Keasinan tanah adalah kandungan garam garam yang berada di tanah. Proses peningkatan kadar garam disebut dengan salinisasi.[1] Garam adalah senyawa alami yang berada di tanah dan air. Salinisasi dapat disebabkan oleh proses alami seperti pencucian mineral atau penarikan deposit garam dari lautan. Salinisasi juga bisa terjadi karena kegiatan manusia seperti pengairan.

Tanah yang mengalami salinisasi parah di Colorado. Garam terlarut yang berada di dalam tanah terakumulasi ke permukaan karena kekeringan

Penyebab salinitas tanah

sunting

Akumulasi garam berlebih, terutama pada bagian permukaannya, disebabkan oleh perpindahan garam melalui proses kapilaritas dari bagian di dalam tanah yang mengandung air dengan garam terlarut, ke permukaan. Proses evaporasi menarik air dari dalam tanah ke permukaan, dan air yang menguap meninggalkan garam di permukaan tanah. Garam yang terkonsentrasi juga bisa berasal dari pupuk kimia.

Salinisasi adalah proses yang diakibatkan oleh:

  • tingginya kadar garam pada perairan
  • fitur lanskap yang menyebabkan garam berpindah melalui pergerakan air tanah
  • faktor iklim yang menyebabkan akumulasi garam
  • aktivitas manusia seperti tebang habis, irigasi, akuakultur, dan penggaraman untuk melelehkan salju dan es.[2]

Tingginya kadar garam menyebabkan degradasi tanah dan vegetasi tidak dapat tumbuh di atasnya.

Kejadian alami

sunting

Garam merupakan senyawa alami yang berada pada tanah dan air. Ion garam yang berkontribusi pada peningkatan kadar garam tanah yaitu: Na+, K+, Ca2+, Mg2+, dan Cl-. Akumulasi garam hingga menyebabkan lanskap tertutup sepenuhnya dapat menyebabkan air sulit menembus ke dalam tanah sebelum melarutkan garam-garaman tersebut.

Sepanjang waktu, mineral tanah tercuci dan melepaskan garam. Garam-garaman ini lalu terbilas dan terdrainase keluar dari wilayah dengan tingkat presipitasi yang tinggi. Namun di daerah kering, garam-garaman dapat terakumulasi karena ketiadaan air yang membilas garam-garaman ini. Sehingga terbentuk tanah yang asin.

Salinitas akibat irigasi

sunting
 
Air hujan maupun air irigasi yang masuk ke dalam tanah membawa garam-garaman yang lalu menumpuk di permukaan tanah akibat aksi kapilaritas ketika suplai air terhenti dan evaporasi tinggi terjadi

Peningkatan kadar garam tanah akibat irigasi dapat terjadi sepanjang waktu, karena semua air (alami maupun buatan) mengandung garam meski dalam jumlah sedikit.[3] Ketika tanaman menyerap air, garam-garaman tertinggal di dalam tanah dan mulai terakumulasi. Garam yang terakumulasi ini harus dibasuh dengan air untuk mencegah penumpukan garam di zona perakaran, sehingga air yang diberikan harus lebih banyak dari nilai evapotranspirasi. Garam dapat terakumulasi lebih cepat jika air irigasi yang digunakan adalah air yang mengandung banyak garam.

Konsekuensi salinisasi tanah

sunting

Konsekuensi tingginya kadar garam pada tanah yaitu:

  • efek yang merusak bagi pertumbuhan tanaman hingga menyebabkan kematian tanaman[4]
  • kerusakan infrastruktur yang berada di atas (jalan, bangunan) dan bawah tanah (korosi perpipaan)
  • penurunan kualitas air tanah dan permukaan
  • erosi tanah

Salinisasi adalah masalah degradasi lahan yang utama. Tanaman menyerap air lebih sedikit ketika kadar garam lingkungan tinggi, sehingga mengganggu pertumbuhan.[5][6] Salinitas tanah tidak menjadi masalah atau hanya memberikan sedikit masalah pada tanaman yang toleran pada kadar garam tinggi, seperti kelapa, bakau, dan tanaman dari genus Avicennia, namun gangguan pertumbuhan dapat terjadi pada kadar garam yang terlalu tinggi.[7][8] Tanaman yang sensitif terhadap kadar garam dapat kehilangan rigiditas sel bahkan pada kadar garam yang rendah.

Salinisasi tanah dapat dikurangi dengan melakukan pencucian garam terlarut yang berada di dalam tanah dengan pemberian air irigasi yang lebih banyak. Pengendalian salinitas tanah melibatkan pengendalian tinggi muka air dan dikombinasikan dengan drainase yang memadai.[9][10][11]

Referensi

sunting
  1. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-08-12. Diakses tanggal 2013-10-24. 
  2. ^ [1] "The Canadian Environmental Protection Act, 1999, Priority Substances List Assessment Report, Road Salts" are environmentally toxic.
  3. ^ ILRI (1989), Effectiveness and Social/Environmental Impacts of Irrigation Projects: a Review (PDF), In: Annual Report 1988 of the International Institute for Land Reclamation and Improvement (ILRI), Wageningen, The Netherlands, hlm. 18–34 
  4. ^ Yahya, Sudirman; Adib, Mohammad (1992). "Uji Toleransi Terhadap Salinitas Bibit Beberapa Varietas Kakao (Theobroma Cacao L.)". Jurnal Agronomi Indonesia. 
  5. ^ Suwarno; Solahudin, Soleh (1983). "Toleransi Varietas Padi terhadap Salinitas pada Fase Perkecambahan". Jurnal Agronomi Indonesia. 
  6. ^ Sujitno (1986). "Pengaruh Lama Penyiraman Larutan Garam NaCl tehadap Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Jagung (Zea mays L.)". IPB-ana. 
  7. ^ Hutahaean, Eben E.; Kusmana, Cecep; Dewi, Helmy Ratna (1999). "Studi Kemampuan Tumbuh Anakan Mangrove Jenis Rhizophora mucronata, Bruguiera gimnorrhiza dan Avicennia marina pada Berbagai Tingkat Salinitas". Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 
  8. ^ Kusmana, Cecep; Basuni, Sambas; Wilarso, Sri; Ichwandi, Iin; Haridjaja, Oteng; Soleh, Agus; Samsuri (2005). "Directives for Mangrove Forest and Coastal Forest Rehabilitation in Earthquake and Tsunami Disaster Area in The Provinces of Aceh and Sumatera Utara (Nias Island), Indonesia". Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 
  9. ^ Drainage Manual: A Guide to Integrating Plant, Soil, and Water Relationships for Drainage of Irrigated Lands, Interior Dept., Bureau of Reclamation, 1993, ISBN 0-16-061623-9 
  10. ^ "Free articles and software on drainage of waterlogged land and soil salinity control". Diakses tanggal 2010-07-28. 
  11. ^ Salt-Affected Soils and their Management, FAO Soils Bulletin 39 (http://www.fao.org/docrep/x5871e/x5871e00.htm)

Pranala luar

sunting

Data tanaman yang toleran pada kadar garam tinggi

sunting