Jeong Yak-yong
Jeong Yak-yong atau Dasan (1762-1836) adalah sejarawan dan ilmuwan dari Dinasti Joseon.[1] Ia dikenal sebagai tokoh yang berjasa membantu pemerintahan Raja Jeongjo mengembangkan daerah pedesaan melalui reformasi tanah dan pengenalan teknologi baru.[1] Kalimat yang paling terkenal dari Jeong Yak-yong sama dengan teori kontrak sosial Jean Jacques Rousseau dari Prancis, yakni: Pemimpin dipilih oleh rakyat.
Jeong Yak-yong | |
Nama Korea | |
---|---|
Hangul | 정약용 |
Hanja | 丁若鏞 |
Alih Aksara | Jeong Yak-yong |
McCune–Reischauer | Chŏng Yagyong |
Nama pena | |
Hangul | 다산 |
Hanja | 茶山 |
Alih Aksara | Dasan |
McCune–Reischauer | Tasan |
Nama kehormatan | |
Hangul | 미용 atau 송보 |
Hanja | 美鏞 atau 頌甫 |
Alih Aksara | Miyong atau Songbo |
McCune–Reischauer | Miyong atau Songbo |
Jeong lahir pada tahun 1762 di Mahyeon, utara kota Seoul dari keluarga bangsawan. Ayahnya Jeong Jae-won, adalah seorang pejabat daerah. Ketika berumur 14 tahun, keluarganya pindah ke Seoul dan saat sama Jeong menikah. Jeong tidak hanya mempelajari ajaran-ajaran Konfusianisme namun juga tertarik mempelajari ilmu pengetahuan barat, matematika, astronomi, dan agama Kristen. Ia lulus ujian kenegaraan pada tahun 1780 dan masuk kantor pemerintahan. Ia dikenal sebagai perencana yang baik walau umurnya masih sangat muda. Pada usia 15, ia merancang tembok untuk melindungi kota Suwon. Pembangunan itu dilaksanakan dengan baik dan murah berkat windlass yang ia rancang dapat dengan mudah mengangkat batu-batu besar. Tembok hasil rancangannya masih berdiri hingga kini di Suwon.
Jeong memegang banyak pos dalam pemerintahan seperti pendamping baca untuk Raja Jeongjo, inspektur provinsi Gyeonggi dan pengajar di Akademi Seonggyungwan. Hubungan baiknya dengan raja membuatnya mendapat berbagai posisi yang menguntungkan. Setelah raja wafat pada tahun 1801, Jeong yang telah masuk agama Katolik pada tahun 1784, menjadi salah satu korban dalam Penyiksaan Umat Katolik tahun 1801, tetapi untungnya ia hanya dibuang ke daerah yang jauh dari ibu kota.
Jeong Yak-yong disingkirkan dari kantor kerajaan karena dianggap sebagai ancaman oleh para bangsawan yang tidak menyukai kebijakan reformasi tanah dan pembebasan kaum budak yang disuarakannya.[1] Namun sebenarnya alasan utama kaum bangsawan berkomplot menyingkirkan Jeong Yak-yong bukanlah ketidaksamaan pandangan politik, tetapi karena ia adalah seorang Katolik.[1] Pada saat itu, pihak-pihak berkuasa menentang ajaran Katolik yang dianggap merendahkan ritual kepada leluhur dan struktur sosial, yang bisa meruntuhkan fondasi ideologi dinasti.
Ia menjalani masa pembuangan selama 17 tahun di Gangjin, Jeolla. Saat dalam masa pembuangan, ia tinggal di Gyeoldong, di dekat Gunung Dasan. Pada periode di tempat itu, ia menulis beberapa tulisan terbaiknya dan menciptakan Filsafat Silhak yang bermakna " pembelajaran yang praktis".
Jeong menulis berbagai buku politik, ekonomi, geografi dan agrikultur. Sebagai sastrawan, Jeong dikenal sebagai penyair lebih dari 2.500 puisi. Setelah ia kembali ke ibu kota dari pengasingan, ia pulang ke rumahnya di Yangju. Ia menolak beberapa penawaran untuk bekerja di pos-pos pemerintah dan lebih ingin berkonsentrasi kepada pelajarannya. Ia meninggal pada tahun 1836 di Majae, Namyangju, di sebelah timur laut Seoul.
Referensi
sunting- ^ a b c d (Inggris) Yukhoon, Kim (2007). Korean History for International Citizens. Northeast Asian History Foundation, Seoul, Republic of Korea. hlm. 54–55. ISBN 978-89-91448-90-2.