Hatopan Kristen Batak
Hatopan Kristen Batak (disingkat HKB) didirikan di Balige pada tanggal 28 September 1917. Tujuan perkumpulan ini adalah memperkokoh persatuan umat Kristen Batak, meningkatkan kesadaran Kristiani, dan memajukan kehidupan sosial masyarakat Batak.[1]
Ideologi
suntingHKB didasari pada ajaran Kekristenan dalam menjalankan organisasinya. Meskipun pada perkembangannya HKB tidak selalu sejalan dengan gereja dan misionaris. HKB juga menjadi oposisi terhadap Pemerintahan Hindia Belanda yang diwakili Keresidenan Tapanuli. HKB terlihat menjadi anti kolonial. Terutama setelah ketua pertamanya, Tuan Mangaraja Hezekiel Manullang, ternyata anggota Insulinde.
Sejarah
suntingHKB merupakan gerakan kebangkitan Politik di Tapanuli yang dipengaruhi berbagai peristiwa politik yang muncul di Hindia Belanda dan Eropa. HKB secara harafiah dapat diartikan Perkumpulan Batak Kristen. Sejarah dari organisasi ini memang tidak dapat lepas dari kekuasaan gereja. Dimana, perpindahan orang Batak Toba menjadi Kristen menjadi penanda bahwa kekuatan sahala telah berpindah dari para datu kepada para misionaris. Sehingga, ketika itu, gereja menjadi kekuatan yang besar dan penting dalam struktur orang Batak Toba.[2]
Keberhasilan para misionaris Jerman di Tanah Batak itu menghasilkan suatu generasi terdidik yang berpkiprah menjadi guru (735 orang), penginjil (22 orang), dan Pendeta (38 orang).[3]
Sehingga, dari generasi terdidik inilah mulai mengorganisir diri dalam suatu perkumpulan tersendiri yang dimotori oleh Tuan Manullang bersama Gideon Pangaribuan (mantan guru), Kilian Lumban Tobing (mantan pendeta), dan Polin Siahaan (seorang guru yang juga putra mantan jaihutan dari Balige). Menurut Lance Castles, Tuan Manullang terispirasi dari Komisi Liefrink, juga ditambah dengan suasana penuh pergolakan dari kaum Sarikat Islam dan Parhudamdam.
Tujuan
suntingUntuk memperjuangkan kesetaraan orang Batak dalam gereja dan Pemerintahan serta memperjuangkan hak-hak masyarakat Tapanuli. Saat itu, kedudukan orang Batak sebagai pendeta (Pandita Batak) dianggap lebih rendah dari pendeta dari Zending (Tuan Pandita), sehingga Pandita Batak belum boleh memimpin jemaat. Selain itu, terjadi juga perampasan tanah untuk dijadikan perkebunan dengan hak erfpacht. Dalam hal ini HKB aktif memperjuangkan penghapusan hak erfpacht yang melanggar hak-hak kepemilikan marga.[4] Oleh karena itu, pada perkembangannya, HKB terbelah dalam dua program yaitu mementang misi (Zending) dan bahu membahu dengan misi menentang usaha perkebunan.
Pimpinan
suntingHatopan Kristen Batak (HKB) pernah menyelenggarakan kongres dalam menentukan pimpinan dan program perkumpulan.
| 1 | Tuan Mangaraja Hezekiel Manullang | Kongres I | Februari 1918 | |
| 2 | Kongres II | |||
| 3 | Kongres III | |||
| 4 | Sutan Sumurung Lumban Tobing | Kongres IV | Maret 1920 |
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ Castles 2001, hlm. 96.
- ^ Castles 2001, hlm. 105—106.
- ^ F. Brinkscmidt, "Welche Wege sind einzuschlagen, um unsere Gemeinden zur finanziellen Selbstandigkeit zu erziehen?", Refereat pada RMG, Barmen, 2 Juli 1914 dalam Castles, Lance. Kehidupan Politik Suatu Keresidenan di Sumatra: Tapanuli 1915-1940, (Jakarta:KPG, 2001). Hal. 106
- ^ Castles 2001, hlm. 116—117.
Daftar pustaka
sunting- Castles, Lance (2001). Kehidupan Politik Suatu Keresidenan di Sumatra: Tapanuli 1915—1940. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-979-9023-65-0.
- Simanjuntak, Bungaran Antonius (2009). Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak Toba: Bagian Sejarah Batak. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. ISBN 978-602-4331-48-1.