Judo

olahraga bela diri

Judo (bahasa Jepang: 柔道 ) adalah seni bela diri, olahraga, dan filosofi yang berakar dari Jepang. Judo dikembangkan dari seni bela diri kuno Jepang yang disebut Jujutsu. Jujutsu yang merupakan seni bertahan dan menyerang menggunakan tangan kosong maupun senjata pendek, dikembangkan menjadi Judo oleh Kano Jigoro (嘉納治五郎) pada 1882. Olahraga ini menjadi model dari seni bela diri Jepang, gendai budo, dikembangkan dari sekolah (koryu) tua. Pemain judo disebut judoka atau pejudo. Judo sekarang merupakan sebuah cabang bela diri yang populer, bahkan telah menjadi cabang olahraga resmi Olimpiade.

Judo
(柔道)
Tampak pemain berseragam biru sedang dibanting menggunakan ouchi gari, sebuah teknik bantingan dalam olahraga Judo.
FokusBergumul
Negara asalJepang Jepang
PenciptaKano Jigoro
Praktisi terkenalMitsuo Maeda, Kyuzo Mifune, Keiko Fukuda, Masahiko Kimura, Gene LeBell, Anton Geesink, Yasuhiro Yamashita, Neil Adams, Hidehiko Yoshida, Vladimir Putin, Kosei Inoue
Orang tuaBervariasi seperti dari jujutsu, secara prinsip Tenjin Shin'yō-ryū, Kito-ryū, dan Fusen-ryū
Olahraga olimpiksejak 1964[1] (Putra) dan 1992[2][3] (Putri)

Sejarah

sunting

Sebelum Judo

sunting

Pegulat sumo zaman dahulu kala menjatuhkan lawannya tanpa senjata. Hal ini menginspirasikan teknik-teknik bela diri jujutsu. Sumo pada awalnya hanya dinikmati kaum aristokrat sebagai ritual atau upacara keagamaan pada zaman Heian (abad ke-8 hingga abad ke-12).

Pada perkembangannya, Jepang memasuki masa-masa perang di mana kaum aristokrat digeser kedudukannya oleh kaum militer. Demikian pula olahraga yang sebelumnya hanya dijadikan hiburan, oleh kaum militer dijadikan untuk latihan para tentara. Pada masa inilah teknik jujutsu dikembangkan di medan pertempuran. Para prajurit bertempur tanpa senjata atau dengan senjata pendek. Teknik menjatuhkan lawan atau melumpuhkan lawan inilah yang dikenal dengan nama jujutsu.

Pada zaman Edo (abad ke-17 hingga abad ke-19) di mana keadaan Jepang relatif aman, jujutsu dikembangkan menjadi seni bela diri untuk melatih tubuh bagi masyarakat kelas kesatria. ±Gaya-gaya jujutsu yang berbeda-beda mulai muncul, antara lain Takenouchi, Susumihozan, Araki, Sekiguchi, Kito, dan Tenjinshin'yo.

Awal mula Judo

sunting

Jigoro Kano menambahkan gayanya sendiri pada banyak cabang jujutsu yang ia pelajari pada masa itu (termasuk Tenjinshiyo dan Kito). Pada tahun 1882 ia mendirikan sebuah dojo di Tokyo yang ia sebut Kodokan Judo. Dojo pertama ini didirikan di kuil Eisho ji, dengan jumlah murid sembilan orang.

Tujuan utama jujutsu adalah penguasaan teknik menyerang dan bertahan. Kano mengadaptasi tujuan ini, tetapi lebih mengutamakan sistem pengajaran dan pembelajaran. Ia mengembangkan tiga target spesifik untuk judo: latihan fisik, pengembangan mental / roh, dan kompetisi di pertandingan-pertandingan.

Perbedaan Judo dan Jujutsu

sunting

Terjemahan harafiah dari kata 'judo' adalah 'cara yang halus'. 'Cara' atau 'jalan' yang dimaksud disini memiliki arti konotasi secara etika dan filosofis. Kano mengungkapkan konsep filosofinya dengan dua frasa, "Seiryoku Zen'yo" (penggunaan energi secara efisien) dan "Jita Kyoei" (keuntungan bagi diri sendiri dan orang lain). Meskipun disebut halus, namun sebenarnya judo merupakan kombinasi dari teknik-teknik keras dan lembut, maka dari itu judo dapat pula diartikan sebagai 'cara yang lentur'.

Jujutsu, pada sisi yang lain, memiliki terjemahan harafiah 'kemampuan yang halus'. Latihan jujutsu dipusatkan pada cara-cara (Kata) tertentu dan formal, sedangkan judo menekankan pada latihan bebas teknik tertentu dalam perkelahian bebas (randori). Hal ini membuat pelatihan judo berjalan lebih dinamis.

Para kontestan jujutsu menggunakan seragam yang relatif berat (hakama). Para praktisi awal judo menggunakan semacam celana pendek, namun tidak lama kemudian mereka lebih memilih menggunakan busana Barat yang dinilai lebih memiliki keunggulan fungsi dan mengijinkan pergerakan yang lebih bebas. Seragam modern judo (judogi) dikembangkan pada tahun 1907.

Teknik-teknik jujutsu, selain teknik dasar seperti melempar dan menahan, menggunakan pukulan, tendangan, bahkan menggunakan senjata pendek. Pada sisi lain, judo menghindari tendangan dan pukulan-pukulan yang berbahaya, dan lebih dipusatkan pada teknik membanting yang terorganisir dan teknik bertahan.

Penggunaan akhiran -do dan -jutsu

sunting

Banyak cabang beladiri Jepang yang mempunyai awalan yang sama namun memiliki dua akhiran '-do' dan '-jutsu'. Bujutsu dan budo serta Kenjutsu dan kendo adalah beberapa contohnya. Perbedaan dasar dari kedua akhiran ini adalah '-do' berarti 'jalan' dan '-jutsu' yang artinya 'jurus' atau 'ilmu'. Selain itu dalam bela diri berakhiran '-do' biasanya lebih banyak peraturan yang tidak memungkinkan seseorang untuk terluka akibat serangan yang fatal, namun tidak demikian halnya dengan bela diri yang berakhiran dengan kata '-jutsu', misalnya di dalam kendo, hanya bagian tangan, perut, kaki, dan bagian bawah dagu yang boleh diserang, sedangkan kenjutsu membolehkan serangan ke semua bagian tubuh.

Secara umum, budo ('bu-' artinya prajurit) adalah pengembangan dari bujutsu yang telah disesuaikan dengan zaman sekarang (untuk olahraga, bukan berkelahi). Beberapa contoh bujutsu yang dikembangkan menjadi budo:

  • Jujutsu -> Judo
  • Kenjutsu -> Kendo
  • Aiki-Jujutsu -> Aikido
  • Karate jutsu -> Karate Do
  • Battoujutsu/Iaijutsu -> Battoudo/Iaido.

Judo sebagai cabang olahraga

sunting

Judoka perempuan

sunting

Kaum perempuan pertama kali diterima sebagai judoka pada tahun 1893, walaupun pada saat itu kaum olahragawati dianggap sebelah mata di dalam struktur masyarakat Jepang. Meskipun demikian, kemajuan yang dramatis ini hanya berlangsung sebentar, karena pada hakikatnya mereka masih dijauhkan dari pertandingan-pertandingan resmi, dengan alasan keselamatan fisik.

Setelah Perang Dunia II, judo bagi laki-laki dan perempuan diperkenalkan ke luar Jepang. Persatuan Judo Eropa dibentuk pada tahun 1948, diikuti dengan pembentukan Federasi Internasional Judo pada tahun 1951. Judo menjadi salah satu cabang olahraga resmi Olimpiade pada Olimpiade Tokyo 1964 di Tokyo, Jepang. Judoka perempuan pertama kali berlaga di Olimpiade pada Olimpiade Barcelona 1992 di Barcelona, Spanyol.

Tingkatan Judo dan warna ikat pinggang

sunting

Dimulai dari kelas pemula (shoshinsha) seorang judoka mulai menggunakan ikat pinggang dan disebut berada di tingkatan kyu kelima. Dari sana, seorang judoka naik tingkat menjadi kyu keempat, ketiga, kedua, dan akhirnya kyu pertama. Setelah itu sistem penomoran dibalik menjadi dan pertama (shodan), kedua, dan seterusnya hingga dan kesepuluh, yang merupakan tingkatan tertinggi di judo. Meskipun demikian, sang pendiri, Kano Jigoro, mengatakan bahwa tingkatan judo tidak dibatasi hingga dan kesepuluh, dan hingga saat ini karena hanya ada 15 orang yang pernah sampai ke tingkat dan kesepuluh, maka tidak ada yang pernah melampaui tingkat tersebut.

Warna ikat pinggang menunjukkan tingkatan kyu ataupun dan. Pemula, kyu kelima dan keempat menggunakan warna putih; kyu ketiga, kedua, dan pertama menggunakan warna cokelat; warna hitam dipakai oleh judoka yang sudah mencapai tahapan dan, mulai dari shodan, atau dan pertama, hingga dan kelima. Judoka dengan tingkatan dan keenam hingga dan kesembilan menggunakan ikat pinggang kotak-kotak bewarna merah dan putih, walaupun kadang-kadang juga menggunakan warna hitam. Tingkatan teratas, dan kesepuluh, menggunakan ikat-pinggang merah-putih atau merah. Judoka perempuan yang telah mencapai tahap dan ke atas memiliki garis putih yang memanjang di bagian tengah ikat pinggang hitam mereka.

Lantai Judo

sunting

Pertandingan judo diselenggarakan di atas karpet atau matras (tatami) berbentuk segi empat (belah ketupat) dengan sisi 14,55 meter atau sepanjang 8 tatami yang dijajarkan. Selain dialasi matras, kebanyakan dojo judo sekarang menggunakan pegas di bawah lantai palsu, untuk menahan benturan akibat bantingan.

Di awal pertandingan, kedua judoka berdiri di tengah-tengah tepat di belakang garis sejajar dengan diawasi oleh juri. Sebelum dimulai, kedua judoka tersebut menunduk memberi hormat satu sama lain dari belakang garis. Di sudut atas dan bawah belah ketupat duduk dua orang hakim, dan di belakang masing-masing judoka, di luar arena yang dibatasi matras, duduk judoka-judoka dari regu yang sama, dan duduk pula seorang pencatat waktu dan seorang pencatat nilai.

Pertandingan diselenggarakan di dalam arena di dalam matras yang dibatasi oleh (dan termasuk di dalamnya) garis merah (jonai). Luas arena tersebut adalah 9,1 meter persegi dan terdiri dari 50 tatami. Waza atau teknik judo yang dipakai di arena di luar garis merah (jogai) tersebut dianggap tidak sah dan tidak dihitung.

Seragam Judo

sunting

Seragam (gi) longgar yang dikenakan seorang judoka (judogi) harus sesuai ukurannya.

Bagian bawah jaket menutupi pantat ketika ikat pinggang dikenakan. Antara ujung lengan dengan pergelangan tangan selisih 5–8 cm. Lengan baju panjangnya sedikit lebihnya dari dua pertiga panjang lengan. Karena jaket ini dirancang untuk menahan benturan tubuh akibat dibanting ke lantai, maka bahannya umumnya lebih tebal dari seragam karate (karategi) atau bela diri yang lain

Ikat pinggang

sunting

Ikat pinggang harus cukup panjang sehingga menyisakan 20–30 cm menjuntai pada masing-masing sisi.

Celana

sunting

Celana yang dipakai sedikit longgar. Antara ujung celana dengan pergelangan kaki selisih 5–8 cm. Celana panjangnya sedikit lebihnya dari dua pertiga panjang kaki.

Mengenakan seragam

sunting

Celana dikenakan dan tali celana dikencangkan. Jaket kemudian dikenakan dengan sisi kiri di atas sisi kanan. Kenakan ikat pinggang dengan cara meletakkan tengah-tengah sabuk di depan perut, kemudian kedua ujung sabuk diputar melingkar di belakang pinggang kembali ke depan; pegang kedua ujung sabuk, lalu talikan dengan kedua ujung berakhir secara horisontal. Talikan dengan kencang sehingga tidak lepas pada saat pertandingan.

Peraturan pertandingan

sunting

Pertandingan judo diadakan antara perorangan dan juga beregu. Beberapa kompetisi membagi pertandingan menjadi 8 kategori, berdasarkan berat tubuh. Kompetisi lain membagi pertandingan berdasarkan tingkatan dan, umur, dan lain-lain. Ada juga yang tidak mengenal pembagian apapun.

Satu pertandingan judo berlangsung selama 3-20 menit. Pemenang ditentukan dengan jalan judoka pertama yang meraih satu angka, baik dengan bantingan maupun kuncian. Jika setelah waktu yang ditentukan tidak ada pemain yang memperoleh satu angka, pemain dengan nilai lebih tinggi menang atau pertandingan berakhir seri.

Judo, sebagaimana olahraga lain dari Jepang, diselenggarakan dengan penuh tata krama. Kedua judoka membungkuk memberi hormat satu sama lain pada awal dan akhir pertandingan.

Awal pertandingan

sunting

Judoka menghadap satu sama lain, meluruskan telapak kaki mereka di belakang garis masing-masing di tengah-tengah arena dan berdiri tegak lurus. Lalu mereka saling membungkuk pada saat yang sama. Kemudian mereka maju satu langkah, diawali dengan kaki kiri, dan berdiri dengan posisi kuda-kuda alami (shizen hon tai). Sang juri atau wasit lalu berkata "Mulai" (Hajime) dan pertandingan pun dimulai.

Akhir pertandingan

sunting

Kedua judoka kembali dalam posisi kuda-kuda alami dan menghadap satu sama lain satu langkah di depan garis mereka masing-masing. Juri kemudian mengumumkan hasil pertandingan, dan kedua kontestan mundur selangkah ke belakang garis dimulai dengan kaki kanan. Mereka lalu membungkuk lagi dan keluar dari arena.

Sistem penilaian

sunting

Satu angka (ippon) dapat diperoleh dengan jalan:

  • Bantingan (nage waza): Jika judoka dapat mengungguli teknik lawan dengan membantingnya dengan tenaga dan kecepatan dengan punggung membentur lantai terlebih dahulu.
  • Kuncian (katame waza): Jika judoka berhasil mengunci lawan sehingga ia mengucapkan kata "Aku menyerah!" (maitta), atau menepuk lantai dua kali dengan tangan atau kaki, pingsan, atau jika kuncian tersebut berlangsung paling sedikit 30 detik (osae waza) dan diumumkan bahwa pertandingan berakhir (osae komi)

Setengah angka (waza ari) dapat diperoleh dengan cara:

  • Bantingan: Jika teknik judoka cukup bagus namun tidak sampai layak untuk menerima angka penuh.
  • Kuncian: Jika judoka berhasil mengunci lawannya selama paling tidak 25 detik.

Dua waza ari berarti satu angka, namun setengah angka saja tidak cukup untuk menentukan seorang pemenang, maka oleh para perancang pertandingan dibuatlah sistem angka tambahan.

Tambahan (yuko dan koka) yang tidak peduli berapapun tidak akan mengungguli satu 'Setengah-angka', namun dapat menjadi penentu jika masing masing judoka memperoleh nilai yang sama (1W1Y0K - 1 Waza dan 1 Yuko menang melawan 1W0Y9K - 1 Waza dan 9 Koka). Angka tambahan ini diperoleh jika teknik yang diperagakan tidak cukup bagus untuk memperoleh nilai setengah (yuko) atau tidak cukup bagus untuk memperoleh yuko (koka). Tidak jarang suatu pertandingan ditentukan dengan banyaknya yuko dan koka yang diperoleh (karena satu angka otomatis menang dan dua setengah-angka juga otomatis menang)

Jika jumlah nilai yang diperoleh kedua judoka sama, maka kadang-kadang suatu pertandingan menggunakan sistem pemungutan suara antara kedua hakim sudut dan juri (dengan total tiga suara).

Teknik terlarang

sunting

Teknik-teknik atau waza yang berbahaya tidak diijinkan penggunaannya. Total teknik terlarang berjumlah 31 (32 untuk perempuan). Judoka akan dikenai empat tingkatan sanksi, tergantung seberapa berat pelanggaran yang dilakukan. Untuk tiap-tiap jenis pelanggaran, pertandingan dihentikan sejenak dan kedua judoka kembali ke garis masing-masing.

Pelanggaran ringan (shido) adalah peringatan untuk pelanggar peraturan yang tidak seberapa berbahaya. Judoka diberi peringatan awasete chui jika melakukannya untuk kedua kalinya. Pelanggaran ini memiliki nilai berkebalikan dengan satu koka. Beberapa tindakan yang akan mendapat peringatan:

  • Seorang judoka kehilangan semangat bertarung dan tidak menyerang selama lebih dari 30 detik
  • Melepas ikat pinggang lawan atau ikat pinggang sendiri tanpa izin dari juri
  • Melilit tangan lawan dengan ujung ikat pinggang (atau ujung baju)
  • Memelintir atau berpegang pada ujung lengan baju maupun celana lawan
  • Memasukkan bagian seragam lawan manapun ke dalam mulut (menggigit seragam lawan)
  • Menyentuh wajah lawan dengan bagian tangan atau kaki manapun
  • Menarik rambut lawan
  • Mengunci telapak tangan lawan dengan telapak tangan sendiri selama lebih dari 6 detik dalam posisi berdiri

Pelanggaran kecil (chui) adalah peringatan untuk pelanggaran yang lebih berat dari pelanggaran ringan. Pelanggaran ini memiliki efek negatif sebesar yuko Beberapa contohnya sebagai berikut:

  • Memasukkan bagian kaki manapun ke seragam lawan, baik ikat pinggang maupun jaket, selama kuncian dilakukan lawan
  • Mencoba mematahkan jari lawan untuk melepaskan genggaman lawan
  • Menendang tangan lawan dengan kaki atau lutut untuk lepas dari cengkeraman lawan

Pelanggaran berat (keikoku) adalah pelanggaran yang dapat dikenai sanksi dan teguran keras. Judoka yang melakukan pelanggaran ini akan dikurangi nilainya sebesar setengah angka. Dua pelanggaran kecil memungkinkan dikenainya sanksi yang sama. Contoh pelanggaran-pelanggaran berat:

  • Mengunci lengan lawan (kansetsu waza) di manapun selain di sikut
  • Menarik lawan yang tergeletak menengadah ke atas di lantai dan kemudian membantingnya kembali
  • Seorang judoka melakukan tindakan berbahaya apapun yang bertentangan dengan jiwa judo.

Pelanggaran serius (hansoku make) adalah pelanggaran yang dapat membuat seorang judoka didiskualifikasi karena melakukan pelanggaran yang sangat berat sehingga membahayakan baik lawannya maupun orang lain. Empat kali peringatan (shido) juga dapat dikenai sanksi ini.

Posisi tubuh dalam judo

sunting

Posisi tubuh yang benar merupakan bagian yang penting di dalam judo.

Posisi duduk

sunting

Duduk bersila (seiza) Dari posisi berdiri, kaki kiri ditarik ke belakang, lalu lutut kiri diletakkan ke lantai di tempat di mana jari kaki kiri tadinya berada. Lakukan hal yang sama dengan kaki kanan, dan kedua kaki pada saat ini harus bersangga pada jari kaki dan lutut. Kemudian luruskan jari kaki sejajar dengan lantai dan pantat diletakkan di atas pangkal kaki. Letakkan kedua tangan di atas paha masing-masing sisi. Untuk berdiri, lakukan prosedur yang sama dengan cara terbalik.

Memberi hormat (zarei) Dengan bersila, bungkukkan badan ke depan sampai kedua telapak tangan menyentuh lantai dengan jari tangan menghadap ke depan. Diam dalam posisi ini selama beberapa saat, kemudian kembali ke posisi bersila.

Posisi berdiri

sunting

Memberi hormat (ritsurei) Berdiri dengan kedua pangkal kaki didekatkan, bungkukkan badan ke depan sekitar 30 derajat dengan telapak tangan di depan paha. Diam dalam posisi ini selama beberapa saat, kemudian kembali ke posisi berdiri.

Posisi alami (shizen tai) Kaki dibuka sekitar 30 cm dalam posisi natural dengan berat badan yang dibagi sama rata di kedua kaki. Istirahatkan otot bahu dan tangan. Ini adalah postur dasar dan alami judo.

Posisi bertahan (jigo tai) Dari posisi alami, kaki dibuka lebih lebar, lutut ditekuk agar pusat gravitasi tubuh lebih turun.

Melangkah (suri ashi) Cara berjalan di dalam judo dengan cara telapak kaki menyusuri lantai untuk menjaga kestabilan. Pastikan langkahnya sama rata dan pusat gravitasi tetap di posisi yang sama agar dapat bergerak lincah ke segala arah.

  • Kanan-kiri (ayumi ashi): Seperti berjalan biasa, telapak kaki melewati satu sama lain ketika berjalan
  • Kanan-kanan (tsugi ashi): Setelah kaki pertama maju, kaki kedua yang maju tidak melebihi posisi kaki pertama

Posisi jatuh dan berguling

sunting

Menguasai posisi ini memungkinkan untuk melindungi diri sendiri ketika dijatuhkan atau dibanting lawan dan mengurangi ketakutan ketika dilempar oleh lawan.

Jatuh ke belakang (ushiro ukemi) Kaki disatukan dan tangan juga disatukan, jatuhkan punggung ke matras dengan tangan lurus di samping tubuh dan telapak tangan menyentuh lantai untuk menahan jatuh. Lindungi bagian belakang kepala dengan menyentuhkan dagu ke tubuh.

Jatuh ke samping (yoko ukemi) Dari posisi berdiri, jatuhkan diri ke belakang, angkat kedua kaki satu persatu, kemudian angkat kedua tangan di depan tubuh. Berguling ke kanan (atau kiri) matras dengan kepala tetap dilindungi agar tidak menyentuh lantai. Kemudian tahan tubuh dengan tangan dan telapak tangan kanan (atau kiri).

Jatuh ke depan (mae ukemi) Jatuhkan diri ke depan dengan kedua telapak tangan di depan muka, sikut ditekuk. Jatuh tertelungkup dengan ditahan oleh kedua tangan, badan diluruskan, otot perut dikencangkan, dan tahan tubuh dengan ditahan oleh kedua tangan dan jari kaki (lutut diangkat).

Berguling ke depan (mae mawari ukemi) Berguna pada saat dilemparkan oleh lawan. Dari posisi berdiri, kaki kanan dimajukan telapak tangan kiri disentuhkan ke lantai. Bahu kanan kemudian dilemparkan ke depan dengan telapak tangan menghadap ke belakang, ini dilakukan bersamaan dengan kedua kaki menjejak lantai dan berguling ke depan. Kedua kaki dan tangan hendaknya menyentuh lantai secara bersamaan.

Teknik Judo

sunting

Teknik bantingan judo (nage waza) dapat dibagi menjadi teknik berdiri (tachi waza) dan teknik menjatuhkan diri (sutemi waza). Teknik berdiri dibagi lagi menjadi teknik tangan (te waza), teknik pangkal paha (koshi waza), dan teknik kaki (ashi waza). Teknik menjatuhkan diri dibagi lagi menjadi teknik menjatuhkan diri ke belakang (ma sutemi waza) dan teknik menjatuhkan diri ke samping (yoko sutemi waza)

Teknik kuncian judo (katame waza) dapat dibagi menjadi teknik menahan (osae waza atau osaekomi waza), teknik jepit (shime waza), dan teknik sambungan (kansetsu waza)

Teknik menyerang (atemi waza) dengan tendangan atau pukulan bahkan dengan senjata pisau atau pedang kadang digunakan untuk latihan bagi judoka tingkatan tinggi, walaupun dalam pertandingan resmi hal tersebut dilarang (demikian pula pada saat latihan bebas (randori)

Teknik bantingan (teknik berdiri)

sunting
  • Sapuan lutut - hiza guruma
  • Jegal dari belakang - o soto gari
  • Jegal dari depan - 'ko uchi gari
  • Sapuan samping - deashi barai
  • Bantingan paha - uchi mata
  • Bantingan pangkal paha memutar - o goshi
  • Bantingan pangkal paha angkat - surikomi goshi
  • Bantingan pangkal paha sapuan - harai goshi
  • Lemparan bahu - seoi nage
  • Menjatuhkan tubuh - tai otoshi
  • Lemparan guling belakang - tomoe nage

Teknik kuncian (teknik berbaring)

sunting

Teknik kuncian (katame waza) disebut juga teknik berbaring (ne waza) karena teknik ini dilakukan ketika seorang judoka atau lawannya berbaring menghadap ke atas atau ke bawah.

  • Kuncian pinggang - kesa gatame
  • Kuncian bahu - kata gatame
  • Kuncian empat sisi - yoko shiho gatame
  • Kuncian empat sisi atas - kami shiho gatame
  • Kuncian belakang - kataha jime
  • Kuncian kalung - okuri eri jime
  • Kuncian tangan - ude garami
  • Kuncian tangan silang - ude hishigi juji gatame

Pertolongan pertama judo

sunting

Seringkali di dalam pertandingan judo, seorang judoka mengalami asphyxia, di mana judoka mengalami kesulitan bernapas karena kekurangan oksigen. Untuk itu, judo telah mengembangkan suatu pertolongan pertama untuk mengembalikan kesadaran mereka yang terkena asphyxia atau aspiksia. Hal ini dapat terjadi jika kuncian yang dilakukan terlalu kuat sehingga lawan berhenti bernapas sesaat. Orang tersebut segera memerlukan pertolongan darurat di tempat.

Judo di Indonesia

sunting

Judoka Indonesia bernaung di bawah PJSI (Persatuan Judo Seluruh Indonesia) yang bernaung di bawah KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia). Tokoh-tokoh Judo Indonesia antara lain Ferry Sonneville, pebulu tangkis yang aktif membidani lahirnya PJSI; Perry G. Pantouw, juara SEA Games 1983; Krisna Bayu, Maya Fransisca, Ira Purnamasari, Aprilia Marzuki, Peter Taslim, Joe Taslim atlet judoka Indonesia.

Pada tahun 1970-an dan 1980-an dikenal nama-nama atlet seperti Bambang Prakasa, Ceto Cosadek, Raymond Rochili dsb. Di bawah kepemimpinan Ir. Soehoed saat itu, Judo merintis didirikannya training center untuk pelatnas di Ciloto, Puncak, Jawa Barat. Saat itu di Jakarta sangat berkembang berbagai perguruan Judo, seperti misalnya Judo Waza di Jakarta Selatan (dipimpin oleh alm. Robert Judono/ Robert Jung), Perguruan Judo Tiang Bendera di Jakarta Utara, dan sebagainya.

Pranala luar

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Judo pada Olimpiade 1964
  2. ^ Judo pada Olimpiade1992
  3. ^ The first Olympic competition to award medals to women judoka was in 1992; in 1988, women competed as a demonstration sport.