Kedar atau Qedar adalah nama orang, juga nama suku bangsa nomaden kuno, dan kerajaan kuno yang tinggal di wilayah Jazirah Arab, dan termasuk ke dalam konfederasi suku-suku Semit Arab. Pada puncak kejayaannya digambarkan sebagai "suku Jazirah Arab Utara kuno yang paling terorganisir", pada abad ke-6 SM menguasai daerah luas antara Teluk Persia dan Semenanjung Sinai.[1][2][3][4]

Menurut tradisi Alkitab suku Kedar adalah keturunan dari Kedar, putra kedua Ismael bin Abraham, yang dicatat dalam Kitab Kejadian[5] dan Kitab 1 Tawarikh,[6] serta di bagian lain ada pula beberapa rujukan tentang "Kedar" sebagai suatu suku.[2][7]

Inskripsi tertua di luar Alkitab yang ditemukan para arkeolog Siria-Palestina dengan rujukan kepada suku Kedar adalah dari Kekaisaran Asyur Barue. Selama abad ke-8 dan ke-7 SM, mereka menulis daftar nama raja-raja Kedar yang memberontak dan dikalahkan dalam peperangan, juga yang membayar upeti kepada raja-raja Asyur, termasuk Zabibe, ratu orang Arab (šar-rat KUR.a-ri-bi).[8][9] Ada pula inskripsi Aram dan Arab Selatan kuno yang menyebut orang Kedar, yang kemudian muncul sesaat dalam tulisan-tulisan sejarawan Yunani klasik ataupun Romawi, seperti Herodotus, Plinius yang Tua, dan Diodorus.

Tidak jelas kapan suku Kedar tidak lagi ada terpisah dari masyarakat umum. Karena bersekutu dengan orang-orang Nabataea, mungkin saja mereka akhirnya melebur ke dalam negara Nabataea sekitar abad ke-2 M. Sarjana-sarjana genealogi Arab umumnya menganggap Ismael sebagai leluhur orang-orang Arab, dan memberi nilai penting pada kisah kedua putra pertamanya, Nebayot dan Kedar, dikaitkan dengan silsilah Muhammad, rasul Allah dalam Islam, menurut sarjana-sarjana yang berbeda dihubungkan dengan salah satu dari kedua putra tersebut secara berganti-ganti.

Etimologi sunting

Ada pendapat bahwa nama orang Kedar diturunkan dari putra kedua Ismael, yaitu Kedar.[10] Meskipun nama suku ini dalam bahasa Arab, pertama kalinya dialihaksarakan ke dalam bahasa Akkadia (abad ke-8 SM) dan bahasa Aram (abad ke-6 SM), karena abjad Arab saat itu belum dikembangkan. Pada onomasticon Mareshah, orang Kedar dimasukkkan daftar sebagai suatu kelompok etnik yang dalam transliterasi bahasa Aram ditulis QDRYN.[10]

Akar kata Arab (triliteral) q-d-r artinya "mengukur, menghitung, memperkirakan"; "menetapkan, menunjuk, melantik"; dan "mempunyai kuasa atau kemampuan." Qidr, suatu kata benda yang diturunkan dari akar kata yang sama, berarti "panci, pot", dan juga memberi turunan kata kerja, "memasak".[11] Ernst Axel Knauf, seorang sarjana Alkitab yang meneliti sejarah orang Ismael (Ishmaelites) meyakini bahwa mereka dikenal pada inskripsi-inskripsi Asyur sebagai "Šumu'il", menyimpulkan bahwa nama orang Kedar diturunkan dari kata kerja qadara, yang berarti "melantik, mempunyai kuasa".[12] Karena etimologi ini disimpulkan hanya berdasarkan ketenaran suku Kedar di antara suku-suku Šumu'il tribes, kesimpulan tersebut dianggap kurang kuat oleh para sarjana lain.[13]

Wawasan geografi sunting

 
Peta kerajaan Asyur dan wilayah sekitar Mediterranean Timur, 750 - 625 SM dari William R. Shepherd, "Historical Atlas" (1911) - Para pemimpin Kedar awal dimuat dalam daftar pada inskripsi-inskripsi kuneiform Akkadia dari abad ke-8 dan ke-7 SM sebagai taklukan kerajaan Asyur.

Orang Kedar merupakan anggota "konfederasi suku-suku Arab" ("Arab tribal confederation") atau "persekutuan suku-suku Arab nomadik" ("alliance of nomadic Arab tribes").[3][4] Menurut Philip J. King, teolog dan sejarawan, mereka tinggal di bagian barat laut padang gurun Arab dan merupakan "suatu kekuatan berpengaruh dari abad ke-8 sampai ke-4 SM."[3] Geoffrey Bromiley, teolog sejarah dan penerjemah, mengeja nama mereka sebagai Kedar dan menyatakan bahwa mereka berdiam di daerah tenggara kota Damaskus dan sebelah timur wilayah Transjordan.[7]

Selama periode kekuasaan kerajaan Persia di wilayah itu (~ 550–330 SM), suku Kedar memegang kontrol atas daerah padang gurun yang berbatasan dengan Mesir dan Israel serta jalur lalu lintas yang berhubungan dengan perdagangan rempah-rempah Arab yang penting bagi Gaza.[14][15] Herodotus (~ 484–425 SM) menulis tentang kehadiran mereka di bagian utara Sinai dekat perbatasan Mesir di mana mereka mungkin disewa oleh orang Kekaisaran Akhemeniyah, yang memerintah Persia, untuk menjaga keamanan perbatasan, sekaligus mengontrol kota Gaza.[2]

Referensi Sejarah sunting

Di luar Alkitab sunting

Inskripsi Asyur sunting

 
Ukiran dari tembok istana Sanherib di Niniwe menggambarkan serangannya ke Babel

Dokumentasi pertama yang menyebut "Kedar" adalah suatu stele (~ 737 SM) dari Tiglat-Pileser III, raja Asyur, yang memuat daftar pemimpin dari bagian barat Mesopotamia yang memberi upeti kepadanya.[2][16] Bagi orang Asyur, suku Kedar dikenal sebagai Qidri atau qi-id-ri dengan inskripsi kuneiform lain mengeja sebagai Qadri, Qidarri, Qidari dan Qudari (Neo Babylonian).[7][12][17] Zabibe (~ 738 SM) terdaftar di antara mereka yang membayar upeti dengan gelar "ratu (orang) Qidri dan Aribi" (Aribi artinya "Arab").[18]

Direbutnya Adummatu oleh Sanherib pada tahun 690 SM dan penawanan seorang ratu orang Kedar, Te'elkhunu, yang dibawa ke Asyur dengan banyak jarahan lain, termasuk gambar-gambar para dewa, juga disebut dalam tawarikh raja-raja Asyur.[19] Esarhadon kemudian mengembalikan gambar-gambar dewa-dewa Arab "yang diperbarui" ke Adummatu bersama Tabua, "yang dibesarkan di istana Sanherib," dan diangkat menjadi ratu orang Kedar oleh Esarhadon untuk menggantikan Te'elkhunu.[19] Namun, hubungan yang tidak baik antara orang Asyur dan orang Kedar menyebabkan Tabua hanya memerintah sebentar saja, sampai Esarhadon mengakui Hazael sebagai raja Kedar setelah ia meningkatkan jumlah upetinya kepada raja Asyur sebanyak 65 ekor unta.[20] Esarhadon kemudian menunjuk Yauta, putra Hazael, sebagai raja Kedar, setelah Hazael meninggal.[19] Yauta dicatat membayar upeti dalam bentuk 10 mina emas, 1.000 batu permata, 50 ekor unta, dan 1.000 kantong kulit berisi rempah-rempah.[21]

Inskripsi Arab Selatan dan Aram kuno sunting

Nama-nama dan perkiraan tarikh pemerintahan para pemimpin Arabia barat laut, Kedar, dan Dedan
Nama Masa pemerintahan Ejaan lain Catatan
Gindibu, dari Arabia[22] c. 870–850 SM Penyebutan pertama "orang Arab"
dalam tulisan-tulisan Asyur.
Tidak berkaitan secara eksplisit
dengan Kedar.
Ratu Zabibe
dari Arabia dan Kedar[22]
c. 750–735 SM Zabiba Penguasa pertama yang secara eksplisit
dikaitkan dengan Kedar
dalam tulisan-tulisan Asyur.
Ratu Samsi dari Arabia[22] c. 735–710 SM Shamsi, Samsil
Ratu Yatie dari Arabia[22] c. 710–695 SM Iati'e, Yatie
Ratu Te'elkhunu dari Arabia[22] c. 695–690 SM Te'elhunu
Hazael, Raja Kedar [22] 690–676 SM Hazail, Khaza'il
Tabua[20] ? Ditunjuk menjadi ratu oleh
Esarhadon.
Yauta, putra Hazael
(ibn Hazael), Raja Kedar[22]
676–652 SM 'Iauta, Iata,
Uaite atau Yawthi'i[b]
Abiyate, putra Teri
(ibn Teri), Raja Kedar[22]
652–644 SM Abyate
Mati-il, Raja Dedan[22] c. 580–565 SM
Kabaril, putra Mati-il
(ibn Mati-il) Raja Dedan[22]
c. 565–550 SM
Nabonidus, Raja Babel[22] c. 550–540 SM Memerintah dari Tayma
Mahlay, Raja (Kedar?)[22] c. 510–490 SM Mahaly Disebut pada
Inskripsi Lakhis.
Iyas, putra Mahlay c. 490–470 SM Juga disebut pada
Inskripsi Lakhis.
Shahr I, Raja Kedar[22] c. 470–450 SM Shahru
Gashmu I (=Geshem), putra Shahr
(ben Shahr), Raja Kedar[22]
c. 450–430 SM Geshem
Qainu, putra Gehsem
(bar Geshem), Raja Kedar[22]
c. 430–410 SM Kaynau, Qaynu

Inskripsi Arab Selatan kuno menyebut qdrn ("Qadirān" atau "Qadrān") sebagai seorang individu atau masyarakat.[7] Ada Graffiti ditemukan di al-Ula, dikenal sebagai "Graffito Niran" di Dedan, menyebut "Gashmu I" (= Gesem, di Alkitab), putra Shahr I, sebagai Raja Kedar.[23]

Seorang "Raja Kedar" juga disebut pada inskripsi bahasa Arab dari akhir abad ke-5 SM pada suatu cawan perak yang ditemukan di Tell el-Maskhuta di bagian timur Delta Nil di Mesir Hilir.[24] Inskripsi itu menamakannya "Qainū putra Gashmu," pada cawan yang disebut sebagai suatu, "persembahan untuk (dewa) Allat atau han-'Ilāt".[2][24]

Meskipun tidak secara khusus menyebut Kedar, sehingga diperdebatkan, suatu inskripsi Aram dari abad ke-5 SM ditemukan pada suatu mezbah ukupan di Lakhis yang didedikasikan kepada, "Iyas, putra Mahaly, sang king," ditafsirkan oleh André Lemaire sebagai kemungkinan rujukan untuk raja-raja Kedar.[25]

Catatan Alkitab sunting

 
Hagar dan Ishmael di padang gurun, lukisan Karel Dujardin

Keturunan Abraham dan Hagar disebut orang Ismael (Ishmaelites), dari nama Ismael, putra sulung mereka, dan orang Kedar dinamakan menurut putra kedua Ismael, yaitu Kedar.[26] Alkitab sering merujuk nama Kedar dan suku Kedar.[3] Rujukan dalam Perjanjian Lama meliputi Kitab Kejadian (25:13), Kitab Yesaya (21:16-17, 42:11, 60:7), Kitab Yeremia (2:10, 49:28-33), Kitab Yehezkiel (27:21), dan Kitab 1 Tawarikh (1:29).[17] Dua kali, Kedar merujuk putra Ismael, yaitu Kitab Kejadian dan Kitab 1 Tawarikh, sedangkan sisanya merujuk kepada keturunannya, baik sebagai putra-putra Arab Utara yang prominen, maupun sebagai orang Arab dan Bedouin secara kolektif dalam arti umum.[27] Istilah "kemah-kemah Kedar" disamakan dengan "orang-orang yang membenci perdamaian di Mesekh" disebut dalam Mazmur 120:5–6, kemungkinan suatu kelompok kecil dalam suku Kedar.[27]

Pada Kidung Agung 1:5, kemah-kemah orang Kedar digambarkan berwarna hitam: "Memang hitam aku, tetapi cantik, hai puteri-puteri Yerusalem, seperti kemah orang Kedar, seperti tirai-tirai orang Salma."[27][28] Kemah-kemah itu dikatakan terbuat dari bulu kambing hitam.[3] Sebuah suku "S-L-M" ("Salam" atau "Salma") ditemukan di sebelah selatan Nabatea di Madain Salih, dan Knauf mengusulkan bahwa orang Kedar yang disebut dalam Teks Masoret ini sebenarnya adalah orang Nabataea yang berperan penting dalam perdagangan rempah-rempah pada abad ke-3 SM.[28]

Budaya dan masyarakat sunting

Bukti-bukti Alkitab dan di luar Alkitab menunjukkan bahwa di antara suku-suku Arab, orang Kedar paling terkemuka dalam kontak dengan dunia di luar Arabia.[29] Sebagaimana kelompok-kelompok nomadik lain, mereka berdiam terutama dalam perkemahan yang tidak mempunyai benteng pertahanan.[30] Pekerjaan mereka terutama adalah gembala dan pedagang ternak, seperti domba dan kambing, serta berperan penting dalam kemakmuran perdagangan rempah-rempah di Gaza, mengontrol jalur lalu lintas di daerah-daerah padang gurun antara Mesir dan Palestina.[14][29] Akibat aktivitas perdagangan mereka, ada kelompok atau klan di antar orang Kedar yang menjadi kaya.[31]

Lihat pula sunting

Catatan sunting

  • ^aNama-nama tempat "Dumah" dan "Tayma" (atau Tema') juga kebetulan adalah nama-nama dua putra Ismael yang tercatat dalam Alkitab, dimana Tayma merupakan pula nama sebuah suku.[32]
  • ^bPerlu dicatat bahwa dalam bahasa Akkadia aslinya, Ú-a-a-te digunakan untuk merujuk nama-nama depan baik Yauta ibn Hazail (putra Hazael) dan Uayte ben Birdadda (putra Birdadda).[33] Yang terakhir ini kadang kala dirujuk sebagai Ia-u-ta- dan pada beberapa inskripsi Asyurbanipal, kedua ejaan ini dirancukan, di mana keduanya ditulis sebagai Ú-a-a-te.[33]
  • ^cMisalnya, dalam sajak percintaan karya Moses Ibn Ezra berpusat pada seorang anak laki-laki tampan yang dijumpainya, ia menyebutnya "seorang putra Qedar," cara lain untuk mengatakan ia orang "Arab".[34]
  • ^dHerodotus menggambarkan hubungan antara orang Kedar dan orang Persia demikian: "mereka tidak menyerahkan kepatuhan budak-budak kepada orang Persia, tetapi bersatu dengan mereka dalam persahabatan untuk memberi jalan bagi Cambyses ke Mesir, dimana orang Persia tidak bisa masuk tanpa izin orang Arab."[31]

Referensi sunting

  1. ^ Stearns and Langer, 2001, p. 41.
  2. ^ a b c d e Eshel in Lipschitz et al., 2007, p. 149.
  3. ^ a b c d e King, 1993, p. 40.
  4. ^ a b Meyers, 1997, p. 223.
  5. ^ Kejadian 25:13
  6. ^ 1 Tawarikh 1:29
  7. ^ a b c d Bromiley, 1997, p. 5.
  8. ^ Teppo (2005): 47.
  9. ^ "Ratu-ratu yang dicatat selama ratusan ini hanyalah ratu Arab. Tidak ada yang disebut dengan gelar lain. Ini ditafsirkan sebagai berikut: Arab dan Kedar, meskipun berhubungan, tidak dianggap identik." Jan Retsö, The Arabs in antiquity, (Routledge, 2003), p. 167.
  10. ^ a b Eshel in Lipschitz, 2007, pp. 148-149.
  11. ^ Stetkevych, 1996, p. 73.
  12. ^ a b Stetkevych, 1996, p. 76.
  13. ^ Stetkevych, 1996, p. 138, note #50.
  14. ^ a b Lipinski, 2004, p. 333.
  15. ^ Davies et al., 1984, p. 87.
  16. ^ Gallagher, 1999, p. 53, note 120.
  17. ^ a b Blenkinsopp, 1988, p. 225.
  18. ^ Eph'al, 1982, p. 82.
  19. ^ a b c Saana Teppo (01.02.2005). "Women and their agency in the Neo-Assyrian Empire" (PDF). Doria, from the collection of e-theses of Helsinki University. Diakses tanggal 2009-04-16.  [pranala nonaktif permanen]
  20. ^ a b Sudayrī, 2001, p. 29.
  21. ^ Retsö, 2003, p. 159.
  22. ^ a b c d e f g h i j k l m n o Kitchen, 1994, p. 741.
  23. ^ Kitchen, 1994, p. 169.
  24. ^ a b Guzzo et al., 2002, p. 11.
  25. ^ Kitchen, 1994, p. 722.
  26. ^ Alexander and Alexander, 1839, p. 50.
  27. ^ a b c Freedman et al., 2000, p. 761.
  28. ^ a b Charmaine Seitz, "Jerusalem and its Gods A Review of Ancient Astral Worship and 'Jerusalem'", Jerusalem Quarterly, Institute of Jerusalem Studies, Issue 32, Fall 2007, diakses tanggal 2009-04-17. 
  29. ^ a b Block, 1998, p. 78.
  30. ^ Eph'al, 1982, p. 175.
  31. ^ a b Hoyland, 2001, p. 63.
  32. ^ Eph'al, 1982, p. 238.
  33. ^ a b Eph'al, 1982, p. 115.
  34. ^ Roth, 1994, pp. 192-193.

Pustaka sunting