

sunting

Masa muda

sunting

Franciscus Xaverius Seda yang lebih dikenal dengan panggilan Frans Seda dilahirkan di Maumere, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur, 4 Oktober 1926. Ia belajar di Kolese Xaverius Muntilan dan HBS (Hollandsche Burgerschool) di Surabaya. Gelar sarjana ekonomi diraih dari Katolieke Economische Hogeschool, Tilburg, Nederland (1956).

Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

sunting

Dalam masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, ia aktif sebagai anggota Lasykar KRIS (Kebangkitan Rakyat Indonesia Sulawesi) dan anggota Batalyon Paraja/Lasykar Rakyat GRISK/TNI Masyarakat (1945-1950); dikirim Markas Besar Biro Perjuangan di Yogyakarta ke Flores dan Surabaya; menjadi Ketua Pemuda Indonesia di Surabaya; anggota Panitia Pembubaran Negara Jawa Timur dan DPR Sementara Daerah Jawa Timur (RI) mewakili Pemuda; anggota Panitia Kongres Pemuda di Surabaya; peserta Kongres Umat Katolik Seluruh Indonesia I di Yogyakarta (1949-1950); anggota Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Nederland; serta pendiri/pengurus Ikatan Mahasiswa Katolik Indonesia (IMKI) di Nederland (1950-1956).

Karier politik

sunting

Setelah Indonesia merdeka, jabatan tinggi di pemerintahan dipegangnya, seperti pada masa Presiden Soekarno ia menjabat Menteri Perkebunan RI (1964-1966) pada usia 38 tahun dan selanjutnya menjadi Menteri Pertanian (1966). Kemudian pada masa Presiden Soeharto, ia memegang jabatan Menteri Keuangan (1966-1968) dalam keadaan keuangan Republik Indonesia di awal Orde Baru yang sangat tidak baik. Prestasi Frans Seda yang layak diapresiasi pada masa ini adalah bahwa Frans Seda mampu membawa ekonomi Indonesia ke arah yang lebih stabil setelah didera inflasi hingga 650%, mengarahkan Indonesia kembali dalam pergaulan masyarakat internasional, menerapkan kesatuan penganggaran Pemerintah pada Kementerian Keuangan serta menerapkan model anggaran penerimaan dan belanja yang berimbang; dua hal penting yang hingga kini masih diterapkan dalam dunia keuangan Indonesia. Inilah yang menurut pendapat Emil Salim, salah satu sahabat dekatnya adalah tidak berlebihan apabila kita menyebutnya sebagai Pahlawan Keuangan Indonesia. Selanjutnya, Frans Seda dipercaya sebagai Menteri Perhubungan (Pengangkutan, Komunikasi, Pariwisata, 1968-1973) dimana ia kemudian merintis penerbangan dan pelayaran perintis di berbagai daerah di Indonesia, khususnya di Indonesia bagian Timur, serta beberapa kawasan wisata unggulan seperti di Nusa Dua, Bali. Sesudahnya Frans Seda kemudian mendapatkan sederet jabatan di berbagai bidang, seperti: Duta Besar Republik Indonesia di Brussels untuk Masyarakat Ekonomi Eropa, Kerajaan Belgia dan Luksemburg (1973-1976); anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia (1976-1978); dan anggota Dewan Penasihat Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia (DP-KTI) di bawah pimpinan Presiden Soeharto kemudian dilanjutkan oleh Presiden B.J. Habibie (1996). Ia pun pernah menjadi Penasihat Presiden B.J. Habibie untuk bidang ekonomi (1998) dan selanjutnya pada tahun 1999 menjadi Penasihat Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri yang kemudian menjadi Presiden Republik Indonesia.

Dalam bidang politik, ia pernah menjadi Ketua Umum Partai Katolik (1961-1968), anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), mewakili golongan Katolik (1960-1964), dan anggota Dewan Penasehat Partai Demokrasi Indonesia (PDI) sejak 1971 (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) dan selanjutnya sejak 1997 menjadi anggota Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDI Perjuangan.

Karier di bidang usaha

sunting

Dalam dunia usaha, ia menjabat sebagai Presiden Dewan Komisaris PT. Narisa, Presiden Dewan Komisaris PT. Gramedia, Presiden Dewan Komisaris PT. Kompas Media Nusantara (yang menerbitkan harian umum nasional Kompas), anggota Dewan Komisaris PT. Bayer Indonesia, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia dan Asosiasi Perdagangan Tekstil Indonesia (1982-1988), Ketua Asian Federation of Textile Industries (1983-1985), anggota Dewan Penasehat untuk Asia dari Sears & Roebuck World Trade, Chicago, Amerika Serikat (1983-1984), Ketua Joint Working Party Indonesia United Kingdom (1981-1985), Presiden Komisaris PT Saowisata Seaside & Diving Resort, Ketua Komite Kerja Sama dalam nota kesepahaman antara negara Indonesia Bagian Timur dan Australia Utara, Ketua Karwell Group (Pabrik Tekstil untuk Ekspor), Presiden Komisaris PT Bank Shinta Indonesia, Presiden Komisaris PT Pantara Wisata Jaya (kerja sama dengan Japan Airlines dalam bidang promosi pariwisata), Presiden Komisaris PT. Hindoli (kerja sama antara PT Gowa Manurung Jaya dan Perusahaan Amerika PT. Cargill dalam perkebunan kelapa sawit di Sumatera Selatan), Presiden Komisaris PT. Philips Indonesia, Presiden Komisaris PT. British American Tobacco, Ketua Dewan Penasehat Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), serta Ketua Asosiasi Indonesia-Netherland (INA).

Dalam bidang pendidikan, ia adalah Pendiri dan Perintis Yayasan Atma Jaya dan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya (Unika Atma Jaya) yang juga tercatat sebagai Dekan pertama Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya (1961-1964) sekaligus Rektor pertama Unika Atma Jaya. Kemudian ia menjabat sebagai Ketua Umum Yayasan Atma Jaya (1962-1996), kemudian menjadi Ketua Kehormatan Yayasan Atma Jaya, dan bahkan pada saat Frans Seda meninggal pada akhir tahun 2009, ia masih tercatat sebagai Ketua Pembina Yayasan Atma Jaya. Frans Seda juga pernah menjadi Penasihat Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) dan Ketua Yayasan Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (PPM).

Kegiatan sosial dan keagamaan

sunting

Frans Seda juga mendampingi Sri Paus Paulus VI dalam kunjungan ke Indonesia pada tahun 1970. Selanjutnya Frans Seda menjadi Ketua Organizing Committee pada kunjungan Sri Paus Yohanes Paulus II ke Indonesia pada tahun 1989.

Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Bidang Dana Komite Olahraga Nasional Indonesia (1980-1982), anggota Dewan Harian Nasional Angkatan 1945, anggota Komisi Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian (Iustitia et Pax) di Vatican, Roma (1984-1989), serta anggota Dewan Pertimbangan Palang Merah Indonesia (PMI) Pusat, Ketua Dewan Pembina Yayasan Kebun Raya Indonesia (YKRI), Anggota Dewan Penyantun Pusat Kajian Australia, Universitas Indonesia (PKA-UI), dan Ketua Forum Indonesia-Nederland (FINED).

Penghargaan

sunting

Bintang kehormatan yang pernah diterimanya, seperti Grandcross of St. Silvester dari Paus Paulus VI di Vatican (1964); Grandcross in de Orde van Oranje Nassau dari Kerajaan Belanda; Grandcross de L’Ordre Royal du Saha Metrei dari (bekas) Kerajaan Kamboja (1968)[2]; Commander in the Order of Maritime Merit dari State California (USA) dan San Fransisco Port Authority, Governor Ronald Reagan (6 September 1968); Grandcross de L’Ordre de Leopold II dari Kerajaan Belgia (4 Juni 1970); Grandcross of St. Thomas University dari Filipina (1972), Bintang Mahaputra Adipradana II dari Republik Indonesia (10 Maret 1973), serta Honorary Member of the Order of the Australia (In Recognition for Service to the Development of Trade Links Between Australian and Indonesia), Agustus 1999 dari Pemerintah Australia.[1]

Kematian dan warisan

sunting

Frans sempat dirawat di Rumah Sakit Pondok Indah pada 30 November hingga 18 Desember 2009, ia mengeluh sakit tenggrokan dan sulit menelan. Frans meninggal dunia di rumahnya di kawasan Pondok Indah, Jakarta, pada 31 Desember 2009 pada usia 83 tahun.

Pada 2 Januari 2010, Frans dimakamkan di permakaman San Diego Hills, Karawang, Jawa Barat[3]

Sepeninggal ia, Yayasan Atma Jaya kemudian berinisiatif mengabadikan semangat ia yang membaktikan diri seutuhnya “Untuk Tuhan dan Tanah Air” dalam suatu kegiatan “Frans Seda Award”. “Frans Seda Award” yang diluncurkan 1 Juni 2011 lalu untuk pertama kalinya difokuskan pada bidang Pendidikan dan Kemanusiaan dan ditujukan pada seluruh warga negara Indonesia yang berusia maksimal 40 tahun yang memiliki karya nyata pada bidang Pendidikan maupun Kemanusiaan yang turut merawat, menanam dan mengembangkan ke-Indonesiaan sebagaimana diteladankan Frans Seda.

Referensi

sunting
  1. ^ a b c "Profil Frans Seda di website "Frans Seda Award"". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-10-06. Diakses tanggal 2012-09-04. 
  2. ^ Indonesia. Embassy (Cambodia), Nazaruddin Nasution (2002). Indonesia-Cambodia Forging Ties Through Thick and Thin. Kamboja: Embassy of the Republic of Indonesia. hlm. 32.  line feed character di |title= pada posisi 19 (bantuan)
  3. ^ Media, Kompas Cyber (2009-12-31). "Frans Seda Meninggal Dunia". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2023-09-09. 

Pranala luar

sunting
Jabatan politik
Didahului oleh:
Sumarno
Menteri Keuangan Indonesia
1966–1968
Diteruskan oleh:
Ali Wardhana
Didahului oleh:
Salimin Prawiro Sumarto
Menteri Perhubungan Indonesia
1968–1973
Diteruskan oleh:
Emil Salim
Didahului oleh:
Sukarno
Menteri Pertanian Indonesia
1966
Diteruskan oleh:
Soetjipto Soedjono
Jabatan diplomatik
Didahului oleh:
Johan Boudewijn Paul Maramis
Duta Besar Indonesia untuk Belgia
1973–1976
Diteruskan oleh:
Atmono Suryo