Kerajaan Mengwi
Kerajaan Mengwi adalah salah satu kerajaan yang di segani dan didirikan pada saat abad ke-18 di Pulau Bali.[1] Pendiri dari kerajaan ini adalah I Gusti Agung Made Agung dengan gelarnya I Gusti Agung Bima Sakti (Keturunan I Gusti Agung Maruti/Raja Terakhir dari Kerajaan Gelgel).[2] Kerajaan Mengwi berakhir setelah dikalahkan oleh saudara sendiri yaitu Kerajaan Badung dan sekutunya pada tahun 1891.[3]
Kerajaan Mengwi "Negri Bima Sakti" | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1723–1891 | |||||||||
Ibu kota | Kawyapura | ||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Bali Mengwi (utama) Kawi dan Sansekerta (religius) | ||||||||
Agama | Hindu (Resmi) | ||||||||
Pemerintahan | Monarki Kerajaan | ||||||||
I Gusti Agung (gelar raja) | |||||||||
Sejarah | |||||||||
• Didirikan | 1723 | ||||||||
• Perang Saudara | 1891 | ||||||||
Mata uang | Pesbolong | ||||||||
| |||||||||
Sekarang bagian dari | Badung | ||||||||
Pendirian
suntingPendirian Kerajaan Mengwi diawali oleh pertikaian antara raja terakhir Kerajaan Gelgel yaitu I Gusti Agung Maruti melawan I Gusti Ngurah Jambe di Cedok Andoga. I Gusti Ngurah Jambe adalah ipar dari I Gusti Agung Maruti, tetapi memihak kepada keponakannya yaitu Dalem Jambe yang juga memiliki hak untuk menjadi raja. Dalam pertikaian ini, I Gusti Agung Maruti dan I Gusti Ngurah Jambe wafat. Putra dan putri dari I Gusti Agung Maruti kemudian mengungsi ke desa Jimbaran. Mereka bernama I Gusti Agung Putu Agung, I Gusti Agung Made Agung, dan I Gusti Agung Ratih. Setelah itu, I Gusti Agung Putu Agung dan I Gusti Agung Made Agung menjadi penguasa di desa Jimbaran dan mendirikan Kerajaan Mengwi dan Pura Taman Ayun. Tahta pertama diberikan kepada I Gusti Agung Made Agung, sedangkan I Gusti Agung Putu Agung memilih menjadi seorang petapa (selanjutnya mendirikan Kerajaan Kuramas (lihat Puri Gede Keramas).[2]
Politik
suntingKerajaan Mengwi sering melakukan perang dengan Kerajaan Badung dan Suku Bugis.[4] Pada tahun 1829, Kerajaan Mengwi menjadi bawahan dari Kerajaan Badung. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan I Gusti Agung Ngurah Made Agung Putra. Kerajaan Mengwi kembali menjadi kerajaan mandiri setelah wafatnya raja Kerajaan Badung yaitu I Gusti Ngurah Made Pemecutan.[5] I Gusti Agung Ngurah Made Agung Putra kembali berkuasa di Kerajaan Mengwi dengan kekuasaan yang setara dengan Kerajaan Badung.[6]
Keruntuhan
suntingPada tahun 1891, Kerajaan Badung menyerang Kerajaan Mengwi. Perang ini dimenangkan oleh Kerajaan Badung dengan dibantu oleh penduduk muslim yang bermukim di Serangan dan kampung Kepaon di Pemogan.[3] Dalam peperangan, Raja Pamecutan III yang berkuasa di Kerajaan Badung dibantu oleh Raden Sastraningrat dan pasukannya yang berasal dari Pulau Jawa.[7]
Adat Istiadat
suntingPada masa pemerintahan Kerajaan Mengwi, di Desa Mengwi dibentuk sebuah Desa Adat Mengwi. Wewenangnya adalah mengelola urusan adat, kekayaan masyarakat hukum adat, dan seni budaya masyarakat Kerajaan Mengwi. Desa Adat Mengwi masih diberlakukan dan berbagi kepemimpinan dengan kepala desa dari pemerintahan sipil.[8]
Daftar Raja
sunting- I Gusti Agung Bima Sakti (Raja Pertama)
- I Gusti Agung Made Alangkajeng (Raja ke-2)
- I Agung Anom|Gusti Agung Śakti (Gusti Agung Anom) (c. Kerajaan kapal)
- I Gusti Agung Śakti (Gusti Agung Putu) (c. 1690-1722) [anak Gusti Agung Anom]
- I Gusti Agung Made Alangkajeng (1722-c. 1740) [anak Gusti Agung Putu]
- I Gusti Agung Putu Mayun (1740s) [kemenakan Gusti Agung Made Alangkajeng]
- I Gusti Agung Made Munggu (1740s-1770/80) [saudara Gusti Agung Putu Mayun]
- I Gusti Agung Putu Agung (1770/80-1793/94) [anak Gusti Agung Made Munggu]
- I Gusti Ayu Oka Kaba-Kaba(regent 1770/80-1807) [ibu Gusti Agung Putu Agung][9]
- I Gusti Agung Ngurah Made Agung I (1807–1823) [anak Gusti Agung Putu Agung]
- I Gusti Agung Ngurah Made Agung II Putra (1829–1836) [anak Gusti Agung Ngurah Made Agung I]
- I Gusti Agung Ketut Besakih (1836-1850/55) [saudara Gusti Agung Ngurah Made Agung II]
Di bawah perlindungan Belanda 1843-1891
- I Gusti Ayu Istri Biang Agung (1836–1857) [janda Gusti Agung Ngurah Made Agung Putra]
- I Gusti Agung Ngurah Made Agung III (1859–1891) [keturunan Gusti Agung Putu Mayun]
Mengwi dihancurkan oleh Klungkung, Badung, Gianyar dan Tabanan 1891
Peninggalan Bersejarah
suntingPura Taman Ayun
suntingPura Taman Ayun adalah tempat beristirahat dan beribadah bagi keluarga Kerajaan Mengwi. Pura ini berada di Desa Mengwi. Pengelolaannya diserahkan kepada keturunan dari keluarga Kerajaan Mengwi.[10] Pura ini memiliki 50 kompleks bangunan suci dengan dua kolam yang masing-masing berada di dalam dan di luar pura.[11] Pura Taman Ayun dibangun pada tahun 1634 dan mengalami pemugaran pada tahun 1937. Nama awal dari Pura Taman Ayun adalah Pura Taman Ahyun yang berarti kebun keinginan. Nama tersebut kemudian berubah menjadi Taman Ayun yang berarti kebun yang indah. Pada masa Kerajaan Mengwi, pura ini juga dijadikan sebagai sumber pengairan bagi lahan para petani.[12]
Referensi
sunting- ^ Alit 2018, hlm. 34.
- ^ a b Segara 2018, hlm. 327.
- ^ a b Kartini 2011, hlm. 128.
- ^ Segara 2018, hlm. 324.
- ^ Alit 2018, hlm. 36.
- ^ Alit 2018, hlm. 37.
- ^ Kartini 2011, hlm. 129.
- ^ Prasetyo, et al. 2017, hlm. 4.
- ^ AMIRELL, STEFAN (2015). "Female Rule in the Indian Ocean World (1300-1900)". Journal of World History. 26 (3): 443–489. ISSN 1045-6007.
- ^ Prasetyo, et al. 2017, hlm. 6.
- ^ Putra, et al. 2017, hlm. 448.
- ^ Putra, et al. 2017, hlm. 450.
Daftar Pustaka
sunting- Alit, Dewa Made (2018). "Bara Agni di Kerajaan Mengwi (1823-1871)". Social Studies. 6 (2): 33–41. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-07-23. Diakses tanggal 2020-08-24.
- Kartini, Indriana (2011). "Dinamika Kehidupan Minoritas Muslim di Bali". Masyarakat Indonesia. 37 (2): 115–145.
- Prasetyo; et al. (2017). Inovasi untuk Mewujudkan Desa Unggul dan Berkelanjutan (Edisi Kedua) (PDF). Jakarta: Friedrich-Ebert-Stiftung, Kantor Perwakilan Indonesia. ISBN 978-602-8866-22-4.
- Putra; et al. (5 Juli 2017). Prosiding Seminar Nasional Space #3: Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal melalui Perencanaan Wilayah dan Kota (PDF). Denpasar: Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia. hlm. 444–458. ISBN 978-602-73308-1-8.
- Segara, I Nyoman Yoga (2018). "Kampung Sindu: Jejak Islam dan Situs Kerukunan di Keramas, Gianyar, Bali" (PDF). Lektur Keagamaan. 16 (2): 315–346.