Gaya London (disebut juga gaya dispersi London atau hanya gaya dispersi) merupakan gaya tarik menarik antara atom dan molekul.[1] Gaya London merupakan bagian dari gaya antar molekul yang terjadi antara molekul nonpolar dengan molekul nonpolar. Gaya ini merupakan bagian dari Gaya van der Waals. Gaya dispersi London dinamai dari seorang fisikawan Jerman-Amerika Fritz London.

Gaya London

Pendahuluan sunting

 
Energi interaksi dimer argon. Bagian dengan rentang panjang disebabkan oleh gaya dispersi London

Molekul non polar terdiri atas inti-inti atom dan elektron-elektron. Inti-inti atom dan elektron-elektron selalu dalam keadaan bergerak. Andaikata atom-atom unsur gas mulia dianggap sebagai molekul monoatomik maka distribusi dari rata-rata inti atom dan elektron-elektron yang berlalu dalam keadaan bergerak disekitar inti atom menghasilkan pusat muatan positif dan pusat muatan negatif yang berimpit di satu titik sehingga sehingga molekul monoatomik tersebut bersifat nonpolar. Molekul nonatomik tersebut dapat digambarkan dengan lingkaran yang ditengahnya terdapat tanda ±. Awan elektron atau rapatan elektron dari molekul tersebut dianggap memiliki simetri bola (Spericelly symmetric)[2]

Dalam kondisi tersebut elektron-elektron yang terdapat di dalam molekul monoatomik dapat dianggap berada dalam kedudukan simetris. Jika di dalam molekul terdapat 2 elektron dan inti atom dengan 2 proton seperti pada atom helium, maka salah satu kedudukan simetris dari dua elektron tersebut dapat ditunjukkan pada gambar ditunjukkan 2 elektron tersebut kedudukan simetris ini terjadi pada saat dua elektron posisinya dihubungkan oleh pusat.[3]

Berkas:Gambar 1.3 Terjadinya Gaya London antara Molekul-Molekul Nonpolar, Versi Kedua.jpg
Terjadinya gaya London antara molekul-molekul monoatomik, versi kedua.

Terjadinya gaya London antara molekul-molekul monoatomik dapat dijelaskan dengan dua versi. Versi pertama, karena elektron selalu dalam keadaan bergerak maka pada suatu saat yang singkat dapat terjadi polarisasi rapatan elektron. Bentuka awan elektron dianggap mengalami devisiasi dari simetri bola. Hal ini menyebabkan pusat muatan positif dan pusat muatan negatif memisah dan molekul dikatakan memiliki dipol sesaat (Instataneous dipol) atau dipol sekejap.

Dalam waktu yang sangat singkat momen dipol sesaat ini akan hialang tetapi kemudian timbul kembali. Timbul dan hilangnya momen dipol sesaat ini dianggap terjadi secara terus menerus dan bergantian. Apabila didekatnya ada molekul nonpolar sejenis atau berbeda maka molekul dengan dipol sesaat ini akan menginduksi (mengimbas) molekul tersebut sehingga terjadi dipol induksian (induced dipol) atau dipol imbasan. setelah dua molekul tersebut membentuk dipol sesaat dan dipol induksian, maka keduanya terjadi gaya tarik elektromagnetik yang disebut gaya London.

Versi kedua, apabila dua molekul monoatomik nonpolar dengan elektron-elektron dalam kedudukan simetris saling mendekati, maka terjadi gaya tarik inti molekul sebelah kanan terhadap elektron-elektron terhadap molekul sebelah kiri (atas) sehingga kedudukan elektron pada molekul sebelah kiri tidak lagi simetris dan padanya terjadi dipol sesaat (tenggah). Pada saat kondisi tersebut awan elektron molekul kiri tidak lagi memiliki simentri bola. Molekul kiri dengan dipol sesaat ini menginduksi molekul sebalah kanan sehingga kedudukan elektron-elektron pada molekul sebelah kanan tidak lagi simetris dan padanya terjadi dipol induksian (bawah) pada kondisi tersebut awan elektron kanan tidak lagi memiliki simentri bola. Setelah pada dua molekul tersebut berbentuk dipol sesaat dan dipol induksian, maka antara keduanya terjadi gaya London.

Kebolehpolaran sunting

Pada waktu terjadi polarisasi, elektron-elektron dan inti atom dalam suatu molekul mengalami perpindahan dari posisi rata-ratanya. Mudah tidaknya dipol sesaat atau dipol indiksian terbentuk pada suatu molekul tergantung kepada kemudahan awan elektron untuk mengalami polarisasi, kemudahan awan elektron suatu molekul untuk dipolarisasi dinyatakan dengan kebolehpolaran (polarizabilities, dengan simbol α dan satuan m³). Dalam hal ini semakin mudah awan elektron suatu molekul dipolarisasi, maka kebolehpolaran molekul tersebut semakin tinggi pula.[4]

Kebolehpolaran suatu molekul tergantung pada jumlah dan bentuk awan elektron.[5] Untuk molekul-molekul dengan bentuk yang sama, bertambahnya jumlah elektron menyebabkan pengaruh inti atom terhadap awan elektron semakin lemah awan elektron semakin lunak sehingga semakin mudah dipolarisasi dan kebolehpolarannya semakin tinggi seperti ditunjukan tabel berikut.

Kebolehpolaran α beberapa molekul
Zat Bentuk α Zat Bentuk α

He

Bola

2,0

H₂

Linear

8,2

Ar

Bola

16,6

N₂

Linear

17,7

CH₄

Tetrahedral

26,0

CO₂

Linear

26,3

CCl₄

Tetrahedral

105

Jumlah elektron dalam suatu molekul berbanding lurus dengan massa molekulnya oleh karena itu kebolehpolaransuatu molekul semakin tinggi dengan bertambahnya massa molekulnya. Kenaikan kebolehpolaran molekul menyebabkan semakin mudahnya molekul tersebut membentuk dipol sesaat dan dipol induksian sehingga gaya London yang terjadi kuat.

Adanya gaya London antara molekul-molekul nonpolar menyebabkan pada waktu peleburan dan pendidihan diperlukan sejumlah energi untuk memperbesar jarak antara molekul-molekul nonpolar. Semakin kuat gaya London antar molekul-molekul, semakin besar pula energi yang digunakan untuk terjadinya peleburan dan pendidihan. Hal ini ditunjukkan dengan titik lebur dan titik didih zat seperti contoh pada tabel.

Titik lebur dan titik didih beberapa zat
Zat Bentuk Jumlah Elektron Ar (Mr) t.1 (°C) t.d (°C)

He

Bola

2

4,003

-270

-269

Ne

Bola

10

20,18

-249

-246

Ar

Bola

18

39,95

-189

-186

Kr

Bola

36

83,80

-157

-152

Xe

Bola

54

131,3

-112

-108

H₂

Linear

2

2,1060

-259

-252

N₂

Linear

14

28,0134

-210

-196

O₂

Linear

16

31,9988

-218

-183

F₂

Linear

18

37,9968

-220

-188

Cl₂

Linear

34

70,906

-101

-34,7

Br₂

Linear

106

159,808

-7,2

58,8

I₂

Linear

106

235,8090

114

184

CH₄

Tetrahedral

10

16,0334

-182

-162

CF₄

Tetrahedral

42

88,00

-184

-129

CCl₄

Tetrahedral

74

153,82

-23,0

76,8

CBr₄

Tetrahedral

146

331,65

92

190

Pengaruh kenaikan kekuatan gaya London terhadap titik lebur dan titik didih zat yang teramati pada sejumlah alkana tidak bercabang terlihat bahwa titik lebur dan titik didih alkana tidak bercabang cenderung naik dengan bertambahnya massa molekul alkana. Hal ini terjadi karena bertambahnya massa molekul alkana menyebabkan bertambahnya gaya London antara molekul-molekul alkana. Kenaikan gaya London juga terlihat pada fase alkana. Semakin banyak jumlah atom karbon pada alkana, fase alkana semakin dekat dengan fase terkondensasi (fase cair dan padat). Pada suhu ruang, alkana tidak bercabang dengan jumlah atom sampai empat memiliki fase gas, lima sampai sembilanbelas memiliki fase cair, dua puluh atau lebih memiliki fase padat

Kebolehpolaran molekul yang berisomer tegantung pada bentuknya. Dalam hal ini semakin tinggi tingkat simentri suatu molekul, maka awan elektronnya akan semakin sulit untuk dipolarisasi sehingga Kebolehpolarannya semakin rendah, akibat dipol sesaat molekul tersebut semakin sulit terbentuk. Molekul n-pentana dan neopentana merupakan senyawa yang berisomer tetapi dengan bentuk awan elektron yang berbeda. Molekul n-pentana yang berbentuk lurus awan elektronnya dapat dianggap bentuk silinder, sedangkan neopentana yang berbentuk tetrahedral awan elektronnya dapat dianggap berbentuk bola. Karena bola lebih simetri daripada silinder n-pentana lebih mudah dipopularisasi daripada awan elektron neopentana, kebolehpolaran n-pentana lebih tinggi daripada kebolehpolaran neopentana. Akibatnya pada molekul n-pentana lebih mudah terbentuk dipol sesaat atau dipol induksian dibanding pada molekul neopentana. Mudahnya dipol sesaat dan dipol induksian terbentuk memperbesar kekuatan gaya London yang terjadi.

Secara umum dapat dinyatakan bahwa titik lebur dan titik didih senyawa-senyawa yang berantai lurus lebih tinggi daripada titik lebur dan titik didih senyawa-senyawa bercabang isomernya, sebagaimana terlihat pada contoh dalam tabel berikut

Titik lebur dan titik didih butana dan pentana beserta isomernya
Senyawa t.l (°C) t.d (°C) Senyawa t.l (°C) t.d (°C)

n-Butana

-138

-0,5

n-Pentana

-130

36,3

2-Metilpropana

-160

-11,7

2-Metilbutana

-158

27,9

2,2-Dimetilpropana

-15,9

9,5

Gaya London merupakan gaya yang lemah. Kekuatannya 1 sampai 10 kJ/mol. Meskipun demikian gaya ini amat penting, karena tanpa adanya gaya London senyawa-senyawa nonpolar tidak mungkin dapat dicairkan dan dipadatkan.[6]

Teori mekanika kuantum gaya dispersi sunting

Penjelasan pertama daya tarik antara atom gas mulia diberikan oleh Fritz London pada tahun 1930.[7][8][9] Ia menggunakan teori mekanika kuantum yang didasarkan pada teori perturbasi orde kedua. Perturbasi ini disebabkan oleh interaksi Coulomb antara elektron dan nukleus dari dua bagian (atom atau molekul). Ekspresi perturbasi orde kedua dari energi interaksi mengandung jumlah keadaan. Keadaan yang muncul dalam jumlah ini adalah produk sederhana dari keadaan elektronik monomer yang distimulasi. Jadi, tidak ada antisimetrasi antar-molekul dari keadaan elektronik yang disertakan dan prinsip larangan Pauli hanya sebagian terpuaskan.

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ "Chemguy Chemistry P5T8S9". YouTube. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-05-10. Diakses tanggal 1 April 2013. 
  2. ^ Margenau, Henry (1938). "Quadrupole Contributions to London's Dispersion Forces". J. Chem. Phys. 6: 896. doi:10.1063/1.1750184. 
  3. ^ Wilcox, C. J. (1998). "London Dispersion Forces and "The Wave"". J. Chem. Educ. 75 (10): 1301. doi:10.1021/ed075p1301. 
  4. ^ Donath, W. E. (1963). "Atomic Calculations. II. Polarizabilities and London Force Constants for F-, Ne, and Na+". J. Chem. Phys. 39: 2685. doi:10.1063/1.1734082. 
  5. ^ Broussard, J. T.; Kestner, N. R. (1970). "Multipole Polarizabilities and London Dispersion Forces of He and Li+ Using Double Perturbation Theory". J. Chem. Phys. 53: 1507. doi:10.1063/1.1674202. 
  6. ^ Effendy (2006). Teori VSEPR, Kepolaran dan Gaya Antarmolekul. Malang: Bayumedia Publishing. ISBN 979-369-506-4. 
  7. ^ R. Eisenschitz & F. London (1930), "Über das Verhältnis der van der Waalsschen Kräfte zu den homöopolaren Bindungskräften", Zeitschrift für Physik, 60 (7–8): 491–527, Bibcode:1930ZPhy...60..491E, doi:10.1007/BF01341258 
  8. ^ London, F. (1930), "Zur Theorie und Systematik der Molekularkräfte", Zeitschrift für Physik, 63 (3–4): 245, Bibcode:1930ZPhy...63..245L, doi:10.1007/BF01421741  dan London, F. (1937), Zeitschrift für Physikalische Chemie, 33: 8–26  Tidak memiliki atau tanpa |title= (bantuan). Terjemahan Bahasa Inggris dalam Parr, Robert G. (2000), H. Hettema, ed., "Quantum Chemistry, Classic Scientific Papers", Physics Today, Singapore: World Scientific, 54 (6): 63, Bibcode:2001PhT....54f..63H, doi:10.1063/1.1387598 
  9. ^ F. London (1937), "The general theory of molecular forces", Transactions of the Faraday Society, 33: 8–26, doi:10.1039/tf937330008b