Karet lembaran asap bergaris

(Dialihkan dari Karet sit asap)

Karet lembaran asap bergaris (bahasa Inggris: Ribbed Smoked Sheet disingkat RSS) adalah salah satu jenis produk olahan yang berasal dari lateks/getah tanaman karet Hevea brasiliensis yang diolah secara teknik mekanis dan kimiawi dengan pengeringan menggunakan rumah asap serta mutunya memenuhi standard The Green Book dan konsisten.[1] Prinsip pengolahan jenis karet ini adalah mengubah lateks kebun menjadi lembaran-lembaran (sheet) melalui proses penyaringan, pengenceran, pembekuan, penggilingan serta pengasapan.[2] Beberapa faktor penting yang memengaruhi mutu akhir pada pengolahan RSS diantaranya adalah pembekuan atau koagulasi lateks, pengasapan dan pengeringan. Karet lembaran asap bergaris digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan ban kendaraan bermotor, khususnya jenis ban radial.[3]

Gambar karet lembaran asap bergaris. Disebut ribbed karena adanya motif bergaris-garis di permukaannya

Proses pengolahan

sunting

Penerimaan lateks kebun

sunting

Tahap awal dalam pengolahan karet lembaran asap bergaris adalah penerimaan lateks kebun dari pohon karet yang telah disadap.[butuh rujukan] Lateks pada mangkuk sadap dikumpulkan dalam suatu tempat kemudian disaring untuk memisahkan kotoran serta bagian lateks yang telah mengalami prakoagulasi.[butuh rujukan] Setelah proses penerimaan selesai, lateks kemudian dialirkan ke dalam bak koagulasi untuk proses pengenceran dengan air yang bertujuan untuk menyeragamkan Kadar Karet Kering (KKK).[butuh rujukan]

Pengenceran

sunting

Tujuan pengenceran adalah untuk memudahkan penyaringan kotoran serta menyeragamkan kadar karet kering sehingga cara pengolahan dan mutunya dapat dijaga tetap. Pengenceran dapat dilakukan dengan penambahan air yang bersih dan tidak mengandung unsur logam, pH air antara 5.8-8.0, kesadahan air maks. 6o serta kadar bikarbonat tidak melebihi 0.03 %. Pengenceran dilakukan hingga KKK mencapai 12-15 %. Lateks dari tangki penerimaan dialirkan melalui talang dengan terlebih dahulu disaring menggunakan saringan aluminium.[4]

 
Lateks yang telah dibekukan dalam bentuk lembaran-lembaran (koagulum)

Pembekuan

sunting

Pembekuan lateks dilakukan di dalam bak koagulasi dengan menambahkan zat koagulan yang bersifat asam. Pada umunya digunakan larutan asam format/asam semut atau asam asetat /asam cuka dengan konsentrasi 1-2% ke dalam lateks dengan dosis 4 ml/kg karet kering.[5] Jumlah tersebut dapat diperbesar jika di dalam lateks telah ditambahkan zat antikoagulan sebelumnya. Penggunaan asam semut didasarkan pada kemampuannya yang cukup baik dalam menurunkan pH lateks serta harga yang cukup terjangkau bagi kebun dan petani karet dibandingkan bahan koagulan asam lainnya. Tujuan dari penambahan asam adalah untuk menurunkan pH lateks pada titik isoelektriknya sehingga lateks akan membeku atau berkoagulasi, yaitu pada pH antara 4.5-4.7.[6] Asam dalam hal ini ion H+ akan bereaksi dengan ion OH- pada protein dan senyawa lainnya untuk menetralkan muatan listrik sehingga terjadi koagulasi pada lateks.[butuh rujukan] Penambahan larutan asam diikuti dengan pengadukan agar tercampur ke dalam lateks secara merata serta membantu mempercepat proses pembekuan. Pengadukan dilakukan dengan 6-10 kali maju dan mundur secara perlahan untuk mencegah terbentuknya gelembung udara yang dapat mempegaruhi mutu sheet yang dihasilkan. Kecepatan penggumpalan dapat diatur dengan mengubah perbandingan lateks, air dan asam sehingga diperoleh hasil bekuan atau disebut juga koagulum yang bersih dan kuat.[butuh rujukan] Lateks akan membeku setelah 40 menit. Proses selanjutnya ialah pemasangan plat penyekat yang berfungsi untuk membentuk koagulum dalam lembaran yang seragam.[butuh rujukan]

 
 
Proses penggilingan koagulum menjadi lembaran (sheet)

Penggilingan

sunting

Penggilingan dilakuan setelah proses pembekuan selesai.[butuh rujukan] Hasil bekuan atau koagulum digiling untuk mengeluarkan kandungan air, mengeluarkan sebagian serum, membilas, membentuk lembaran tipis dan memberi garis batikan pada lembaran. Untuk memperoleh lembaran, koagulum digiling dengan beberapa gilingan rol licin, rol belimbing dan rol motif (batik).[butuh rujukan] Setelah digiling, lembaran dicuci kembali dengan air bersih untuk menghindari permukaan yang berlemak akibat penggunaan bahan kimia, membersihkan kotoran yang masih melekat serta menghindari agar lembaran tidak menjadi lengket saat penirisan. Koagulum yang telah digiling kemudian ditiriskan diruang terbuka dan terlindung dari sinar matahari selama 1-2 jam. Tujuan penirisan adalah untuk mengurangi kandungan air di dalam lembaran sebelum proses pengasapan.[butuh rujukan] Penirisan tidak boleh terlalu lama untuk menghindari terjadinya cacat pada lembaran yang dihasilkan, misalnya timbul warna yang seperti karat akibat redoks. Penirisan dilakukan pada tempat teduh dan terlindung dari sinar matahari.

 
Proses pengasapan Karet lembaran asap bergaris dalam kamar asap

Pengasapan

sunting

Tujuan pengasapan adalah untuk mengeringkan lembaran, memberi warna khas cokelat dan menghambat pertumbuhan jamur pada permukaan.[5] asap yang dihasilkan dapat menghambat pertumbuhan jamur pada permukaan lembaran karet. Hal ini disebabkan asap mengandung zat antiseptik yang dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme.[4] suhu yang digunakan di dalam kamar asap adalah sebagai berikut:

  1. Hari pertama, pengasapan dilakukan dengan suhu kamar asap sekitar 40-45 oC.
  2. Hari kedua, pengasapan dengan suhu kamar asap mencapai 50-55 oC.
  3. Hari ketiga sampai berikutnya, pengasapan dengan suhu kamar asap mencapai 55-60 oC.

Pada hari pertama dibutuhkan asap yang lebih banyak untuk pembentukan warna. Untuk memperbanyak asap dapat digunakan jenis kayu bakar (umumnya menggunakan kayu karet) yang masih basah. Pada hari kedua lembaran harus dibalik untuk melepaskan lembaran yang lengket terhadap gantar dan juga agar sisi lain lembaran bisa terkena asap sehingga pengasapan merata. Mulai hari ketiga dan seterusnya yang dibutuhkan adalah panas guna memperoleh tingkat kematangan yang tepat.[butuh rujukan]

Sortasi

sunting

Lembaran yang telah matang dari kamar asap diturunkan kemudian ditimbang dan dicatat dalam arsip produksi. Proses sortasi dilakukan secara visual berdasrkan warna, kotoran, gelembung udara, jamur dan kehalusan gilingan yang mengacu pada standard yang terdapat pada SNI 06-0001-1987. Secara umum lembaran diklasifikasikan dalam mutu RSS 1, RSS 2, RSS 3, RSS 4, RSS 5 dan Cutting. Cutting merupakan potongan dari lembaran yang terlihat masih mentah, atau terdapat gelembung udara hanya pada sebagian kecil, sehingga dapat digunting.[7]

Kelas mutu

sunting

Kelas ini harus memenuhi persyaratan yaitu, lembaran yang dihasilkan harus benar-benar kering, bersih, kuat, tidak ada cacat, tidak berkarat, tidak melepuh serta tidak ada benda-benda pengotor. Jenis RSS 1 tidak boleh ada garis-garis pengaruh dari oksidasi, lembaran lembek, suhu pengeringan terlalu tinggi, belum benar-benar kering, pengasapan berlebihan, warna terlalu tua serta terbakar. Bila terdapat gelembung-gelembung berukuran kecil (seukuran jarum pentul) masih diperkenankan, asalkan letaknya tersebar merata. Pembungkusan harus baik agar tidak terkontaminasi jamur. Tetapi, bila sewaktu diterima terdapat jamur pada pembungkusnya, masih dapat diizinkan asalkan tidak masuk ke dalam karetnya.[butuh rujukan]

Kelas ini tidak terlalu banyak menuntut kriteria.[butuh rujukan] Standar RSS 2 hasilnya harus kering, bersih, kuat, bagus, tidak cacat, tidak melepuh dan tidak terdapat kotoran. Lembaran tidak diperkenankan terdapat noda atau garis akibat oksidasi, lembaran lembek, suhu pengeringan terlalu tinggi, belum benar-benar kering, pengasapan berlebihan, warna terlalu tua serta terbakar. Lembaran kelas ini masih menerima gelembung udara serta noda kulit pohon yang ukurannya agak besar (dua kali ukuran jarum pentul). Zat-zat damar dan jamur pada pembungkus, kulit luar bandela atau pada lembaran di dalamnya masih dapat ditorerir. Tetapi bila sudah melebihi 5% dari bandela, maka lembaran akan ditolak.[butuh rujukan]

Standar karet RSS 3 harus kering, kuat, bagus, tidak cacat, tidak melepuh dan tidak terdapat kotoran.[butuh rujukan] Bila terdapat cacat warna, gelembung udara besar (tiga kali ukuran jarum pentul), ataupun noda-noda dari kulit tanaman karet, masih ditorerir. Namun, tidak diterima jika terdapat noda atau garis akibat oksidasi, lembaran lembek, suhu pengeringan terlalu tinggi, belum benar-benar kering, pengasapan berlebihan, warna terlalu tua serta terbakar. Jamur yang terdapat pada pembungkus kulit luar bandela serta menempel pada lembaran tidak menjadi masalah, asalkan jumlahnya tidak melebihi 10% dari bandela dimana contoh diambil.[butuh rujukan]

Standar karet RSS 4 harus kering, kuat, tidak cacat, tidak melepuh serta tidak terdapat pasir atau kotoran luar.[butuh rujukan] Yang diperkenankan adalah bila terdapat gelembung udara kecil-kecil sebesar 4 kali ukuran jarum pentul, karet agak rekat atau terdapat kotoran kulit pohon asal tidak banyak. Mengizinkan adanya noda-noda asalkan jernih. Lembaran lembek, suhu pengeringan terlalu tinggi dan karet terbakar tidak bisa diterima. Bahan damar atau jamur kering pada pembungkus kulit bagian luar bandela serta pada lembaran, asalkan tidak melebihi 20% dari keseluruhan masih mungkin untuk kelas RSS 4.[butuh rujukan]

Karet yang dihasilkan harus kokoh, tidak terdapat kotoran atau benda asing, kecuali yang diperkenankan.[butuh rujukan] Dibanding dengan kelas RSS yang lain RSS 5 adalah yang terendah standarnya. Bintik-bintik, gelembung kecil, noda kulit pohon yang besar, karet agak rekat, kelebihan asap dan sedikit belum kering masih termasuk dalam batas toleransi.[butuh rujukan] Bahan damar atau jamur kering pada pembungkus kulit bagian luar bandela serta pada lembaran, asalkan tidak melebihi 30% dari keseluruhan masih mungkin untuk kelas RSS 5. Pengeringan pada suhu tinggi dan bekas terbakar tidak diperkenankan untuk jenis kelas ini.[2]

Faktor yang perlu diperhatikan dalam pengolahan lembaran

sunting

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pengolahan lembaran antara lain:

  1. Lateks yang berasal dari tumbuhan muda, pada umumnya menghasilkan karet lembaran yang lekat atau lengkat, lembek serta mudah mengalami pemuluran saat digantung dalam kamar asap. Kemudian, lateks yang berasal dari tanaman yang sudah lama tidak disadap, menghasilkan karet lembaran yang mudah sobek/rapuh. Oleh sebab itu, manajemen penyadapan yang baik perlu dilakukan agar lateks kebun yang disadap sesuai dengan kriteria bahan baku pembuatan lembaran.[8]
  2. Kebersihan lateks mulai dari kebun hingga pabrik pengolahan harus senantiasa dijaga agar diperoleh hasil produk yang sesuai dengan standard. Terutama untuk peralatan penyadapan termasuk pisau sadap, talang lateks, mangkuk, ember pengumpul dan alur sadap sendiri, harus bebas dari kotoran serta slab sisa penyadapan sebelumnya.
  3. Untuk tangki penerima yang jauh dari pabrik hendaknya ditambahkan bahan anti koagulan seperti amoniak.[butuh rujukan] Penambahan antikoagulan diusahakan tidak melebihi batas yang ditetapkan untuk mencegah pemakaian asam semut yang terlalu banyak pada proses pembekuan. Pada saat pengangkutan sebaiknya dihindari dari sinar matahari serta panas berlebih untuk menghindari prakoagulasi serta pembentukan gelembung.
  4. Pemberian bahan penggumpal (koagulan) seperti asam yang berlebih atau terlalu banyak akan menyebabkan koagulum menjadi keras dan sulit untuk digiling, sedangkan jika pemberian kurang maka koagulum akan menjadi lunak, membubur atau tetap encer (tidak menggumpal).[butuh rujukan] Dalam proses penggumpalan, larutan asam dimasukkan perlahan-lahan secara merata, kemudian diaduk perlahan hingga homogen (seragam). Tebal karet lembaran yang tidak merata dapat disebabkan karena pencampuran lateks dan asam yang tidak seragam, pemberian asam yang tidak cukup, lateks terlalu encer, atau letak bak yang miring. Gelembung gas yang timbul dalam karet lembaran dapat disebabkan karena penggumpalan terjadi terlalu cepat dengan menggunakan asam yang berlebih, atau asam yang terlalu pekat, penyaringan yang kurang baik, waktu penggumpalan terlalu lama dan kurang sempurna. Apabila lateks telah menggumpal sempurna, maka di atas gumpalan tersebut digenangi air untuk mencegah terjadinya oksidasi dengan udara yang dapat mengakibatkan timbulnya bercak-bercak hitam pada permukaan koagulum.[8]
  5. Penggilingan lembaran dilakukan untuk memisahkan sebagian besar air yang terkandung dalam gumpalan.[butuh rujukan] Dengan penggilingan permukaan lembaran akan menjadi semakin besar, sehingga akan mempercepat pengeringan. Kecepatan penggilingan berbeda-beda antara satu rol dengan rol lainya, semakin maju maka kecepatan rol berikutnya akan lebih besar kecuali pada rol terakhir yang berpola, putaran menjadi lebih kecil. Kecepatan giling serta jarak antar celah dapat memengaruhi hasil gilingan lembaran. Lembaran yang mudah sobek dapat disebabkan karena kecepatan maju yang tidak tepat atau perbedaan celah antara dua celah yang berurutan terlalu besar.[8]

Pada saat pengasapan dan pengeringan harus diperhatikan beberapa faktor seperti berikut agar kesalahan dalam pembuatan lembaran dapat dihindari serta diperoleh kualitas yang baik. Beberapa faktor kesalahan yang dapat terjadi antara lain:

  1. Karet lembaran yang lembek (tacky), dan molor (memanjang) ini dapat disebabkan karena suhu di dalam ruang asap terlalu tinggi. Kemudian bercak – bercak tar pada permukaan lembaran, dapat disebabkan karena kayu bakar yang digunakan mengandung bahan tar yang tinggi, kondensasi uap air yang mengandung tar, atau dibagian atap ruang asap yang terbuat dari genting atau seng jatuh pada permukaan karet lembaran.[9]
  2. Warna yang tidak seragam dapat disebabkan karena kecepatan pengeringan, penggunaan bahan kimia seperti natrium bisulfit yang tidak merata sehingga warna lembaran menjadi lebih muda atau pengisian karet lembaran dalam rumah asap yang terlalu padat.[9]
  3. Lapisan tipis berwarna abu-abu cokelat (rustines) dapat disebabkan oleh adanya mikroorganisme pada lembaran karet sebagai akibat dari penggantungan yang terlalu lama ditempat yang lembap. Dapat juga disebabkan karena sistem ventilasi yang kurang baik, sehingga jamur dapat tumbuh dengan baik pada ruang yang suhunya rendah dibawah 40 oC. Oleh sebab itu, suhu harus dinaikkan pada pengeringan hari pertama dan ventilasi diatur dengan baik.[9]
  4. Gelembung gas juga dapat terjadi karena kesalahan pada rumah pengasapan. Seperti, pengeringan yang berlangsung sangat lambat karena suhu rendah, kenaikan suhu yang terlalu cepat, atau suhu terlalu tinggi lebih dar 60 oC. selain itu pengeringan pada suhu yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan karet lembaran menjadi lengket.[9]
  5. abu yang melekat di dalam karet lembaran dapat disebabkan olah api yang terlalu besar, sehingga abu terbawa oleh asap yang masuk ke ruang asap.[9]

Sedangkan faktor yang memengaruhi kualitas lembaran dalam ruang sortasi adalah timbulnya jamur atau kapang pada permukaan lembaran.[butuh rujukan] Kapang dapat timbul apabila karet lembaran tidak segera disortasi dan dikemas.[butuh rujukan] Ruang sortasi harus bersih dan kering. Gulungan-gulungan harus disusun di atas papan kayu dan dalam penyusunannya tidak boleh lebih dari empat susun.[butuh rujukan]

Rujukan

sunting
  1. ^ [Tim Penulis PS. 2005. Karet ; Strategi Pemasaran Budidaya dan Pengolahannya. Penebar Swadaya, Jakarta.]
  2. ^ a b [Dewan Standardisasi Nasional Indonesia. 1987. SNI 06-0001-1987 Conventional Rubber. Standardisasi Nasional Indonesia, Jakarta]
  3. ^ [Triwijoso, Sri Utami. 1995. Pengetahuan Umum Tentang Karet Hevea. Dalam Kumpulan Makalah: In House Training, Pengolahan Lateks Pekat dan Karet Mentah. No: 1. Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor, Bogor.]
  4. ^ a b [Suseno, Rs. Suwarti.1989. Pedoman Teknis Pengolahan Karet Sit Yang Diasap (Ribbed Smoked Sit). Balai Penelitian Perkebunan Bogor, Bogor.]
  5. ^ a b [Goutara. 1985. Dasar Pengolahan Karet. Agro Industri Press Departemen Teknologi Industri Pertanian, Bogor.]
  6. ^ [Zuhra, Cut Fatima. 2006. Karet. Karya Tulis Ilmiah. Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan.]
  7. ^ [Suseno, Rs. Suwarti.1989. Pedoman Teknis Pengolahan Karet Sit Yang Diasap (Ribbed Smoked Sit). Balai Penelitian Perkebunan Bogor, Bogor]
  8. ^ a b c [Anonim. 1997. Kumpulan Pedoman Pengolahan Karet (Buku I, II, III, IV, V, VI, VII). Tim Standardisasi Pengolahan Karet. Direktorat Jendral Perkebunan, Jakarta. ]
  9. ^ a b c d e [Anonim. 2007. Pedoman Penanganan Pascapanen Karet. Direktorat Jenderal Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta.]