Aturan sinus

(Dialihkan dari Hukum sinus)
Untuk kegunaan lain, lihat Sinus (disambiguasi).

Dalam trigonometri, aturan sinus, rumus sinus, atau hukum sinus adalah sebuah persamaan yang memperbandingan panjang sisi-sisi segitiga terhadap sinus sudut-sudutnya. Aturan ini menyatakan bahwadengan a, b, dan c menyatakan panjang-panjang sisi dari segitiga, dan α, β, dan γ adalah besar sudut-sudut yang menghadap sisi-sisi tersebut (lihat gambar sebagai ilustrasi), sedangkan R adalah radius dari lingkaran luar segitiga. Jika radius lingkaran tidak digunakan, aturan sinus terkadang dinyatakan dalam bentukAturan sinus berguna untuk menghitung sisi yang belum diketahui dari suatu segitiga apabila besar dua sudut dan panjang satu sisinya diketahui. Ini adalah masalah yang umum terjadi ketika melakukan triangulasi. Rumus ini juga dapat digunakan bila diketahui panjang dua sisi dan besar sudut yang tak diapit kedua sisi tersebut. Dalam kasus ini, data mungkin tidak dapat menghasilkan segitiga yang unik, sehingga rumus dapat memberikan dua nilai yang mungkin untuk sudut yang diapit. Aturan sinus juga dapat dipakai untuk menghitung jari-jari lingkaran luar segitiga.

Aturan Sinus
Tanpa lingkaran luar
Segitiga yang diberi label menyesuaikan dengan aturan sinus. Nilai sudut α, β dan γ masing-masing berasosiasi dengan titik sudut A, B, dan C. Huruf kecil a, b, dan c adalah panjang dari sisi yang menghadap sudut-sudut tersebut. (sisi a menghadap sudut α, dst.)

Aturan sinus adalah salah satu dari dua persamaan trigonometrik yang umum digunakan untuk menentukan besar panjang dan sudut pada segitiga, persamaan lain yang digunakan adalah aturan kosinus.

Aturan sinus dapat diperumum ke dimensi yang lebih tinggi, yakni pada permukaan dengan kurvatur yang bernilai konstan.[1]

Sejarah

sunting

Hukum sinus bagi segitiga yang terletak pada bola ditemukan pada abad ke-10. Penemuan ini banyak diatribusikan kepada Abu-Mahmud Khojandi, Abul Wafa Muhammad Al Buzjani, Nashiruddin ath-Thusi, dan Abu Nashr Mansur.[2]

Pada abad ke-11, buku Ibn Muʿādh al-Jayyānī' mengandung hukum sinus secara umum.[3][4] Hukum sinus pada bidang [datar] kemudian dinyatakan oleh Nashiruddin ath-Thusi pada abad ke-13.[4] Dalam karyanya Tentang Gambar Sektor, ia menuliskan hukum sinus untuk bidang datar dan untuk permukaan bola, dan memberikan rumus untuk kedua hukum ini.[5]

Pada abad ke-15, matematikawan Jerman Regiomontanus menggunakan hukum sinus sebagai fondasi solusi tentang masalah yang berkaitan dengan segitiga siku-siku. Solusi yang tertulis pada Buku IV-nya pada gilirannya menjadi dasar solusi masalah yang berkaitan dengan segitiga secara umum.[6]

Perhatikan segitiga dengan sisi a, b, dan c, dan sudut yang berhadapan A, B, dan C. Tarik garis tinggi h dari sudut C ke sisi c sehingga segitiga ABC terbagi menjadi dua segitiga siku-siku.

Dapat diamati bahwa:

  dan 

Dari persamaan tersebut, dapat diturunkan dua bentuk dari h

 

sehingga diperoleh

 

Memperlakukan garis tinggi dari sudut A dengan cara yang sama, kemudian akan diperoleh:

 

Kasus ambigu

sunting

Ketika menggunakan aturan sinus untuk menentukan panjang sisi suatu segitiga, kasus ambigu dapat terjadi ketika terdapat dua segitiga dapat dibuat dari informasi yang diketahui (dengan kata lain, akan menghasilkan dua solusi berbeda). Kasus ini mungkin saja terjadi karena ada dua nilai sudut yang benar antara 0° dan 180° yang memiliki nilai sinus yang sama.

 
Kasus ambigu penggunaan aturan sinus untuk mencari panjang sisi segitiga. Apabila diberikan besar sudut  , juga panjang sisi   dan  , maka kedua-dua segitiga ABC dan ABC′ adalah benar.

Untuk sembarang segitiga, kasus ambigu terjadi apabila kondisi-kondisi berikut terpenuhi:

  • Informasi yang tersedia tentang segitiga hanyalah sudut α dan panjang a dan c.
  • Sudut α lancip (yakni, besar sudut α < 90°).
  • Sisi a lebih pendek daripada sisi c (yakni, besar a < c).
  • Sisi a lebih panjang daripada ketinggian h ketika diukur dari titik B (artinya a > h), dengan nilai h = c sin α.

Jika semua kondisi tersebut terpenuhi, maka sudut β dan β′ menghasilkan dua segitiga yang valid tapi berbeda, mengartikan dua persamaan berikut benar: Dari persamaan di atas, dapat ditentukan besar sudut β dan panjang sisi b, atau besar sudut β′ dan panjang sisi b′, jika diperlukan.

Contoh

sunting
 
Contoh 1

Diberikan informasi: panjang sisi a = 20, sisi c = 24, dan sudut γ = 40°, sedangkan nilai sudut α ingin dicari. Menggunakan aturan sinus, disimpulkan bahwa  Sehingga dengan menggunakan invers dari fungsi sinus, arcsinus, didapatkan  Solusi lain dari arcsin adalah nilai α = 147.61°. Namun ini tidak digunakan karena akan menghasilkan solusi dengan total sudut segitiga α + β + γ > 180°.

Hubungan dengan lingkaran luar segitiga

sunting

Pada identitas ketiga pecahan tersebut memiliki nilai yang sama dengan panjang diameter dari lingkaran luar segitiga. Bukti mengenai hal ini dapat ditelusuri sampai ke Ptolemy.[7][8]

 
Membuktikan nilai rasio pada aturan sinus sama dengan panjang diameter lingkaran luar segitiga. Perhatikan bahwa segitiga ADB melalui pusat lingkaran yang berdiameter d.

Seperti terlihat pada gambar, misalkan ada sebuah lingkaran yang memuat segitiga  , dan memuat segitiga lain   yang sisinya melewati pusat lingkaran O.[nb 1] Sudut   memiliki sudut pusat sebesar  , sehingga sudut  . Karena merupakan segitiga siku-siku, pada segitiga   berlaku 

dengan   adalah jari-jari dari lingkaran yang memuat segitiga.[8] Sudut   dan   memiliki sudut pusat yang sama, sehingga besar sudut mereka sama:  . Maka disimpulkan, Dengan menyusun kembali suku-suku, dihasilkan Proses di atas dapat diulangi dengan membentuk   yang berbeda, sehingga menghasilkan persamaan

 

Hubungan dengan luas segitiga

sunting

Menggunakan notasi yang sama dengan bagian sebelumnya, luas dari segitiga   adalah  , dengan   adalah sudut yang diapit oleh sisi a dan b. Mensubtitusi aturan sinus pada persamaan luas segitiga menghasilkan[9]  Dapat ditunjukkan bahwa persamaan tersebut mengimplikasikan dengan   adalah panjang setengah keliling segitiga, yakni   Persamaan ini dapat disederhanakan menjadi rumus Heron untuk menghitung luas segitiga.

Aturan sinus juga dapat digunakan untuk menghasilkan rumus berikut untuk menghitung luas lingkaran. Dengan menyatakan  , dapat ditunjukkan[10]

 

Kasus hiperbolik

sunting

Dalam geometri hiperbolik dengan kurvatur bernilai −1, aturan sinus berubah menjadi Pada kasus khusus dengan B berupa sudut siku-siku, dihasilkan yang mirip dengan rumus pada geometri Euklides, yang menyatakan sinus sebagai perbandingan panjang sisi berlawanan dengan sisi hipotenusa.

Pada permukaan bola

sunting
 
Ilustrasi dari setiap label untuk aturan sinus pada permukaan bola.

Aturan sinus pada permukaan bola memberikan hubungan trigonometrik pada segitiga yang sisi-sisinya berupa lingkaran besar.

Misalkan radius dari bola adalah 1. Misalkan pula a, b, dan c adalah panjang dari segmen-segmen lingkaran besar yang menjadi sisi-sisi segitiga. Karena bola berupa bola satuan, panjang a, b, dan c sama dengan besar-besar sudut (dalam radian) dari pusat bola, yang membentuk segmen-segmen lingkaran besar. Misalkan juga A, B, dan C adalah sudut-sudut yang berhadapan dengan masing-masing sisi segitiga. Aturan sinus pada permukaan bola menyatakan bahwa 

Pada permukaan dengan kurvatur konstan

sunting

Pada permukaan secara umum, fungsi sinus dapat diperumum sebagai berikut: yang nilainya juga bergantung kurvatur K di posisi   berada. Aturan sinus pada permukaan kurvatur bernilai konstan K menyatakan bahwa[1] Mensubtitusi nilai K = 0, K = 1, dan K = −1, secara berurutan akan menghasilkan aturan sinus pada permukaan Euklides, bola, dan hiperbolik, yang dijelaskan pada bagian-bagian sebelumnya. Misalkan pK(r) menyatakan keliling lingkaran berdiameter r pada ruang dengan kurvatur konstan K. Maka pK(r) = 2π sinK r. Akibatnya, aturan sinus juga dapat ditulis ulang sebagai: Rumus ini ditemukan oleh János Bolyai.[11]

Lihat pula

sunting

Catatan

sunting
  1. ^ Memuat, dalam artian semua titik sudut segitiga terletak pada lingkaran.

Rujukan

sunting
  1. ^ a b "Generalized law of sines". mathworld. 
  2. ^ Sesiano hanya mencatat al-Wafa sebagai seorang kontributor. Sesiano, Jacques (2000) "Islamic mathematics" pp. 137–157, dalam Selin, Helaine; D'Ambrosio, Ubiratan (2000), Mathematics Across Cultures: The History of Non-western Mathematics, Springer, ISBN 1-4020-0260-2  "... .Spherical geometry was based on Menelaus's Spherics (and, in particular, its theorem IIIJ.1) and gave rise through Abu'l-Wafii' al-Buzjani (940-997/8) to the law of sines for spherical triangles,   where   are the sides and   the opposite angles
  3. ^ O'Connor, John J.; Robertson, Edmund F., "Abu Abd Allah Muhammad ibn Muadh Al-Jayyani", Arsip Sejarah Matematika MacTutor, Universitas St Andrews .
  4. ^ a b Histoire des sciences arabes. Rushdī Rāshid, Régis Morelon. Paris. 1997. ISBN 2-02-030355-8. OCLC 37996126. 
  5. ^ Berggren, J. Lennart (2007). "Mathematics in Medieval Islam". The Mathematics of Egypt, Mesopotamia, China, India, and Islam: A Sourcebook. Princeton University Press. hlm. 518. ISBN 978-0-691-11485-9. 
  6. ^ Glen Van Brummelen (2009). "The mathematics of the heavens and the earth: the early history of trigonometry". Princeton University Press. p.259. ISBN 0-691-12973-8
  7. ^ Coxeter, H. S. M. and Greitzer, S. L. Geometry Revisited. Washington, DC: Math. Assoc. Amer., pp. 1–3, 1967
  8. ^ a b "Law of Sines". www.pballew.net. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-09-10. Diakses tanggal 2018-09-18. 
  9. ^ Mr. T's Math Videos (2015-06-10), Area of a Triangle and Radius of its Circumscribed Circle, diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-11, diakses tanggal 2018-09-18 
  10. ^ Mitchell, Douglas W., "A Heron-type area formula in terms of sines," Mathematical Gazette 93, March 2009, 108–109.
  11. ^ Katok, Svetlana (1992). Fuchsian groups . Chicago: University of Chicago Press. hlm. 22. ISBN 0-226-42583-5.