Jaringan Islam Liberal
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Jaringan Islam Liberal adalah forum terbuka untuk membahas dan menyebarluaskan konsep liberalisme Islam di Indonesia.[1]
Pendiri | Luthfi Assyaukanie, Ulil Abshar Abdalla, Nong Darol Mahmada |
---|---|
Tipe | Lembaga |
Tujuan | Jaringan sosial |
Kantor pusat | Jakarta, Indonesia |
Koordinat | 6°11′41″S 106°52′06″E / 6.194640°S 106.8683378°E |
Wilayah layanan | Indonesia |
Prinsip
suntingPrinsip yang dianut oleh Jaringan Islam Liberal yaitu Islam yang menekankan kebebasan pribadi dan pembebasan dari struktur sosial-politik yang menindas. "Liberal" di sini bermakna dua: kebebasan dan pembebasan. Jaringan Islam Liberal percaya bahwa Islam selalu dilekati kata sifat, sebab pada kenyataannya Islam ditafsirkan secara berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan penafsirnya. Jaringan Islam Liberal memilih satu jenis tafsir, dan dengan demikian satu kata sifat terhadap Islam, yaitu "liberal".
Sejarah
suntingMenurut Charless Kurzman islam liberal telah muncul sekitar abad ke-18 saat kerajaan Turki Utsmani Dinasti Shafawi dan Dinasti Mughal tengah berada di gerbang keruntuhan. Pada saat itu tampilah para ulama untuk mengadakan gerakan pemurnian, kembali kepada al-Quran dan Sunnah. Pada saat ini muncullah cikal bakal paham liberal awal melalui Syah Waliyullah (India, 1703-1762), menurutnya Islam harus mengikuti adat lokal suatu tempat sesuai dengan kebutuhan penduduknya. Hal ini juga terjadi di kalangan Syiah. Aqa Muhammad Bihbihani (Iran, 1790) mulai berani mendobrak pintu ijtihad dan membukanya lebar-lebar.
Di Indonesia muncul Nurcholis Madjid (murid dari Fazlur Rahman di Chicago) yang memelopori gerakan firqah liberal bersama dengan Djohan Efendi, Ahmad Wahib dan Abdurrahman Wahid. (Adian Husaini dalam makalah Islam Liberal dan misinya menukil dari Greg Barton. Nurcholis Madjid telah memulai gagasan pembaruannya sejak tahun 1970-an. Pada saat itu ia telah menyuarakan pluralisme agama dengan menyatakan: Rasanya toleransi agama hanya akan tumbuh di atas dasar paham kenisbian (relativisme) bentuk-bentuk formal agama ini dan pengakuan bersama akan kemutlakan suatu nilai yang universal, yang mengarah kepada setiap manusia, yang kiranya merupakan inti setiap agama.[2]
Menurut koordinator JIL Novriantoni Kahar dan Ulil, pergerakan JIL memeperoleh sumbangan dari organisasi The Asia Foundation sekitar Rp. 1.400.000.000 dari tahun 2001-2005[3]
Konflik
suntingUlil Abshar Abdalla, seorang tokoh Islam Liberal di Indonesia, menolak penafsiran agama yang tidak pluralis atau bertentangan dengan demokrasi yang menurutnya berpotensi merusak pemikiran Islam. Ia mengkritik MUI telah memonopoli penafsiran Islam di Indonesia, terutama karena fatwa yang menyatakan bahwa Pluralisme, Liberalisme, dan Sekularisme adalah ideologi sesat.[4][5]
Lihat pula
sunting- Goenawan Mohamad
- Mohamad Guntur Romli
- Nong Darol Mahmada
- Indonesia Tanpa JIL, sebuah gerakan perlawanan terhadap JIL
Referensi
sunting- ^ Feener, R. Michael (2007). Muslim legal thought in modern Indonesia. Cambridge University Press. hlm. 210. ISBN 0-521-87775-X.
- ^ Nurcholis Madjid: 239
- ^ [1]
- ^ Purple, Yusuf. "Kontroversi Pemikiran Islam Liberal Di Indonesia". Diakses pada 18 September 2014.
- ^ "Fatwa MUI" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-06-30. Diakses tanggal 2015-04-13.