Syekh Jumadil Qubro

(Dialihkan dari Jumadil Qubro)

Syekh Jumadil Qubro atau Jamaluddin Akbar al-Husaini atau Maulana Husain Jumadil Kubro berasal dari Samarkand, Uzbekistan, Asia Tengah. Ia diyakini sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW.

Syekh Jumadil Qubro
KeturunanMaulana Ibrahim Asmoroqondi, Maulana Ishaq, dan Abdullah Asy'ari

Menurut peneliti belanda martin bruinessen bahwa Jumadil kubra ada hubungannya dengan terakat sufi kubrawi, bahwa kubra dikaitkan dengan namanya.[1] syeikh jamidul kubra murid sayid Ali Hamadani shafi kubrawi.

Menurut wain bahwa kubrawi-hamadani adalah pendiri islam di java, Semua walisongo berdakwah di bawah bimbingan mir sayid Ali Hamadani kubrawi dari asia tengah ke indonesia dalam waktu yang berbeda, berbeda garis dan tahapan yang berjenar.[2][3]

Riwayat

sunting

Syekh Jumadil Qubro tiba di Nusantara bersamaan dengan ekspedisi Cheng Ho yang membawa komoditas perdagangan. Cheng Ho sendiri melakukan ekspedisi dagang dari Tiongkok hingga Kota Mekah.

Di tiap-tiap daerah pelabuhan Cheng Ho menunjuk pemimpin-pemimpin Islam sebagai Syahbandar yaitu Maulana Ibrohim Asmoroqondi di Tuban dan Syarif Abdul Aziz di Peurlak Aceh.

Maulana Ibrohim Asmoroqondi menurunkan Sunan Ampel yang menjadi Syahbandar Surabaya sementara Syarif Abdul Aziz menurunkan Syarif Abdullah yang menjadi Syahbandar Malaka. Di pusat ibukota Majapahit, Syekh Jumadil Kubro berdakwah di bekas Kotaraja Majapahit di trowulan.

Ketika Malaka ditaklukkan oleh Portugis, keturunan Syarif Abdullah mundur ke Pulau Jawa dan mendirikan kesyahbandaran baru di Sunda Kelapa dan Banten. Keturunan Syarif Abdul Aziz yang lain yaitu Ali Mughayat Syah kemudian mendirikan Kesultanan Aceh Darusalam. Pendirian Kesultanan Aceh Darusalam sekaligus menandai berakhirnya Kesultanan Samudera Pasai di Aceh.

Meskipun Kesultanan Samudera Pasai telah runtuh, anak keturunannya tetap melanjutkan pemerintahan di Jawa. Sunan Giri yang dikenal sebagai Joko Samudro mendirikan Giri Kedaton di Gresik.

Silsilah

sunting

Silsilah Syekh Jumadil Kubro memiliki banyak versi :

Versi Bani Cendana

sunting

Versi ini menyebutkan bahwa nama asli Syekh Jumadil Kubro adalah Syekh Jamaludin Akbar al-Huseini. Syekh Jamaludin Akbar al-Huseini adalah putra dari Ahmad Syah Jalaludin (Penguasa Malabar).

Versi ini juga telah dikaji Oleh Raden Ayu Linawati, yang menurutnya memang tersambung ke Uzbekistan... karena leluhur Walisongo tercatat rapi disana.

Versi Bani Anggawi

sunting

Versi ini menyebutkan jika Syekh Jumadil Kubro adalah putra Syarif Mekah Muhammad Ibnu Utayfa dan kata Jumadil Kubro itu menunjukkan urutan keturunan keenam dari pendiri kesyarifan klan Qatadiyah. Adapun nasab beliau adalah :

Berdasarkan silsilah keluarga Anggawi al-Hasani yang hijrah ke Nusantara maka nama asli dari Syekh Jumadil Kubro kemungkinan besar adalah Muhammad.

Turunan

sunting

Bila demikian, beberapa Walisongo, yaitu Sunan Ampel (Raden Rahmat) dan Sunan Giri (Raden Paku) adalah cucunya. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah buyutnya. Sunan Kudus adalah cicitnya (keturunan keempat). Jadi bisa dikatakan bahwa para Walisongo merupakan keturunan etnis Uzbek.[butuh rujukan]

Hubungan dengan Laksamana Cheng Ho

sunting

Menurut catatan di Goa Batu, Semarang, tujuh dari sembilan para Walisongo adalah keluarga dan rekan Panglima Cheng Ho yang juga berasal Xin Kiang (Xinjiang), sekarang berada di wilayah Tiongkok.[butuh rujukan]

 
Nisan Syekh Jumadil Qubro
 
Makam Syekh Jumadil Qubro

Menurut cerita, petilasan makamnya ada di beberapa tempat. Yaitu di Semarang,Kecamatan Turi, Yogyakarta. Namun makam sebenarnya Syekh Jumadil Kubro dimakamkan di Desa Sentonorejo,Trowulan ,Kabupaten Mojokerto[4]

Salah satu (untuk tak mengatakan satu-satunya) bukti ilmiah keberadaan Syekh Jumadil Qubro berada di Trowulan ,Kabupaten Mojokerto Tepatnya di Desa Sentonorejo ,kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto ,Jawa Timur. Ini sesuai catatan ilmiah KH Abdurrohman Wahid dalam buku The Passing Over (1998), analisis ilmiah KH Agus Sunyoto dalam buku Atlas Wali Songo (2012), dan catatan ilmiah Thomas Raffles dalam magnum opusnya, History of Java (1817) yang secara empiris menyebut Syekh Jumadil Qubro menetap di Trowulan ,Mojokerto, [5]beserta jejak dakwahnya.

Namun, Syekh Jumadil Qubro yang ditulis The Passing Over (1998), Atlas Wali Songo (2012), dan History of Java (1817) adalah ayah dari Maulana Ibrohim Asmoroqondi. Maulana Ibrohim Asmoroqondi dimakamkan di Tuban. Nama Asmoroqondi diyakini berasal dari kata Samarkand.

Referensi

sunting
  1. ^ Bruinessen, Martin (1994). "Najmuddin al-Kubra, Jumadil Kubra and Jamaluddin al-Akbar; Traces of Kubrawiyya influence in early Indonesian islam". Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde / Journal of the Humanities and Social Sciences of Southeast Asia. 150 (2): 305–329. doi:10.1163/22134379-90003084. ISSN 0006-2294. 
  2. ^ Wain, Alexander (2017-04-01). China and the Rise of Islam on Java. Edinburgh University Press. hlm. 419–443. ISBN 978-1-4744-1712-9. 
  3. ^ Wain, Alexander (2021-01-02). "The Kubrawī and early Javanese Islam". Indonesia and the Malay World. 49 (143): 42–62. doi:10.1080/13639811.2021.1875658. ISSN 1363-9811. 
  4. ^ "Mengenal Syekh Jumadil Kubro beserta Kisah Perjalananya Menyebarkan Ajaran Islam". kumparan. Diakses tanggal 2024-09-08. 
  5. ^ "Pengajian Haul Syekh Jumadil Kubro ke-644 Tahun 2019 Ngaji Sejarah Punjer Wali Songo". mojokertokab.go.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-09-08.