Bendera Jepang
Bendera nasional Jepang adalah sebuah bendera berbidang putih dengan lingkaran merah tua di tengahnya. Bendera ini secara resmi disebut Nisshōki (日章旗 , "bendera matahari"), namun secara umum dikenal sebagai Hinomaru (日の丸 , "lingkaran matahari").
Nama | Nisshōki[1] atau Hinomaru[2] |
---|---|
Pemakaian | Bendera negara dan sipil |
Perbandingan | 2:3[1] |
Dipakai | 27 Februari 1870 (sebagai bendera sipil menurut Proklamasi No. 57); 13 Agustus 1999 (sebagai bendera nasional dan sedikit modifikasi pada desain bendera) |
Rancangan | Sebuah lingkaran matahari berwarna merah yang berada di tengah bidang berwarna putih |
Varian bendera Jepang | |
Pemakaian | Bendera angkatan laut |
Perbandingan | 2:3[3] |
Dipakai | Awalnya diperkenalkan pada 7 Oktober 1889; Diadopsi ulang pada tanggal 30 Juni 1954 |
Rancangan | Bendera Matahari Terbit digunakan oleh Angkatan Laut Bela Diri Jepang; Latar belakang putih dengan lingkaran merah yang berada agak ke kiri dengan 16 garis sinar memancar dari lingkaran ke tepi bendera. |
Bendera Nisshōki ditetapkan sebagai bendera nasional dalam Undang-Undang mengenai Bendera Nasional dan Lagu Kebangsaan, yang diumumkan dan mulai berlaku pada 13 Agustus 1999. Meskipun tidak terdapat undang-undang yang menetapkan bendera nasional sebelumnya, bendera matahari telah menjadi bendera nasional Jepang secara de facto. Dua proklamasi dikeluarkan pada tahun 1870 oleh Daijō-kan, badan pemerintahan pada awal Zaman Meiji, yang masing-masing memiliki ketentuan mengenai rancangan bendera nasional. Bendera matahari dipakai sebagai bendera nasional untuk kapal-kapal dagang menurut Proklamasi No. 57 tahun 3 Meiji (dikeluarkan pada 27 Februari 1870), dan sebagai bendera nasional yang digunakan oleh Angkatan Laut menurut Proklamasi No. 651 tahun 3 Meiji (dikeluarkan pada 27 Oktober 1870). Penggunaan Hinomaru sangat dibatasi selama awal pendudukan sekutu di Jepang setelah Perang Dunia II; pembatasan ini kemudian dilonggarkan.
Pada awal sejarah Jepang, motif Hinomaru digunakan pada bendera daimyo dan samurai. Menurut sejarah kuno Shoku Nihongi, Kaisar Mommu menggunakan bendera yang melambangkan matahari di istananya pada tahun 701, dan peristiwa tersebut merupakan catatan pertama tentang penggunaan bendera bermotif matahari di Jepang. Bendera tertua yang masih ada disimpan di kuil Unpō-ji, Kōshū, Yamanashi, yang dibuat sebelum abad ke-16, dan sebuah legenda kuno menceritakan bahwa bendera itu diberikan pada pihak kuil oleh Kaisar Go-Reizei pada abad ke-11.[4][5][6] Selama Restorasi Meiji, bendera lingkaran matahari dan Bendera Matahari Terbit dalam Angkatan Laut Kekaisaran Jepang menjadi simbol utama bagi Kekaisaran Jepang. Poster propaganda, buku, dan film menggambarkan bendera tersebut sebagai sumber kebanggaan dan patriotisme. Pada rumah-rumah Jepang, masyarakat diwajibkan untuk mengibarkan bendera tersebut selama hari libur nasional, perayaan, dan hari-hari tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah.
Persepsi masyarakat berbeda-beda terhadap bendera nasional tersebut. Bagi sebagian orang Jepang, bendera tersebut melambangkan Jepang, dan tidak ada bendera lain yang dapat menggantikannya. Namun, bendera tersebut tidak sering dikibarkan di Jepang karena hubungannya dengan ultranasionalisme. Penggunaan bendera dan lagu kebangsaan Kimigayo menjadi topik perdebatan di sekolah-sekolah Jepang sejak akhir Perang Dunia II (Perang Pasifik). Perselisihan tentang penggunaan bendera tersebut menyebabkan protes dan tuntutan hukum. Bagi orang Okinawa, bendera tersebut merepresentasikan peristiwa Perang Dunia II dan pendudukan tentara Amerika Serikat. Bagi beberapa negara yang pernah diduduki oleh Jepang, bendera tersebut merupakan simbol agresi dan imperialisme. Hinomaru digunakan sebagai alat untuk melawan negara-negara pendudukan untuk tujuan intimidasi, menegaskan dominasi Jepang, atau penaklukan. Meskipun berkonotasi negatif, sumber-sumber dari Barat dan Jepang mengklaim bahwa bendera tersebut merupakan simbol yang kuat dan abadi bagi Jepang. Beberapa panji-panji militer Jepang didasarkan pada Hinomaru, termasuk panji angkatan laut yang bermotif matahari terbit. Hinomaru juga berfungsi sebagai pola acu bagi bendera Jepang lainnya yang digunakan untuk penggunaan umum dan pribadi.
Sejarah
Sebelum tahun 1900
Asal mula keberadaan Hinomaru tidak diketahui secara pasti,[7] namun tampaknya matahari terbit memiliki beberapa makna simbolis sejak awal abad ke-7. Pada tahun 607, sebuah korespondensi resmi yang dimulai dengan "dari kaisar matahari terbit" dikirim kepada Kaisar Yang dari Sui di Tiongkok.[8] Jepang sering disebut sebagai "negeri matahari terbit".[9] Dalam karya sastra pada abad ke-12, Heike Monogatari, tertulis bahwa Samurai membawa kipas yang bergambar matahari.[10] Salah satu legenda yang terkait dengan bendera nasional dikaitkan dengan biksu Nichiren. Konon, selama invasi Mongol ke Jepang pada abad ke-13, Nichiren mempersembahkan bendera matahari tersebut kepada seorang shogun yang berupaya mematahkan serangan bangsa Mongol.[11] Matahari juga memiliki kaitan erat dengan keluarga kaisar Jepang, karena legenda menyatakan bahwa takhta kekaisaran diturunkan dari Amaterasu, sang dewi matahari.[12][13]
Salah satu bendera Jepang tertua disimpan di kuil Unpo-ji di Prefektur Yamanashi. Legenda mengatakan bahwa bendera tersebut diberikan oleh Kaisar Go-Reizei kepada Minamoto no Yoshimitsu, yang diperlakukan sebagai harta keluarga oleh klan Takeda selama 1000 tahun,[14] dan setidaknya telah ada jauh sebelum abad ke-16.
Catatan terawal tentang bendera-bendera yang ada di Jepang berasal dari masa penyatuan Jepang pada akhir abad ke-16. Bendera-bendera tersebut dimiliki oleh masing-masing daimyo dan pada umumnya dikibarkan dalam pertempuran. Sebagian besar berupa pataka atau panji-panji yang menampilkan mon (lambang keluarga) dari daimyo yang bersangkutan. Setiap anggota keluarga—misalnya putra, ayah, dan saudara—juga memiliki bendera masing-masing yang dibawa ke medan perang. Bendera-bendera tersebut digunakan sebagai sarana pembeda, dan dipasang pada kuda serta punggung para prajurit. Para jenderal juga memiliki benderanya sendiri, yang sebagian besar berbeda dengan bendera para prajurit karena bentuknya persegi.[15]
Pada tahun 1854, selama keshogunan Tokugawa, kapal-kapal Jepang diperintahkan untuk mengibarkan Hinomaru untuk membedakan diri mereka dengan kapal-kapal asing.[10] Sebelumnya, bendera Hinomaru dengan desain berbeda-beda dikibarkan pada kapal-kapal yang berdagang dengan Amerika dan Rusia.[7] Hinomaru ditetapkan sebagai bendera perdagangan Jepang pada tahun 1870, dan merupakan bendera nasional resmi dari tahun 1870 hingga 1885, menjadikannya bendera nasional pertama yang diadopsi Jepang.[16][17]
Meskipun gagasan mengenai lambang nasional terdengar asing bagi orang Jepang, Pemerintah Meiji membutuhkannya untuk berkomunikasi dengan dunia luar. Lambang nasional menjadi sangat penting setelah pendaratan Komodor AS Matthew Perry di Teluk Yokohama.[18] Kemudian Pemerintah Meiji menetapkan simbol nasional lainnya sebagai identitas bangsa Jepang, termasuk lagu kebangsaan Kimigayo dan segel kekaisaran.[19] Pada tahun 1885, semua peraturan sebelumnya yang tidak diterbitkan dalam Lembaran Negara Jepang dihapuskan.[20] Berdasarkan keputusan kabinet baru tersebut, Hinomaru adalah bendera nasional secara de facto karena tidak ada peraturan yang menggantikannya setelah Restorasi Meiji.[21]
Konflik awal dan Perang Pasifik
Penggunaan bendera nasional berkembang seiring dengan upaya Jepang membangun kekaisarannya, dan Hinomaru digunakan pada perayaan kemenangan Jepang atas Perang Tiongkok-Jepang Pertama dan Perang Rusia-Jepang. Bendera tersebut juga digunakan dalam situasi perang di seluruh negeri.[22] Sebuah film propaganda Jepang pada tahun 1934 menggambarkan bendera nasional asing sebagai rancangan yang buruk atau tidak sempurna, sementara bendera Jepang terlihat sempurna dari segala aspek.[23] Pada tahun 1937, sekelompok perempuan dari Prefektur Hiroshima menunjukan solidaritasnya terhadap tentara Jepang yang berperang di Tiongkok selama Perang Tiongkok-Jepang Kedua, dengan memakan "hinomaru bento" yang berupa nasi (bidang putih) dengan umeboshi (bulatan merah) di tengahnya. Hinomaru bento menjadi simbol utama mobilisasi perang dan solidaritas Jepang terhadap tentaranya sampai tahun 1940-an.[24]
Kemenangan awal Jepang dalam Perang Tiongkok-Jepang mengakibatkan penggunaan kembali Hinomaru dalam perayaan. Bendera tersebut terlihat di tangan masyarakat Jepang selama parade berlangsung.[22]
Buku-buku selama zaman tersebut juga memiliki Hinomaru yang dicetak dengan berbagai slogan yang mengekspresikan pengabdian kepada kaisar dan negara. Patriotisme diajarkan sebagai kebajikan kepada anak-anak Jepang. Ungkapan patriotisme, seperti mengibarkan bendera atau menyembah kaisar setiap hari, adalah sebagian sifat dari "orang Jepang yang baik."[25]
Bendera Hinomaru merupakan alat imperialisme Jepang di wilayah Asia Tenggara yang diduduki selama Perang Dunia II: masyarakat diwajibkan mengibarkan bendera tersebut,[26] dan para pelajar menyanyikan Kimigayo ketika upacara pengibaran bendera pada pagi hari.[27] Bendera lokal diizinkan berkibar di beberapa wilayah seperti Filipina, Indonesia, dan Manchukuo.[28] [29][30] Di Korea yang merupakan bagian dari Kekaisaran Jepang, Hinomaru dan simbol lainnya digunakan untuk menyatakan bahwa orang Korea merupakan subjek kekaisaran.[31]
Bagi orang Jepang, Hinomaru merupakan "bendera matahari terbit yang menyinari kegelapan di seluruh dunia."[32] Bagi orang Barat, bendera tersebut merupakan salah satu simbol militer Jepang yang paling kuat.[33]
Pendudukan AS
Hinomaru adalah bendera Jepang secara de facto selama Perang Dunia II dan masa pendudukan.[21] Selama pendudukan Amerika atas Jepang setelah Perang Dunia II, izin dari Panglima Tertinggi Sekutu diperlukan untuk mengibarkan Hinomaru.[34][35] Beberapa sumber memberi keterangan berbeda mengenai batasan penggunaan bendera Hinomaru; salah satunya menggunakan istilah "dilarang".[36][37] Meskipun pembatasannya dilakukan secara besar-besaran, pelarangan tidak dilakukan secara langsung.[21]
Setelah Perang Dunia II, sebuah bendera digunakan oleh kapal-kapal sipil Jepang yang berasal dari Lembaga Kendali Perkapalan Angkatan Laut Amerika Serikat untuk Armada Niaga Jepang.[38] Bendera yang dimodifikasi dari kode sinyal "E" tersebut digunakan dari September 1945 sampai pendudukan AS atas Jepang berakhir.[39] Kapal-kapal AS yang beroperasi di perairan Jepang menggunakan sebuah modifikasi bendera sinyal "O" sebagai bendera mereka.[40]
Pada 2 Mei 1947, Jenderal Douglas MacArthur mencabut larangan pengibaran Hinomaru di lapangan Gedung Parlemen Nasional, Istana Kekaisaran, tempat tinggal Perdana Menteri dan gedung Dewan Tertinggi dengan ratifikasi Konstitusi Jepang yang baru.[41][42] Pembatasan tersebut semakin dilonggarkan pada tahun 1948, ketika orang-orang diizinkan untuk mengibarkan bendera tersebut pada hari libur nasional. Pada Januari 1949, pembatasan dihapuskan dan setiap orang dapat mengibarkan Hinomaru setiap saat tanpa meminta izin. Akibatnya, sekolah-sekolah dan rumah-rumah bersemangat untuk mengibarkan Hinomaru hingga awal tahun 1950-an.[34]
Pascaperang hingga tahun 1999
Sejak Perang Dunia II, bendera Jepang dikritik karena keterkaitannya dengan kemiliteran negara tersebut pada masa lalu. Keberatan serupa juga diajukan pada lagu kebangsaan Jepang saat ini, Kimigayo.[14] Kesan terhadap Hinomaru dan Kimigayo mewakili perubahan umum dari sikap patriotik mengenai "Dai Nippon" – Jepang Raya – menjadi sikap pasifis dan anti-militer "Nihon". Karena pergeseran ideologi tersebut, bendera tersebut jarang dikibarkan di Jepang setelah masa perang meskipun pembatasan telah dicabut oleh SCAPJ pada tahun 1949.[35][43]
Ketika Jepang mulai membangun kembali negaranya secara diplomatis, Hinomaru digunakan sebagai alat politik di luar Jepang. Dalam kunjungan Kaisar Hirohito dan Permaisuri Kōjun ke Belanda, Hinomaru dibakar oleh warga Belanda yang menuntut agar mereka dipulangkan.[44] Di dalam negeri, bendera tersebut bahkan tidak digunakan dalam unjuk rasa terhadap Perjanjian Status Pasukan yang sedang dirundingkan antara AS dan Jepang. Bendera yang umumnya digunakan oleh serikat pekerja dan pengunjuk rasa adalah bendera merah untuk pemberontakan.[45]
Isu mengenai Hinomaru dan lagu kebangsaan Jepang diangkat kembali ketika Tokyo menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas 1964. Sebelum Olimpiade, ukuran lingkaran matahari dari bendera tersebut diubah lebih kecil supaya tidak terlihat mencolok ketika sedang dikibarkan dengan bendera nasional lainnya.[35] Tadamasa Fukiura, seorang spesialis warna, memilih untuk mengatur lingkaran matahari tersebut dengan perbandingan dua banding tiga dari panjang bendera tersebut. Fukiura juga memilih warna bendera untuk Olimpiade Musim Panas 1964 serta Olimpiade Musim Dingin 1998 di Nagano.[46]
Pada tahun 1989, peristiwa kematian Kaisar Hirohito mengangkat kembali isu moral mengenai bendera nasional. Kaum konservatif merasa bahwa bendera tersebut dapat digunakan pada saat upacara tanpa membuka kembali luka lama sehingga memungkinkan mereka untuk menerima Hinomaru sebagai bendera nasional tanpa mempertanyakan maknanya.[47] Selama masa berkabung enam hari, bendera-bendera dikibarkan dalam keadaan setengah tiang atau disertai dengan kain hitam di seluruh Jepang.[48] Meskipun terdapat laporan mengenai pengunjuk rasa yang merusak Hinomaru pada hari pemakaman kaisar,[49] hak sekolah untuk mengibarkan Hinomaru dalam posisi setengah tiang tanpa syarat membawa kesuksesan bagi kaum konservatif.[47]
Sejak tahun 1999
Undang-Undang mengenai Bendera Nasional dan Lagu Kebangsaan disahkan pada tahun 1999, menetapkan Hinomaru dan Kimigayo sebagai simbol nasional Jepang. Pengesahan undang-undang tersebut berawal dari aksi bunuh diri Ishikawa Toshihiro, kepala SMA Sera di Sera, Hiroshima, yang tidak dapat menyelesaikan perselisihan antara dewan sekolah dan para guru mengenai penggunaan Hinomaru dan Kimigayo.[50][51] Undang-undang tersebut merupakan salah satu undang-undang paling kontroversial yang disahkan oleh Diet sejak "Hukum mengenai Kerjasama untuk Operasi Pemeliharaan Perdamaian PBB dan Operasi Lainnya" pada tahun 1992, dikenal juga sebagai "Hukum Kerjasama Perdamaian Internasional".[52]
Perdana Menteri Keizō Obuchi dari Partai Demokratik Liberal (PDL) memutuskan untuk merancang undang-undang untuk menjadikan Hinomaru dan Kimigayo sebagai simbol resmi Jepang pada tahun 2000. Ketua Kabinet Sekretaris, Hiromu Nonaka, menginginkan undang-undang tersebut diselesaikan pada peringatan 10 tahun penobatan Kaisar Akihito.[53] Ini bukan pertama kalinya undang-undang dipertimbangkan untuk menetapkan kedua simbol sebagai resmi. Pada tahun 1974, dengan latar belakang kembalinya Okinawa ke Jepang pada tahun 1972 dan krisis minyak 1973, Perdana Menteri Tanaka Kakuei mengisyaratkan sebuah undang-undang yang disahkan untuk mengabadikan kedua simbol dalam hukum Jepang.[54] Selain menginstruksikan sekolah-sekolah untuk mengajarkan dan menyanyikan Kimigayo, Tanaka ingin para pelajar mengibarkan bendera Hinomaru pada upacara pagi, dan untuk mengadopsi sebuah kurikulum moral berdasarkan elemen-elemen tertentu dari Perintah Kaisar tentang Pendidikan yang diumumkan oleh Kaisar Meiji pada tahun 1890.[55] Tanaka tidak berhasil meresmikan undang-undang melalui Diet pada tahun itu.[56]
Pendukung utama rancangan undang-undang tersebut adalah PDL dan Komeito (PPB), sementara penentangnya termasuk Partai Demokratik Sosial (PDSJ) dan Partai Komunis (PKJ), yang mengkaitkan kedua simbol tersebut dengan zaman perang. PKJ kemudian ditentang karena tidak membiarkan masalah tersebut diputuskan oleh publik. Sementara itu, Partai Demokratik Jepang (PDJ) tidak dapat menghasilkan konsensus partai mengenal hal tersebut. Presiden PDJ yang sekaligus calon perdana menteri Naoto Kan menyatakan bahwa PDJ harus mendukung rancangan undang-undang tersebut karena partai tersebut telah mengakui kedua simbol tersebut sebagai simbol Jepang.[57] Wakil Sekretaris Jenderal dan calon perdana menteri Yukio Hatoyama berpikir bahwa rancangan undang-undang tersebut akan menyebabkan perpecahan lebih lanjut di antara masyarakat dan sekolah umum. Hatoyama menyatakan untuk mendukungnya sementara Kan menyatakan untuk menentangnya.[53]
Sebelum pemungutan suara, terdapat seruan agar rancangan undang-undang tersebut dipisahkan di Diet. Profesor Universitas Waseda Norihiro Kato menyatakan bahwa Kimigayo merupakan isu terpisah yang lebih kompleks daripada bendera Hinomaru.[58] Upaya untuk menjadikan hanya Hinomaru sebagai bendera nasional oleh PDJ dan partai lainnya selama pemungutan suara ditolak oleh Diet.[59] Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan rancangan undang-undang tersebut pada 22 Juli 1999, dengan 403 berbanding 86 suara.[60] Legislasi tersebut diserahkan kepada Dewan Penasihat pada 28 Juli dan ditetapkan pada 9 Agustus. Legislasi tersebut disahkan menjadi undang-undang pada 13 Agustus.[61]
Pada 8 Agustus 2009, sebuah foto yang diambil pada rapat umum PDJ untuk Pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat menunjukan sebuah spanduk yang digantung di langit-langit. Spanduk tersebut terbuat dari dua buah bendera Hinomaru yang dipotong dan dijahit membentuk lambang PDJ. Hal tersebut membuat marah PDL dan Perdana Menteri Taro Aso, mengatakan tindakan ini tidak dapat dimaafkan. Sebagai tanggapan, Presiden PDJ Yukio Hatoyama (yang memberi suara untuk Undang-Undang mengenai Bendera Nasional dan Lagu Kebangsaan)[53] mengatakan bahwa spanduk itu bukan Hinomaru dan tidak boleh dianggap demikian.[62]
Desain
Disahkan pada tahun 1870, Proklamasi Perdana Menteri No. 57 memiliki dua ketentuan terkait bendera nasional. Ketentuan pertama mengenai siapa yang mengibarkan bendera tersebut dan bagaimana bendera tersebut dikibarkan, sementara ketentuan kedua mengenai bagaimana bendera tersebut dibuat.[7] Perbandingannya adalah tujuh satuan lebar dan sepuluh satuan panjang (7:10). Lingkaran merah, yang melambangkan matahari, dihitung sebagai tiga perlima dari lebar kerekan. Hukum tersebut menetapkan penempatan lingkaran tersebut pada bagian tengah, namun lingkaran tersebut biasanya ditempatkan seperseratus (1/100) dari kerekan.[63][64] Pada 3 Oktober pada tahun yang sama, peraturan mengenai desain dari bendera kapal sipil dan bendera kapal angkatan laut lainnya disahkan.[65] Untuk bendera kapal sipil, perbandingannya adalah dua satuan lebar dan tiga satuan panjang (2:3). Ukuran lingkaran matahari tetap sama, namun lingkaran tersebut ditempatkan seperduapuluh (1/20) dari kerekan.[66]
Ketika Undang-Undang mengenai Bendera Nasional dan Lagu Kebangsaan disahkan, ukuran bendera sedikit berubah.[1] Keseluruhan rasio bendera tersebut diubah menjadi dua satuan lebar dengan tiga satuan panjang (2:3). Lingkaran merah bergeser ke bagian tengah, namun ukuran keseluruhan lingkaran tersebut tetap sama.[2] Latar belakang bendera tersebut berwarna putih dan bagian tengahnya adalah lingkaran merah (紅色 , beni iro), namun corak warna yang tepat tidak didefinisikan pada undang-undang tahun 1999.[1] Satu-satunya petunjuk yang diberikan mengenai warna merah adalah warna tersebut memiliki teduhan yang dalam.[67]
Dikeluarkan oleh Badan Pertahanan Jepang (sekarang Kementerian Pertahanan) pada tahun 1973 (Showa 48), spesifikasi mencantumkan warna merah bendera sebagai 5R 4/12 dan putih sebagai N9 dalam pembagian warna Munsell.[68] Dokumen tersebut diubah pada tanggal 21 Maret 2008 (Heisei 20) agar sesuai dengan konstruksi bendera dengan undang-undang saat ini dan memperbarui warna Munsell. Dokumen tersebut mencantumkan serat akrilik dan nilon sebagai serat yang dapat digunakan dalam konstruksi bendera yang digunakan oleh militer. Pada akrilik, warna merah adalah 5.7R 3.7/15.5 dan putih adalah N9.4; pada nilon ditetapkan 6.2R 4/15.2 untuk merah dan N9.2 untuk putih.[68] Dalam sebuah dokumen yang dikeluarkan oleh Pusat Asisten Pengembangan (PAP), warna merah untuk Hinomaru dan lambang PAP terdaftar sebagai DIC 156 dan CMYK 0-100-90-0.[69] Selama pembahasan mengenai Undang-Undang mengenai Bendera Nasional dan Lagu Kebangsaan, terdapat saran mengenai penggunaan merah terang (赤色 , aka iro) atau menggunakan satu dari kumpulan warna Standar Industri Jepang.[70]
Bagan warna
Warna resmi (Putih) | Warna resmi (Merah) | Sistem warna | Kutipan | Tahun | URL |
---|---|---|---|---|---|
N9[71] | 5R 4/12[71] | Munsell | DSP Z 8701C | 1973 | [68] |
N/A | 156[72] | DIC | Pedoman Tanda Simbol ODA | 1995 | [69] |
N/A | 0-100-90-0 | CMYK | Pedoman Tanda Simbol ODA | 1995 | [69] |
N/A | 186 Coated[73] | Pantone | Album des pavillons nationaux et des marques distinctives | 2000 | [74] |
N/A | 0-90-80-5[73] | CMYK | Album des pavillons nationaux et des marques distinctives | 2000 | [74] |
N9.4 (Akrilik)[71] | 5.7R 3.7/15.5 (Akrilik)[71] | Munsell | DSP Z 8701E | 2008 | [68] |
N9.2 (Nilon)[71] | 6.2R 4/15.2 (Nilon)[71] | Munsell | DSP Z 8701E | 2008 | [68] |
N/A | 032 Coated[73] | Pantone | Pedoman Protokol Olimpiade Musim Panas 2008 – Bendera Manual | 2008 | [75] |
Penggunaan dan kebiasaan
Ketika Hinomaru pertama kali diperkenalkan, pemerintahan meminta masyakarat untuk menyambut kaisar dengan bendera tersebut. Terdapat beberapa kebencian di antara orang Jepang atas bendera tersebut, sehingga memunculkan beberapa unjuk rasa. Butuh beberapa waktu sampai bendera tersebut dapat diterima di seluruh kalangan masyarakat.[19]
Selama Perang Dunia II dalam budaya Jepang, merupakan kebiasaan populer bagi teman, teman sekelas, dan kerabat dari seorang prajurit yang ditugaskan untuk menandatangani Hinomaru dan memberikan bendera tersebut kepadanya. Bendera tersebut juga digunakan sebagai jimat keberuntungan dan doa harapan agar prajurit tersebut kembali dari pertempuran dengan selamat. Salah satu istilah untuk kebiasaan tersebut adalah Hinomaru Yosegaki (日の丸寄せ書き ).[76] Salah satu tradisinya adalah tidak ada tulisan yang boleh menyentuh lingkaran matahari.[77] Setelah pertempuran, bendera tersebut sering terlihat atau kemudian ditemukan pada prajurit Jepang yang meninggal. Beberapa bendera tersebut menjadi suvenir,[77] dan beberapa dikembalikan ke Jepang dan keturunan almarhum.[78]
Pada zaman modern, Hinomaru Yosegaki masih digunakan. Tradisi menandatangani Hinomaru sebagai jimat keberuntungan masih berlanjut, meskipun dengan cara yang terbatas. Hinomaru Yosegaki biasanya diperlihatkan pada acara-acara olahraga untuk memberi dukungan kepada tim nasional Jepang.[79] Contoh lainnya adalah ikat kepala hachimaki, yang berwarna putih dan memiliki lingkaran merah di tengahnya. Selama Perang Dunia II, frasa "Kemenangan Wajib" (必勝 , Hisshō) atau "Tujuh Kehidupan" ditulis pada hachimaki dan dipakai oleh pilot-pilot kamikaze. Hal ini menunjukkan bahwa pilot tersebut bersedia mati untuk negaranya.[80]
Sebelum Perang Dunia II, semua rumah diminta untuk mengibarkan Hinomaru pada hari libur nasional.[21] Sejak masa perang, sebagian besar pengibaran bendera Jepang hanya sebatas dilakukan di gedung-gedung yang berkaitan dengan pemerintahan pusat dan daerah seperti balai kota, dan jarang terlihat di rumah pribadi atau gedung komersial,[21] namun beberapa orang dan perusahaan menganjurkan pengibaran bendera tersebut pada hari libur. Meskipun pemerintahan Jepang mendorong masyarakat dan penduduk untuk mengibarkan Hinomaru pada hari libur nasional, mereka tidak diwajibkan secara hukum untuk melakukannya.[81][82] Sejak Hari Ulang Tahun Kaisar ke-80 pada 23 Desember 2002, Perusahaan Jalur Kereta Api Kyushu mengibarkan Hinomaru di 330 stasiun.[83]
Dimulai pada tahun 1995, ODA menggunakan motif Hinomaru dalam lambang resmi mereka. Desain itu sendiri tidak dibuat oleh pemerintahan tetapi dipilih dari 5.000 desain yang diajukan oleh publik, namun pemerintahan berusaha meningkatkan visualisasi dari Hinomaru melalui paket bantuan dan program pengembangan mereka. Menurut ODA, penggunaan bendera tersebut merupakan cara yang paling efektif untuk melambangkan bantuan yang diberikan oleh orang-orang Jepang.[84]
Budaya dan persepsi
Menurut jajak pendapat yang dilakukan oleh media arus utama, sebagian besar orang Jepang menganggap bendera Jepang sebagai bendera nasional bahkan sebelum disahkannya Undang-Undang mengenai Bendera Nasional dan Lagu Kebangsaan pada tahun 1999.[85] Meskipun demikian, kontroversi terkait penggunaan bendera dalam acara sekolah dan media masih tetap ada. Contohnya, surat kabar liberal seperti Asahi Shimbun dan Mainichi Shimbun sering menampilkan artikel yang kritis terhadap bendera Jepang, yang mencerminkan spektrum politik pembacanya.[86] Bagi orang Jepang lainnya, bendera melambangkan waktu di mana demokrasi ditindas ketika Jepang masih menjadi sebuah kekaisaran.[87]
Pengibaran Hinomaru di rumah-rumah dan kantor-kantor juga diperdebatkan dalam masyarakat Jepang. Karena keterkaitan Hinomaru dengan aktivis uyoku dantai (sayap kanan), politik reaksioner, atau hooliganisme, beberapa rumah dan perkantoran tidak mengibarkan bendera tersebut.[21] Tidak ada persyaratan untuk mengibarkan bendera pada hari libur nasional atau acara-acara khusus. Kota Kanazawa, Ishikawa, yang mengusulkan rencana pada bulan September 2012 untuk menggunakan dana pemerintah untuk membeli bendera dengan tujuan mendorong warga untuk mengibarkan bendera pada hari libur nasional.[88] Partai Komunis Jepang secara vokal menentang bendera tersebut.
Persepsi negatif mengenai Hinomaru muncul di bekas koloni Jepang termasuk di Jepang itu sendiri, seperti di Okinawa. Salah satu contoh penting dalam hal ini adalah pada 26 Oktober 1987, seorang pemilik pasar swalayan Okinawa membakar Hinomaru sebelum dimulainya Festival Olahraga Nasional Jepang.[89] Seorang pembakar bendera, Shōichi Chibana, membakar Hinomaru tak hanya untuk menunjukan penentangan terhadap kekejaman yang dilakukan oleh tentara Jepang dan kehadiran pasukan AS yang berkelanjutan, namun juga untuk mencegah pengibaran bendera tersebut di depan umum.[90] Insiden lain di Okinawa termasuk pengibaran bendera selama upacara sekolah dan para pelajar menolak untuk menghormati bendera tersebut karena dikibarkan dengan lagu Kimigayo.[22] Di ibu kota Naha, Okinawa, Hinomaru dikibarkan untuk pertama kalinya sejak kembalinya Okinawa ke Jepang untuk merayakan ulang tahun kota yang ke-80 pada tahun 2001.[91] Di Republik Rakyat Tiongkok dan Korea Selatan yang pernah diduduki oleh Kekaisaran Jepang, pengadopsian Hinomaru secara resmi pada tahun 1999 disambut dengan reaksi dari Jepang bergerak ke sayap kanan dan juga sebuah langkah menuju re-militerisasi. Pengesahan undang-undang tahun 1999 juga bertepatan dengan perdebatan mengenai status Kuil Yasukuni, kerjasama militer AS-Jepang dan pembuatan program pertahanan rudal. Di negara-negara lainnya yang pernah diduduki Jepang, undang-undang tahun 1999 mendapat reaksi yang beragam atau diabaikan. Di Singapura, generasi tua tetap menaruh perasaan sakit hati terhadap bendera tersebut sementara generasi muda tidak memiliki pandangan yang sama. Pemerintahan Filipina tidak hanya percaya bahwa Jepang tidak akan kembali untuk melakukan militerisme, tetapi tujuan dari undang-undang tahun 1999 adalah untuk menetapkan dua simbol (bendera dan lagu kebangsaan) secara resmi dalam undang-undang dan setiap negara memiliki hak untuk membuat simbol nasional.[92] Jepang tidak memiliki hukum yang mengkriminalisasikan pembakaran Hinomaru, namun bendera asing tidak boleh dibakar di Jepang.[93][94]
Protokol
Menurut protokol, bendera tersebut dikibarkan dari matahari terbit sampai matahari terbenam; kantor-kantor dan sekolah-sekolah diijinkan untuk mengibarkan bendera tersebut dari buka sampai tutup.[95] Ketika pengibaran bendera Jepang dan negara lain secara bersamaan di Jepang, bendera Jepang mengambil posisi kehormatan dan bendera negara tamu berkibar di sebelah kanannya. Kedua bendera harus berada pada tinggi yang sama dan ukuran yang sama. Ketika lebih dari satu bendera asing dikibarkan, bendera Jepang diatur dalam urutan abjad yang ditentukan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa.[96] Ketika bendera tersebut menjadi tidak layak untuk digunakan, bendera tersebut biasanya dibakar secara tersendiri.[95] Undang-Undang mengenai Bendera Nasional dan Lagu Kebangsaan tidak menentukan bagaimana bendera tersebut harus digunakan, namun setiap prefektur memiliki peraturan tersendiri mengenai penggunaan Hinomaru dan bendera-bendera prefektur lainnya.[97][98]
Bendera Hinomaru setidaknya memiliki dua gaya berkabung. Salah satunya adalah mengibarkan bendera tersebut dalam keadaan setengah tiang (半旗 , Han-ki) yang umum di banyak negara. Kantor Kementerian Urusan Luar Negeri mengibarkan bendera setengah tiang ketika pemakaman yang dilakukan untuk pimpinan negara asing.[99] Gaya berkabung lainnya adalah membungkus ujung puncak tiang dengan kain hitam dan dan menempatkan pita hitam, yang dikenal sebagai bendera berkabung (弔旗 , Chō-ki). Gaya ini berasal dari kematian Kaisar Meiji pada 30 Juli 1912, dan kabinet mengeluarkan perintah yang menyatakan bahwa bendera nasional harus dikibarkan dengan gaya seperti itu ketika Kaisar meninggal.[100] Kabinet memiliki kewenangan untuk mengumumkan pengibaran bendera nasional secara setengah tiang.[101]
Sekolah umum
Sejak akhir Perang Dunia II, Kementerian Pendidikan telah mengeluarkan pernyataan dan peraturan untuk mempromosikan penggunaan Hinomaru dan Kimigayo di sekolah-sekolah di bawah yurisdiksi mereka. Pernyataan ini pertama kali dikeluarkan pada tahun 1950, yang menyatakan bahwa mereka menginginkan penggunaan kedua simbol tersebut, walaupun tidak diharuskan. Keinginan ini kemudian diperluas untuk penggunaan kedua simbol tersebut pada hari libur nasional dan selama acara seremonial agar mendorong para pelajar memahami hari libur nasional dan untuk mempromosikan pertahanan pendidikan.[35] Dalam reformasi pedoman pendidikan pada tahun 1989, pemerintah yang dikendalikan PDL menuntut agar bendera harus digunakan dalam upacara sekolah dan penghormatan yang pantas harus diberikan kepada bendera tersebut dan Kimigayo.[102] Hukuman untuk para pejabat sekolah yang tidak mengikuti hal tersebut juga diberlakukan dengan reformasi 1989.[35]
Pedoman kurikulum 1999 dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan setelah pengesahan Undang-Undang mengenai Bendera Nasional dan Lagu Kebangsaan yang menyatakan bahwa "pada upacara masuk dan kelulusan, sekolah harus mengibarkan bendera Jepang dan memerintahkan para pelajar untuk menyanyikan Kimigayo, mengingat pentingnya bendera dan lagu."[103] Selain itu, pernyataan kementerian terhadap pedoman kurikulum 1999 untuk sekolah dasar mencatat bahwa "mengingat kemajuan internationalisasi serta dengan dorongan patriotisme dan kesadaran menjadi orang Jepang adalah hal penting untuk memelihara sikap hormat anak-anak sekolah terhadap bendera Jepang dan Kimigayo untuk pertumbuhan mereka menjadi warga Jepang yang dihormati dalam masyarakat international."[104] Kementerian tersebut juga menyatakan bahwa jika pelajar Jepang tidak bisa menghormati simbol milik mereka sendiri, maka mereka tidak akan dapat menghormati simbol negara-negara lainnya.[105]
Sekolah-sekolah telah menjadi pusat kontroversi mengenai lagu kebangsaan dan bendera nasional.[36] Dewan Pendidikan Tokyo mewajibkan penggunaan lagu kebangsaan dan bendera tersebut pada acara-acara tertentu di bawah yurisdiksi mereka. Perintah tersebut memerintahkan guru-guru sekolah untuk melakukan penghormatan terhadap kedua simbol tersebut atau berisiko kehilangan pekerjaan mereka.[106] Sejumlah penentang menyatakan bahwa peraturan tersebut melanggar Konstitusi Jepang, namun Dewan telah berpendapat bahwa karyawan mereka memiliki kewajiban untuk mengajar para pelajar mereka bagaimana menjadi warga negara Jepang yang baik, karena sekolah merupakan lembaga pemerintah.[14] Sebagai tanda protes, sekolah-sekolah menolak untuk mengibarkan Hinomaru pada kelulusan sekolah dan sejumlah orang tua merusak bendera tersebut.[36] Para guru tidak berhasil mengajukan tuntutan pidana terhadap Gubernur Tokyo Shintarō Ishihara dan para pimpinan senior yang menyuruh guru-guru untuk melakukan penghormatan terhadap Hinomaru dan Kimigayo.[107] Setelah penentangan sebelumnya, Persatuan Guru Jepang menerima penggunaan bendera dan lagu kebangsaan tersebut, namun Persatuan Guru dan Staf Seluruh Jepang yang lebih kecil tetap menentang kedua simbol tersebut dan penggunaannya dalam sistem sekolah.[108]
Bendera terkait
Bendera militer
Pasukan Bela Diri Jepang (PBDJ) dan Angkatan Darat Bela Diri Jepang menggunakan Bendera Matahari Terbit dengan delapan sinar merah yang memanjang ke arah luar, yang disebut Hachijō-Kyokujitsuki (八条旭日旗 ). Sebuah pembatas emas terletak pada sebagian sekitaran tepi.[3]
Sebuah varian terkenal dari desain lingkaran matahari adalah lingkaran matahari dengan 16 sinar merah dalam formasi bintang Siemens, yang juga secara historis digunakan oleh militer Jepang, khususnya Angkatan Darat Kekaisaran Jepang dan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang. Panji tersebut, yang dikenal dalam bahasa Jepang sebagai Jyūrokujō-Kyokujitsu-ki (十六条旭日旗 ), pertama kali diadopsi sebagai bendera perang pada 15 Mei 1870, dan digunakan hingga akhir Perang Dunia II pada tahun 1945. Bendera tersebut diadopsi ulang pada 30 Juni 1954, dan saat ini digunakan sebagai bendera perang dan panji angkatan laut dari Angkatan Darat Bela Diri Jepang (ADBDJ) dan Angkatan Laut Bela Diri Jepang (ALBDJ).[3] Karena terus digunakan oleh Tentara Kekaisaran Jepang, bendera ini memiliki konotasi negatif yang mirip dengan bendera Nazi di Tiongkok dan Korea.[109] ALBDJ juga memakai penggunaan panji penugasan. Panji tersebut pertama kali diadopsi pada tahun 1914 and diadopsi ulang pada tahun 1965, panji tersebut terdiri dari versi sederhana bendera angkatan laut di ujung kerekan, dengan warna putih di bagian lainnya. Rasio panji tersebut antara 1:40 dan 1:90.[110]
Angkatan Udara Bela Diri Jepang (AUBDJ), didirikan secara independen pada tahun 1952, hanya menggunakan lingkaran matahari biasa sebagai lambangnya.[111] Cabang militer tersebut merupakan satu-satunya cabang militer dengan lambang yang tidak memakai Standar Kekaisaran. Namun, cabang militer tersebut memiliki sebuah panji untuk dikibarkan di pangkalan dan selama parade. Panji tersebut dibuat pada tahun 1972, yang ketiga digunakan oleh AUBDJ sejak pembuatannya. Panji tersebut memiliki lambang cabang militer yang berada di tengah latar belakang yang berwarna biru.[112]
Meskipun bukan bendera nasional resmi, bendera sinyal Z memainkan peran utama dalam sejarah angkatan laut Jepang. Pada 27 Mei 1905, Laksamana Heihachirō Tōgō dari Mikasa mempersiapkan diri untuk menjalin hubungan dengan Armada Baltik Rusia. Sebelum Pertempuran Tsushima dimulai, Togo mengibarkan bendera Z diatas Mikasa dan menjalin hubungan dengan armada Rusia demi memenangkan Jepang dalam pertempuran tersebut. Pengibaran bendera dikatakan kepada kru sebagai berikut: "Nasib Kekaisaran Jepang tergantung pada pertempuran yang satu ini; semua tangan akan mengerahkan diri dan melakukan yang terbaik." Bendera Z juga dikibarkan pada kapal induk Akagi pada saat penyerangan Jepang di Pearl Harbor, Hawaii, pada Desember 1941.[113]
Bendera kekaisaran
Dimulai pada tahun 1870, bendera-bendera dibuat untuk Kaisar Jepang (pada waktu itu Kaisar Meiji), Permaisuri, dan anggota keluarga kekaisaran lainnya.[114] Yang pertama adalah bendera kaisar yang dijadikan hiasan, dengan sebuah matahari yang ditempatkan di tengah pola artistik. Ia memiliki bendera yang digunakan di darat, di laut, dan ketika ia berada di kereta. Keluarga kekaisaran juga diberikan bendera untuk digunakan di laut dan di darat (satu untuk digunakan berjalan kaki dan satu bendera kereta). Bendera kereta tersebut berupa bunga seruni dengan satu warna, yang memiliki 16 kelopak, dan ditempatkan di tengah latar belakang satu warna.[65] Bendera tersebut dihentikan penggunaannya pada tahun 1889 ketika Kaisar memutuskan untuk menggunakan bendera berupa bunga seruni pada latar belakang berwarna merah. Dengan perubahan kecil pada nuansa warna dan proporsi, bendera yang diadopsi pada tahun 1889 tersebut masih digunakan oleh keluarga kekaisaran.[115][116]
Bendera kaisar saat ini adalah bunga seruni 16 kelopak yang berwarna emas dan berada di tengah latar belakang berwarna merah dengan ratio 2:3. Permaisuri menggunakan bendera yang sama, kecuali bentuknya yang berbentuk ekor walet. Putra mahkota dan putri mahkota menggunakan bendera yang sama, hanya saja dengan bunga seruni kecil dan garis putih di tengah bendera.[117] Bunga seruni dikaitkan dengan tahta Kekaisaran sejak kekuasaan Kaisar Go-Toba pada abad ke-12, namun tidak menjadi simbol tahta Kekaisaran secara eksklusif sampai tahun 1868.[114]
Bendera subnasional
Tiap-tiap dari 47 prefektur di Jepang memiliki bendera yang menyerupai bendera nasional yang terdiri dari sebuah simbol, yang disebut mon yang ditempatkan dalam bidang satu warna (dengan pengecualian Ehime, yang menggunakan simbol dengan latar belakang dua warna).[118] Pada sejumlah bendera prefektur, termasuk Hiroshima, benderanya disesuaikan dengan spesifikasi mereka pada bendera nasional (rasio 2:3, mon ditempatkan di tengah dan ukurannya 3/5 dari panjang bendera).[119] Sejumlah mon menampilkan nama prefektur dalam karakter Jepang; sementara yang lainnya menampilkan penggambaran khas wilayah tersebut atau corak khusus lainnya dari prefektur tersebut. Contoh dari bendera prefektur adalah bendera Nagano, yang terdapat karakter katakana ナ (na) berwarna jingga yang terletak pada bagian tengah lingkaran putih. Salah satu interpretasi dari mon adalah simbol na yang memperlihatkan sebuah pegunungan dan lingkaran putih melambangkan sebuah danau. Warna jingga menunjukan matahari sementara warna putih menunjukan salju di wilayah tersebut.[120]
Kotamadya juga dapat mengadopsi benderanya sendiri. Desain bendera kota sama dengan bendera prefektur: mon pada latar belakang satu warna. Contohnya adalah bendera Amakusa di Prefektur Kumamoto: simbol kota terdiri dari karakter Katakana ア (a) dan dikelilingi oleh gelombang.[121] Simbol ini ditempatkan pada bagian tengah bendera berwarna putih, dengan rasio 1:1.5.[122] Lambang dan bendera kota tersebut diadopsi pada tahun 2006.[122]
Derivatif
Selain bendera-bendera yang digunakan oleh militer, beberapa desain bendera lainnya terinspirasi dari bendera nasional. Bekas bendera Japan Post yang terdiri dari Hinomaru dengan garis horizontal berwarna merah yang ditempatkan di tengah bendera tersebut. Terdapat pula sebuah cincin tipis berwarna putih di sekitar matahari merah. Bendera tersebut kemudian digantikan oleh bendera yang terdiri dari tanda pos 〒 berwarna merah pada latar belakang berwarna putih.[123]
Dua bendera nasional lainnya dirancang menyerupai bendera Jepang. Pada tahun 1971, Bangladesh memisahkan diri dari Pakistan, dan negara tersebut mengadopsi sebuah bendera nasional yang memiliki latar belakang berwarna hijau, dengan lingkaran merah pada bagian tengahnya yang terdapat sebuah peta Bangladesh berwarna emas. Bendera saat ini, yang diadopsi pada tahun 1972, menghilangkan peta berwarna emas tersebut dan menggantinya dengan sesuatu yang lain. Pemerintahan Bangladesh secara resmi memakai lingkaran yang secara keseluruhan berwarna merah;[124] warna merah melambangkan darah yang ditumpahkan saat mendirikan negara mereka.[125] Negara pulau Palau menggunakan bendera dengan desain yang serupa, namun skema warnanya sangat berbeda. Namun Pemerintahan Palau tidak menyebut bendera Jepang sebagai pengaruh pada bendera nasional mereka walaupun Jepang sempat menduduki Palau dari tahun 1914 sampai tahun 1944.[126] Bendera Palau terdiri dari bulan purnama berwarna kuning emas yang berada di tengah latar belakang berwarna biru langit.[127] Bulan tersebut menandakan perdamaian dan negara baru sementara latar belakang berwarna biru memperlihatkan transisi Palau menuju pemerintahan sendiri dari tahun 1981 sampai tahun 1994, ketika berusaha mencapai kemerdekaan penuh.[128]
Panji angkatan laut Jepang juga mempengaruhi desain bendera lainnya. Salah satunya adalah desain bendera yang digunakan oleh Asahi Shimbun. Pada bagian bawah kerekan, seperempat matahari ditampilkan. Karakter kanji 朝 ditampilkan pada bendera tersebut, berwarna putih, menutupi sebagian besar matahari. Sinar memanjang dari matahari, dalam urutan merah dan putih bergantian, yang berjumlah 13 buah garis.[129][130] Bendera ini biasanya terlihat pada Kejuaraan Bisbol Sekolah Menengah Atas Nasional, dengan Asahi Shimbun sebagai sponsor utama turnamen tersebut.[131] Bendera pangkat dan panji Angkatan Laut Kekaisaran Jepang juga didasarkan pada desain panji angkatan laut.[132]
Lihat pula
Referensi
Catatan
- ^ a b c d 国旗及び国歌に関する法律
- ^ a b Consulate-General of Japan in San Francisco. Basic / General Information on Japan; 2008-01-01 [archived 2016-03-09; cited 2009-11-19].
- ^ a b c 自衛隊法施行令
- ^ "日の丸の御旗". Yamanashi Tourism Organization. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-03-29. Diakses tanggal 2011-07-17.(Jepang)
- ^ Unpoji. 宝物殿の案内 [cited 2011-07-17].(Jepang)
- ^ Little-Known Wars of Great and Lasting Impact: The Turning Points in Our History We Should Know More About. Fair Winds; 2009. ISBN 1-59233-375-3. p. 54.
- ^ a b c Web Japan. Japanese Ministry of Foreign Affairs. National Flag and Anthem [PDF]; 2000 [cited 2009-12-11].
- ^ Dyer 1909, hlm. 24
- ^ Edgington 2003, hlm. 123–124
- ^ a b Itoh 2003, hlm. 205
- ^ Feldman 2004, hlm. 151–155
- ^ Ashkenazi 2003, hlm. 112–113
- ^ Hall 1996, hlm. 110
- ^ a b c Hongo, Jun. Hinomaru, 'Kimigayo' express conflicts both past and future. The Japan Times. 2007-07-17 [cited 2008-01-11].
- ^ Turnbull 2001
- ^ Goodman, Neary 1996, hlm. 77–78
- ^ Perpustakaan Parlemen Nasional. レファレンス事例詳細 [Reference Case Details]; 2009-07-02 [cited 2009-11-20]. (Jepang).
- ^ Feiler 2004, hlm. 214
- ^ a b Ohnuki-Tierney 2002, hlm. 68–69
- ^ Rohl 2005, hlm. 20
- ^ a b c d e f Befu 1992, hlm. 32–33
- ^ a b c Befu 2001, hlm. 92–95
- ^ Nornes 2003, hlm. 81
- ^ Cwiertka 2007, hlm. 117–119
- ^ Partner 2004, hlm. 55–56
- ^ Tipton 2002, hlm. 137
- ^ Newell 1982, hlm. 28
- ^ The Camera Overseas: The Japanese People Voted Against Frontier Friction. TIME. 1937-06-21 [cited 2010-01-19]:75.
- ^ National Historical Institute. The Controversial Philippine National Flag [PDF]; 2008 [archived 2011-09-17; cited 2010-01-19].
- ^ Taylor 2004, hlm. 321
- ^ Goodman, Neary 1996, hlm. 102
- ^ Ebrey 2004, hlm. 443
- ^ Hauser, Ernest. Son of Heaven. LIFE. 1940-06-10 [cited 2010-01-17]:79.
- ^ a b Ministry of Education. 国旗,国歌の由来等 [Origin of the National Flag and Anthem]; 1999-09-01 [archived 2008-01-10; cited 2007-12-01]. (Jepang).
- ^ a b c d e Goodman, Neary 1996, hlm. 81–83
- ^ a b c Weisman, Steven R. For Japanese, Flag and Anthem Sometimes Divide. The New York Times. 1990-04-29 [cited 2010-01-02].
- ^ Hardarce, Helen; Adam L. Kern. New Directions in the Study of Meiji Japan. Brill; 1997. ISBN 90-04-10735-5. p. 653.
- ^ 吉田 藤人. 邦人船員消滅 [Kunihito crew extinguished] [archived 2012-12-09; cited 2007-12-02]. (Jepang).
- ^ University of Leicester. The Journal of Transport History. Manchester, United Kingdom: University of Leicester; 1987. p. 41.
- ^ Carr, Hulme 1956, hlm. 200
- ^ Yoshida, Shigeru. National Diet Library. Letter from Shigeru Yoshida to General MacArthur dated May 2, 1947; 1947-05-02 [cited 2007-12-03]. (Jepang), English.
- ^ MacArthur, Douglas. National Archives of Japan. Letter from Douglas MacArthur to Prime Minister dated May 2, 1947; 1947-05-02 [cited 2009-12-10].
- ^ Meyer 2009, hlm. 266
- ^ Large 1992, hlm. 184
- ^ Yamazumi 1988, hlm. 76
- ^ Templat:Vcite video
- ^ a b Borneman 2003, hlm. 112
- ^ Chira, Susan. Hirohito, 124th Emperor of Japan, Is Dead at 87. The New York Times. 1989-01-07 [cited 2010-01-30].
- ^ Kataoka 1991, hlm. 149
- ^ Aspinall 2001, hlm. 126
- ^ Vote in Japan Backs Flag and Ode as Symbols. The New York Times. 1999-07-23 [cited 2010-10-13].
- ^ Williams 2006, hlm. 91
- ^ a b c Itoh 2003, hlm. 209–210
- ^ Goodman, Neary 1996, hlm. 82–83
- ^ Education: Tanaka v. the Teachers. Majalah Time. 1974-06-17 [archived 2013-07-08; cited 2010-10-13].
- ^ Okano 1999, hlm. 237
- ^ Partai Demokratik Jepang. 国旗国歌法制化についての民主党の考え方 [The DPJ Asks For A Talk About the Flag and Anthem Law]; 1999-07-21 [cited 2010-01-17]. (Jepang).
- ^ Contemporary Japanese Thought. Columbia University Press; 2005 [cited 2010-10-14]. ISBN 978-0-231-13620-4. p. 211.
- ^ Democratic Party of Japan. 国旗・国歌法案、衆院で可決 民主党は自主投票 [Flag and Anthem Law Passed by the House, DPJ Free Vote]; 1999-07-22 [cited 2010-01-18]. (Jepang).
- ^ National Diet Library. 第145回国会 本会議 第47号; 1999-07-22 [archived 2019-11-07; cited 2010-01-17]. (Jepang).
- ^ Dewan Perwakilan. 議案審議経過情報: 国旗及び国歌に関する法律案; 1999-08-13 [archived 2013-01-23; cited 2010-01-17]. (Jepang).
- ^ 【日本の議論】日の丸裁断による民主党旗問題 国旗の侮辱行為への罰則は是か非か [(Japan) Discussion of penalties of acts of contempt against the Hinomaru by the DPJ]. Sankei Shimbun. 2009-08-30 [archived 2009-09-02; cited 2009-09-06]. (Jepang). Sankei Digital.
- ^ 明治3年太政官布告第57号
- ^ Takenaka 2003, hlm. 68–69
- ^ a b 明治3年太政官布告第651号
- ^ Takenaka 2003, hlm. 66
- ^ Cabinet Office, Government of Japan. National Flag & National Anthem; 2006 [cited 2010-01-02].
- ^ a b c d e Ministry of Defense. Defense Specification Z 8701C (DSPZ8701C) [PDF]; 1973-11-27 [cited 2009-07-09]. (Jepang).
- ^ a b c Office of Developmental Assistance. 日章旗のマーク、ODAシンボルマーク [National flag mark, ODA Symbol] [PDF]; 1995-09-01 [archived 2011-09-28; cited 2009-09-06]. (Jepang).
- ^ Perpustakaan Parlemen Nasional. 第145回国会 国旗及び国歌に関する特別委員会 第4号 [145th Meeting of the Diet, Discussion about the bill Law Regarding the National Flag and National Anthem]; 1999-08-02 [archived 2016-03-03; cited 2010-02-01]. (Jepang).
- ^ a b c d e f Hexadecimal obtained by placing the colors in Feelimage Analyzer
- ^ DIC Corporation. DICカラーガイド情報検索 (ver 1.4) [DIC Color Guide Information Retrieval (versi 1.4)] [cited 2009-09-15]. (Jepang).
- ^ a b c Find a PANTONE color. Pantone LLC. Pantone Color Picker [cited 2009-12-09].
- ^ a b Album des pavillons nationaux et des marques distinctive. France: Service Hydrographique et Océanographique de la Marine; 2000. ISBN 2-11-088247-6. p. JA 2.1.
- ^ Flag Manual. Beijing, Tiongkok: Beijing Organizing Committee for the Games of the XXIX Olympiad – Protocol Division; 2008. p. B5.
- ^ Kota Himeji, Prefektur Hyogo. 開催中の平和資料館収蔵品展から「日の丸寄せ書き」について [Museum collections from the exhibition "Group flag efforts" being held for peace] [archived 2011-08-13; cited 2009-09-25]. (Jepang).
- ^ a b Smith 1975, hlm. 171
- ^ McBain, Roger. Going back home. Courier & Press. 2005-07-09 [archived 2016-03-03; cited 2009-09-25].
- ^ Takenaka 2003, hlm. 101
- ^ Cutler 2001, hlm. 271
- ^ Web Japan. Ministry of Foreign Affairs. 国旗と国歌 [National Flag and Anthem] [PDF] [cited 2009-12-11]. (Jepang).
- ^ Yoshida, Shigeru. House of Councillors. 答弁書第九号; 1954-04-27 [cited 2010-02-01]. (Jepang).
- ^ 47news. JR九州、日の丸を掲揚へ 有人330駅、祝日に [JR Kyushu 330 manned stations to hoist the national flag]; 2002-11-26 [archived 2008-12-08; cited 2014-04-06]. (Jepang).
- ^ http://www.mofa.go.jp/policy/oda/white/2006/oda2006/html/box/bx01005.htm
- ^ Asahi Research. TV Asahi. 国旗・国歌法制化について [About the Law of the Flag and Anthem]; 1999-07-18 [archived 2008-05-23; cited 2008-03-11]. (Jepang).
- ^ Hoso Bunka Foundation. テレビニュースの多様化により、異なる番組の固定視聴者間に生じる意見の差 [Diversity of television news, viewers differences of opinion arise between different programs] [PDF]; 2002. (Jepang).
- ^ Khan 1998, hlm. 190
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-10-16. Diakses tanggal 2014-04-06.
- ^ Wundunn, Sheryl. Yomitan Journal: A Pacifist Landlord Makes War on Okinawa Bases. The New York Times. 1995-11-11 [cited 2008-03-11].
- ^ Smits, Gregory. Penn State University. Okinawa in Postwar Japanese Politics and the Economy; 2000 [archived 2013-05-30; cited 2008-10-28].
- ^ http://www.japantimes.co.jp/text/nn20010521a3.html
- ^ Japan's Neo-Nationalism: The Role of the Hinomaru and Kimigayo Legislation. JPRI working paper. 2001-07 [archived 2018-10-02; Diambil 2010-04-17];79:16.
- ^ Lauterpacht 2002, hlm. 599
- ^ Inoguchi, Jain 2000, hlm. 228
- ^ a b Sargo Flag Company. Flag Protocol [cited 2008-01-15]. (Jepang).
- ^ Ministry of Foreign Affairs. プロトコール [Protocol] [PDF]; 2009-02 [archived 2018-08-08; cited 2010-01-13]. (Jepang).
- ^ 国旗及び国歌の取扱いについて
- ^ 国旗及び県旗の取扱いについて
- ^ Ministry of Foreign Affairs. Page 1 「グローカル通信」平成21年5月号 プロトコール講座 [Protocol Question and Answer (May 2009)] [PDF]; 2009-05 [cited 2010-01-20]. (Jepang).
- ^ 大正元年閣令第一号
- ^ Office of the Cabinet. National Diet Library. 全国戦没者追悼式の実施に関する件; 1963-05-14 [archived 2005-03-10; cited 2010-01-26]. (Jepang).
- ^ Trevor 2001, hlm. 78
- ^ Hiroshima Prefectural Board of Education Secretariat. 学習指導要領における国旗及び国歌の取扱い [Handling of the flag and anthem in the National Curriculum]; 2001-09-11 [archived 2011-07-22; cited 2009-12-08]. (Jepang).
- ^ Ministry of Education. 小学校学習指導要領解説社会編,音楽編,特別活動編 [National Curriculum Guide: Elementary social notes, Chapter music Chapter Special Activities]; 1999 [archived 2006-03-19; cited 2014-04-06]. (Jepang).
- ^ Aspinall 2001, hlm. 125
- ^ McCurry, Justin. A touchy subject. Guardian Unlimited. 2006-06-05 [cited 2008-01-14]. The Guardian.
- ^ The Japan Times. Ishihara's Hinomaru order called legit; 2006-01-05 [archived 2011-06-06; cited 2007-12-04].
- ^ Heenan 1998, hlm. 206
- ^ 国际, 在线. 赵薇欲代言抗日网游洗刷"军旗装事件"之辱(图) [Zhao Wei wishes to endorse the anti-Japanese gaming scrubbing]. Xinhua. 2006-08-11 [cited 2008-01-25]. Chinese.
- ^ 海上自衛隊旗章規則
- ^ 〇海上自衛隊の使用する航空機の分類等及び塗粧標準等に 関する達
- ^ 自衛隊の旗に関する訓令
- ^ Carpenter 2004, hlm. 124
- ^ a b Fujitani 1996, hlm. 48–49
- ^ Matoba 1901, hlm. 180–181
- ^ Takahashi 1903, hlm. 180–181
- ^ 皇室儀制令 [Imperial System] [archived 2008-12-08; cited 2007-12-02]. (Jepang).
- ^ Government of Ehime Prefecture. 愛媛県のシンボル [Symbols of Ehime Prefecture]; 2009 [archived 2008-01-09; cited 2010-01-03]. (Jepang).
- ^ 広島県県章および県旗の制定
- ^ Pemerintahan Prefektur Nagano. 長野県の県章 – 県旗 [Flag and Emblem of Nagano Prefecture]; 2006 [archived 2016-03-03; cited 2007-12-02]. (Jepang).
- ^ 天草市章
- ^ a b 天草市旗
- ^ Communications Museum "Tei Park". 郵便のマーク [archived 2013-01-02; cited 2010-02-06]. (Jepang).
- ^ Prime Minister's Office, People's Republic of Bangladesh. People's Republic of Bangladesh Flag Rules (1972) [PDF]; 2005-07 [archived 2010-07-14; cited 2010-01-13].
- ^ Embassy of Bangladesh in the Netherlands. Facts and Figures [archived 2016-03-03; cited 2010-01-13].
- ^ Van Fossen, Anthony B.; Centre for the Study of Australia-Asia Relations, Faculty of Asian and International Studies, Griffith University. The International Political Economy of Pacific Islands Flags of Convenience. Australia-Asia. [Diambil 2009-12-30];66(69):53.
- ^ Republic of Palau National Government. Palau Flag; 2008-07-18 [archived 2009-11-13; cited 2010-01-13].
- ^ Smith 2001, hlm. 73
- ^ Saito 1987, hlm. 53
- ^ Tazagi 2004, hlm. 11
- ^ Mangan 2000, hlm. 213
- ^ Gordon 1915, hlm. 217–218
Daftar pustaka
- Ashkenazi, Michael. Handbook of Japanese Mythology. ABC-CLIO; 2003. ISBN 1-57607-467-6.
- Aspinall, Robert W. Teachers' Unions and the Politics of Education in Japan. State University of New York Press; 2001. ISBN 0-7914-5050-3.
- Befu, Harumi. Symbols of nationalism and Nihonjinron. In: Goodman, Roger and Kirsten Refsing. Ideology and Practice in Modern Japan. Routledge; 1992. ISBN 0-415-06102-4.
- Befu, Harumi. Hegemony of Homogeneity: An Anthropological Analysis of Nihonjinron. Trans Pacific Press; 2001. ISBN 978-1-876843-05-2.
- Borneman, John. Death of the Father: An Anthropology of the End in Political Authority. Berghahn Books; 2003–11. ISBN 1-57181-111-7.
- Carpenter, Ronald H. Rhetoric In Martial Deliberations And Decision Making: Cases And Consequences. University of South Carolina Press; 2004. ISBN 978-1-57003-555-5.
- Carr, Harold Gresham; Frederick Edward Hulme. Flags of the world. London; New York: Warne; 1956.
- Cutler, Thomas. The Battle of Leyte Gulf: 23–26 October 1944. Naval Institute Press; 2001. ISBN 1-55750-243-9.
- Cwiertka, Katarzyna Joanna. Modern Japanese Cuisine: Food, Power and National Identity. Reaktion Books; 2007. ISBN 1-86189-298-5.
- Dyer, Henry. Japan in World Politics: A Study in International Dynamics. Blackie & Son Limited; 1909.
- Edgington, David William. Japan at the Millennium: Joining Past and Future. UCB Press; 2003. ISBN 0-7748-0899-3.
- Ebrey, Patricia Buckley; Anne Walthall; James Palais. East Asia: A Cultural, Social, and Political History. Houghton Mifflin Harcourt Publishing; 2004. ISBN 0-547-00534-2.
- Feiler, Bruce. Learning to Bow: Inside the Heart of Japan. Harper Perennial; 2004. ISBN 0-06-057720-7.
- Feldman, David. Do Elephants Jump?. HarperCollins; 2004. ISBN 0-06-053913-5.
- Fujitani, Takashi. Splendid Monarchy: Power and Pageantry in Modern Japan. University of California Press; 1996. ISBN 978-0-520-21371-5.
- Goodman, Roger; Ian Neary. Case Studies on Human Rights in Japan. Routledge; 1996. ISBN 978-1-873410-35-6.
- Gordon, William. Flags of the World, Past and Present. Frederick Warne & Co.; 1915.
- Hall, James. Illustrated Dictionary of Symbols in Eastern and Western Art. Westview Press; 1996. ISBN 0-06-430982-7. "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-06. Diakses tanggal 2014-04-06.
- Heenan, Patrick. The Japan Handbook. Routledge; 1998. ISBN 1-57958-055-6.
- Inoguchi, Takashi; Purnendra Jain. Japanese Foreign Policy Today. Palgrave Macmillan Ltd; 2000. ISBN 0-312-22707-8.
- Itoh, Mayumi. The Hatoyama Dynasty: Japanese Political Leadership Through the Generations. Palgrave Macmillan; 2003. ISBN 1-4039-6331-2.
- Kataoka, Tetsuya. Creating Single-Party Democracy: Japan's Postwar Political System. Hoover Institution Press; 1991. ISBN 0-8179-9111-5.
- Khan, Yoshimitsu. Japanese Moral Education: Past and Present. Fairleigh Dickinson University Press; 1998. ISBN 0-8386-3693-4.
- Large, Stephen. Emperor Hirohito and Showa Japan: A Political Biography. Routledge; 1992. ISBN 0-415-03203-2.
- Lauterpacht, Elihu. In: C. J. Greenwood and A. G. Oppenheimer. International Law Reports. Cambridge University Press; 2002. ISBN 978-0-521-80775-3.
- Mangan, J.A.; Finn, Gerry; Giulianotti, Richard and Majumdar, Boria. Football Culture Local Conflicts, Global Visions. Routledge; 2000. ISBN 978-0-7146-5041-8.
- Matoba, Seinosuke. 陸軍と海軍 [Army and Navy]. 1901. (Jepang).
- Meyer, Milton. Japan: A Concise History. Rowman & Littlefield Publishing Group; 2009. ISBN 0-7425-4117-7.
- Newell, William. Japan in Asia: 1942–1945. Singapore University Press; 1982. ISBN 9971-69-014-4.
- Nornes, Abe Mark. Japanese Documentary Film The Meiji Era through Hiroshima. University of Minnesota Press; 2003. ISBN 0-8166-4046-7.
- Ohnuki-Tierney, Emiko. Kamikaze, Cherry Blossoms, and Nationalisms. University of Chicago Press; 2002. ISBN 978-0-226-62091-6.
- Okano, Kaori; Motonori Tsuchiya (1999), Education in Contemporary Japan, Cambridge University Press, ISBN 978-0-521-62686-6
- Partner, Simon. Toshié A Story of Village Life in Twentieth-Century Japan. University of California Press; 2004. ISBN 978-0-520-24097-1.
- Röhl, Wilhelm. History of law in Japan since 1868, Part 5, Volume 12. Brill; 2005. ISBN 978-90-04-13164-4.
- Saito, Shinya. 記者四十年 [Fourteen Years As A Reporter]. Asahi Shimbun Publishing; 1987. (Jepang). ISBN 978-4-02-260421-7.
- Smith, Whitney. Flags Through the Ages and Across the World. McGraw-Hill; 1975. ISBN 0-07-059093-1.
- Smith, Whitney. Flag Lore Of All Nations. Millbrook Press; 2001. ISBN 0-7613-1753-8.
- Takahashi, Yuuichi. 海軍問答 [Navy Dialogue]. 1903. (Jepang).
- Takenaka, Yoshiharu. 知っておきたい国旗・旗の基礎知識 [Flag basics you should know]. Gifu Shimbun; 2003. (Jepang). ISBN 4-87797-054-1.
- Taylor, Jean Gelman. Indonesia: Peoples and Histories. Yale University Press; 2004. ISBN 0-300-10518-5.
- Tazagi, Shirou. 梶山静六: 死に顔に笑みをたたえて [Seiroku Kajiyama: Praising the smile in the dying face]. Kodansha; 2004. (Jepang). ISBN 4-06-212592-7.
- Tipton, Elise. Modern Japan A Social and Political History. Routledge; 2002. ISBN 978-0-415-18538-7.
- Trevor, Malcolm. Japan – Restless Competitor The Pursuit of Economic Nationalism. Routledge; 2001. ISBN 978-1-903350-02-7.
- Turnbull, Stephen; Howard Gerrard. Ashigaru 1467–1649. Osprey Publishing; 2001. ISBN 1-84176-149-4.
- Williams, David; Rikki Kersten (2006), The Left in the Shaping of Japanese Democracy, Routledge, ISBN 978-0-415-33435-8
- Yamazumi, Masami. 日の丸・君が代問題とは何か. Otsuki Shoten; 1988. (Jepang). ISBN 4-272-41032-6.
Legislasi
- Government of Japan. 明治3年太政官布告第57号 [Prime Minister's Proclamation No. 57]; 1870-02-27 [cited 2010-02-06]. (Jepang).
- National Diet Library. 明治3年太政官布告第651号 [Prime Minister's Proclamation No. 651] [PDF]; 1870-10-03 [cited 2010-02-06]. (Jepang).
- Government of Japan. 大正元年閣令第一号 (大喪中ノ国旗掲揚方) [Regulation 1 from 1912 (Raising Mourning Flag For the Emperor)]; 1912-07-30 [archived 2010-08-18; cited 2010-02-06]. (Jepang).
- Government of Japan. 自衛隊法施行令 [Self-Defense Forces Law Enforcement Order]; 1954-06-30 [archived 2008-04-07; cited 2008-01-25]. (Jepang).
- Ministry of Defense. 〇海上自衛隊の使用する航空機の分類等及び塗粧標準等に 関する達 [Standard Sizes, Markings and Paint Used On Aircraft] [PDF]; 1962-12-24 [cited 2009-12-15]. (Jepang).
- Government of Hiroshima Prefecture. 広島県県章および県旗の制定 [Law About the Flag and Emblem of Hiroshima Prefecture]; 1968-07-16 [archived 2011-07-19; cited 2010-02-06]. (Jepang).
- Government of Japan. 国旗及び国歌に関する法律 (法律第百二十七号) [Law Regarding the National Flag and National Anthem, Act No. 127]; 1999-08-13 [archived 2010-05-21; cited 2010-02-06]. (Jepang).
- Police of the Hokkaido Prefecture. 国旗及び国歌の取扱いについて [Law Regarding Use of the National Flag and Anthem]; 1999-11-18 [archived 2008-05-06; cited 2010-01-14]. (Jepang).
- Police of Kanagawa Prefecture. 国旗及び県旗の取扱いについて [Law Regarding the Use of the National and Prefectural Flag] [PDF]; 2003-03-29 [cited 2010-01-14]. (Jepang).
- Government of Amakusa City. 天草市章 [Emblem of Amakusa]; 2003-03-27 [cited 2010-02-06]. (Jepang).
- Government of Amakusa City. 天草市旗 [Flag of Amakusa]; 2003-03-27 [cited 2010-02-06]. (Jepang).
- Ministry of Defense. 自衛隊の旗に関する訓令 [Flag Rules of the JASDF] [PDF]; 2008-03-25 [cited 2009-09-25]. (Jepang).
- Ministry of Defense. 海上自衛隊旗章規則 [JMSDF Flag and Emblem Rules] [PDF]; 2008-03-25 [cited 2009-09-25]. (Jepang).