Habib Burquibah (حبيب بورقيبة) (3 Agustus 1903 – 6 April 2000) atau disebut dengan Habib Bourguiba dalam bahasa Prancis ialah Presiden Tunisia dari 25 Juli 1957 hingga 7 November 1987. Ia sering disamakan dengan pemimpin Turki Kemal Atatürk sebab reformasi sekuler yang dilakukan selama pemerintahannya.

Habib Burquibah
Presiden Tunisia 1
Masa jabatan
25 Juli 1957 – 7 November 1987
Perdana Menteri Tunisia 2
Masa jabatan
11 April 1956 – 25 Juli 1957
Penguasa monarkiMuhammad VIII
Sebelum
Pengganti
Dirinya sendiri
sebagai Presiden Tunisia
Menteri Luar Negeri Tunisia
Masa jabatan
1956–1957
Sebelum
Pendahulu
jabatan baru
Pengganti
Sadok Mokadem
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir(1903-08-03)3 Agustus 1903
Monastir, Tunisia Prancis
Meninggal6 April 2000(2000-04-06) (umur 97)
Monastir, Monastir
Tunisia
Suami/istriMathilde Lorrain (istri ke-1)
Wassila Ben Ammar (istri ke-2)
Situs webHabib Bourguiba
IMDB: nm4849151 Discogs: 4158028 Find a Grave: 13789527 Modifica els identificadors a Wikidata
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Latar belakang dan ‘pejuang kemerdekaan’

sunting

Habib Burquibah terlahir di kota pesisir Monastir. Ia belajar hukum di Universitas Paris. Ia menjadi anggota Partai Destour (Konstitusi) yang netral pada 1921. Ia menginginkan aksi politik yang lebih tegas, sehingga membentuk Partai Neo-Destour pada 1934 untuk 'kemerdekaan Tunisia.' Partai ini dilarang pemerintah kolonial Prancis karena memimpin perlawanan rakyat terutama buruh untuk mogok dan unjuk rasa. Karena kegiatan politiknya, Bourguiba dipenjara di Prancis (1934-1936 dan 1938-1943), namun melarikan diri ke Timur Tengah (1945-1949) dan berkeliling dunia (1951) untuk memperjuangkan 'kemerdekaan' Tunisia. Pada Februari 1952 ia dan pemimpin Neo-Destour lainnya ditangkap sehingga menimbulkan unjuk rasa dan kerusuhan di seluruh pelosok Tunisia. Pada 27 Februari 1956, ia memimpin delegasi Tunisia untuk perundingan kemerdekaan di Paris, dan sebulan kemudian Prancis secara resmi mengakui 'kemerdekaan' Tunisia.

Habib Burquibah menikah dengan wanita Prancis bernama Mathilde le Fras (Mathilde Lorrain), dan memiliki seorang putra bernama Habib Bourguiba Jr. Pasangan ini cerai pada 1961. Bourguiba lalu menikah dengan Wassila ben Amar yang berakhir dengan perceraian pada 1986.

Presiden Tunisia

sunting
 
Mausoleum Burquibah di Monastir.

Bourguiba diangkat sebagai presiden pada 1957 setelah tergulingnya Bey Muhammad al-Amin, Raja Tunisia. Melihat pada paham moderat, ia memperjuangkan sekularisme dan hak wanita.

Akibat dipengaruhi oleh pemikiran bebas, Habib Bourguiba selalu mengkritik Islam. Secara eksplisit ia menentang pemahaman dan ketentuan syariat. Ketentuan syariat yang sudah jelas dilarang dan dihina. Saat berpidato di depan mahasiswa jurnalistik mengenai sejarah perjuangan Muhammad, secara vulgar ia menyerang ajaran Islam. Ia menyatakan Al-Qur'an mengandung sekian kekeliruan yang tak bisa lagi diterima akal rasional. Muhammad dianggapnya sebagai manusia yang kebanyakan mengembara dan mendengar hikayat, dongeng, dan legenda murahan saat itu. Iapun menyatakan, secara sengaja ke dalam Al-Qur'an ditambahkan kisah Musa. Tambahan pula, menurutnya umat terlalu mendewa-dewakan Muhammad dengan berulang-ulang mengiringi sebutan Muhammad.

Sejak ia menerima tampuk kekuasaan, ia menyusun makar untuk menghancurkan Islam berikut institusi pengusung, nilai, ulama dan aktivisnya. Ia menutup Universitas az-Zaytunah, universitas tertua di Afrika, padahal universitas ini menjadi pusat pendidikan Islam di Afrika dan Eropa meski saat Prancis menjajah Tunisia.

Salah satu tujuan makar Habib Bourguiba ialah membaratkan Tunisia, sehingga bahasa Arab diganti bahasa Prancis sebagai bahasa pergaulan masyarakat maupun bangsawan. Mahkamah Syari’at diganti dengan Mahkamah Sipil yang peraturan Undang-Undangnya mengadopsi sepenuhnya UU Barat.

Dalam usahanya melemahkan institusi Islam, Bourguiba merencanakan UU yang bertujuan merampas harta wakaf di seluruh Tunisia, padahal harta wakaf merupakan 33% kekayaan Tunisia. Sekolah dan madrasah yang mengajarkan Al-Qur'an ditutup. UU lain dikeluarkan demi melegalkan praktik mesum selama disetujui kedua belah pihak.

Kampanye anti Islam mencapai puncaknya saat pada Maret 1974 Habib Bourguiba menyeru rakyatnya agar meninggalkan kewajiban berpuasa. Menurutnya syariat berpuasa dianggap sebagai batu penghalang pertumbuhan ekonomi.

Ia terpilih sebagai Presiden Seumur Hidup oleh parlemen Tunisia pada 1975. Program liberalisasi dimulai pada 1981 menyusul berhentinya PM konservatif Hédi Nouira.

Ribuan wanita Islam disingkirkan dari pegawai pemerintahan dan pusat pendidikan. Banyak yang dilarang berhijab dalam kehidupan umum seperti rumah sakit dan jalan raya. Meski dilarang UU dan dipersempit aparat keamanan, para pemakai jilbab di Tunisia tetap semakin banyak jumlahnya. Pemakaian jilbab di sana dilarang menurut UU No.108 tahun 1981. Isinya menegaskan bahwa jilbab ialah busana etnis/kelompok yang bukan kewajiban agama. Sehingga dalam UU itu ditulis larangan berjilbab di sekolah dan perguruan tinggi.

Akibatnya timbul hubungan yang tidak harmonis antara Presiden Habib Bourguiba dengan gerakan Islam. Hubungan ini karena Bourguiba dipengaruhi oleh pemikiran bebas. Misalnya saat ia mengambil inspirasi pengalaman dan warisan Revolusi Prancis tentang ‘persahabatan’ negara dan gereja dalam melaksanakan pemerintahan. Dengan berkedok agama, ia memberangus Islam yang diyakininya tidak sesuai pemahaman Islamnya. Padahal ia ternyata memakai Islam sebagai kedok saja. Ia mengadopsi pemahaman pemikir Prancis yang menyatakan semua hal terdahulu pasti usang, sehingga ia menganggap Islam itu usang sebab warisan nenek moyang. Menurutnya, institusi keagamaan merupakan batu penghalang utama bagi pembangunan negara. Baginya, Tunisia memerlukan asas pembangunan baru menurut ‘pemikiran ilmu tulen’ dan meninggalkan ‘pemikiran Islam.’

Kejatuhan dan kematian

sunting

Kepresidenannya berakhir saat usia lanjut serta keadaan uzur sehingga PM Zainal Abidin bin Ali melancarkan kudeta melawan pemerintahannya. Bourguiba kemudian dikenakan tahanan rumah di Monastir hingga kematiannya.

Jabatan politik
Didahului oleh:
Muhammad VIII al-Amin
sebagai Raja Tunisia
Presiden Tunisia
1957–1987
Diteruskan oleh:
Zainal Abidin bin Ali