Hukum Dasar Swedia

Pengertian dasar hukum swedia
(Dialihkan dari Konstitusi Swedia)

Hukum Dasar Swedia (bahasa Swedia: Sveriges grundlagar) adalah konstitusi yang terdiri dari empat perundang-undangan konstitusional Kerajaan Swedia yang mengatur sistem politik Swedia, dan bertindak dengan cara yang mirip dengan konstitusi di sebagian besar negara.

Keempat perundang-undangan tersebut adalah: Instrumen Pemerintah (bahasa Swedia: Regeringsformen), Undang-Undang Kebebasan Pers (bahasa Swedia: Tryckfrihetsförordningen), Undang-Undang Kebebasan Berekspresi (Yttrandefrihetsgrundlagen), dan Undang-Undang Suksesi (Successionsordningen). Secara bersama-sama, keempat perundang-undangan tersebut membentuk kerangka dasar yang berada di atas perundang-undangan dan peraturan lain.

Undang-Undang Parlemen (bahasa Swedia: Riksdagsordningen) biasanya dianggap sebagai perundang-undangan yang berada di antara hukum dasar dan perundang-undangan pada umumnya, dengan bab-bab utama tertentu diberikan perlindungan yang sama seperti hukum dasar sementara bab tambahan lainnya hanya memerlukan mayoritas parlemen sederhana.[1]

Untuk mengubah atau mengamendemen hukum dasar tersebut, Riksdag (Parlemen Swedia) perlu menyetujui perubahan dua kali dalam dua periode berturut-turut dengan suara mayoritas parlemen yang memenuhi syarat, dan pemilihan umum telah diselenggarakan di masa antaranya. Pemungutan suara pertama dapat diganti dengan referendum.[1]

Instrumen Pemerintah sunting

Perundang-undangan yang paling penting dari keempat hukum dasar adalah Instrumen Pemerintah (bahasa Swedia: Regeringsformen, RF). Perundang-undangan tersebut menetapkan prinsip-prinsip dasar untuk sistem politik di Swedia yang mendefinisikan hak-hak asasi manusia dan kebebasan.

Instrumen Pemerintah 1974 memberikan kekuasaan untuk menugaskan pemilihan Perdana Menteri ke Riksdag, yang dicalonkan oleh Ketua Riksdag, yang setelah pemungutan suara menandatangani surat penugasan di hadapan Riksdag. Perdana Menteri diangkat ketika Riksdag memiliki suara terbanyak dalam mendukung calon, dan memungkinkan untuk membentuk pemerintahan minoritas. Perdana Menteri menunjuk anggota kabinet, termasuk kepala kementerian. Pemerintah secara kolektif memutuskan masalah setelah mendengar laporan dari kepala kementerian yang bersangkutan. Setidaknya lima anggota pemerintah harus hadir agar dapat memenuhi kuorum dalam pengambilan keputusan yang telah dilaksanakan. Dalam praktiknya, laporan disusun dalam bentuk tertulis dan diskusi sangat jarang terjadi selama rapat kabinet formal.

Fungsi konstitusional dari kepala negara, yaitu penguasa monarki, meliputi mengepalai dewan kabinet (Penguasa monarki ditambah anggota kabinet pemerintahan), mengepalai Dewan Urusan Luar Negeri, mengakui kabinet baru (di Dewan Negara), dan membuka sidang tahunan Riksdag. Penguasa monarki harus secara terus-menerus diberikan pengarahan tentang masalah-masalah pemerintahan—di Dewan Negara atau secara langsung oleh Perdana Menteri.

Instrumen Pemerintahan konstitusional pertama diberlakukan pada tahun 1719, menandai transisi pemerintahan dari autokrasi ke parlementerisme. Kudeta tak berdarah Swedia tahun 1772 disahkan oleh Riksdag Kawula Negara dalam Instrumen Pemerintahan yang baru, Konstitusi Swedia 1772 dan Undang-Undang Persatuan dan Keamanan 1789, menjadikan penguasa monarki sebagai "autokrat konstitusional". Ketika Swedia dipecah menjadi dua bagian pada tahun 1809, dan Keharyapatihan Finlandia didirikan sebagai bagian wilayah otonom dari Kekaisaran Rusia, autokrasi konstitusional tersebut tidak dihapuskan atau digantikan secara resmi. Finlandia memperoleh kemerdekaan sebagai negara republik pada tahun 1917, dan parlemennya menggunakan Konstitusi Swedia 1772 sebagai dasar hukum untuk menjalankan pemerintahan hingga Finlandia mengesahkan konstitusi barunya pada tahun 1919.

Di Swedia, hilangnya hampir separuh wilayah menyebabkan terjadinya revolusi tak berdarah lainnya, wangsa kerajaan baru, dan Instrumen Pemerintahan 6 Juni 1809 (serta Undang-Undang Kebebasan Pers baru dan Undang-Undang Suksesi). Instrumen Pemerintahan yang baru menetapkan pemisahan kekuasaan antara cabang eksekutif (Raja) dan cabang legislatif (Riksdag Kawula Negara) dan memberikan Raja dan Riksdag Kawula Negara kekuasaan bersama atas perundang-undangan, dengan Raja masih memainkan peran utama dalam pemerintahan tetapi tidak lagi independen dari Dewan Penasihat. Raja diberikan kebebasan dalam memilih anggota dewan, tetapi terikat untuk memutuskan masalah pemerintahan hanya di hadapan Dewan Penasihat, atau bagian darinya, dan setelah laporan diberikan dari anggota dewan yang bertanggung jawab atas masalah yang bersangkutan. Anggota dewan harus menandatangani kembali keputusan kerajaan, kecuali jika keputusan tersebut tidak konstitusional, agar keputusan tersebut memperoleh kekuatan hukum. Anggota dewan bertanggung jawab secara hukum atas nasihatnya dan wajib mencatat perselisihannya jika anggota dewan tidak setuju dengan keputusan Raja. Konstitusi tersebut menempatkan kekuasaan de jure yang cukup besar pada Raja, namun tetap mengikuti nasihat para anggota dewan. Sejak tahun 1917, Raja menganut prinsip-prinsip parlementerisme dengan memilih anggota dewan yang memiliki dukungan langsung atau tidak langsung dari suara terbanyak di Riksdag.[2]

Setelah lebih dari lima puluh tahun parlementerisme secara de facto,[perlu dijelaskan] bentuk tersebut kemudian tertuang ke dalam Instrumen Pemerintah 1974, yang meskipun secara teknis menganut monarki konstitusional, membentuk Pemerintah Swedia dalam bentuk konstitusionalnya yang sekarang.[3]

Amendemen 2009 sunting

Pada tahun 2009, Riksdag menyetujui Rancangan Usulan 2009/10:80, "Konstitusi yang Direformasi" (bahasa Swedia: En reformerad grundlag) yang mengamendemen substansial pada Instrumen Pemerintah dan perundang-undangan yang terkait.[4][5]

Amendemen tersebut memodernisasi dan menyederhanakan konstitusi secara umum, dan memperkuat beberapa hak-hak asasi dan kebebasan. Perlindungan terhadap diskriminasi yang tidak adil diperluas untuk mencakup diskriminasi berdasarkan orientasi seksual. Amandemen tersebut menegaskan tanggung jawab otoritas publik untuk melindungi hak-hak anak, dan untuk mempromosikan pelestarian dan pengembangan budaya dan bahasa etnis minoritas, dengan menyebutkan secara khusus masyarakat Sami. Amendemen tersebut juga memperkuat kekuasaan kehakiman untuk mempermudah menentukan bertentangan atau tidaknya suatu perundang-undangan dengan konstitusi atau Piagam Hak Asasi Uni Eropa.

Amendemen tersebut mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2011.

Kebebasan pers dan kebebasan berekspresi sunting

Dua perundang-undangan lainnya mendefinisikan kebebasan pers dan bentuk kebebasan berekspresi lainnya. Keduanya dipisahkan menjadi dua undang-undang yang terpisah terutama untuk mempertahankan tradisi Undang-Undang Kebebasan Pers dari tahun 1766, sebagian besar karya dari politikus Anders Chydenius, yang menghapuskan sensor dan membatasi pembatasan tindakan hukum yang berlaku surut untuk kritik terhadap gereja negara Lutheran dan keluarga kerajaan secara eksklusif.

Undang-Undang Kebebasan Pers (bahasa Swedia: Tryckfrihetsförordningen, TF) telah diubah beberapa kali sejak pembentukan pertamanya; setelah kudeta Gustav III pada tahun 1772, Undang-undang tersebut diubah untuk membatasi kebebasan pers, tetapi dipulihkan pada tahun 1810 setelah penggulingan yang dilakukan oleh putranya, dan kemudian diubah untuk memastikan fakta tersebut pada tahun 1812, 1949, dan 1982. Opsi untuk mencabut lisensi penerbitan dipertahankan sampai akhir pemerintahan Karl XIV Johan dan digunakan secara luas terhadap surat kabar Liberal seperti Aftonbladet, yang lisensinya dicabut sepuluh kali pada tahun 1838 saja. Penerbit Lars Johan Hierta memecahkan masalah tersebut dengan menambahkan angka yang berbeda pada nama Aftonbladet, sehingga menerbitkan surat kabar yang berbeda secara resmi. Hak untuk mencabut lisensi akhirnya dihapuskan pada tahun 1844.[6] Undang-Undang Kebebasan Pers 1766 misalnya menyatakan bahwa kebebasan berekspresi tidak boleh dibatasi, kecuali untuk "pelanggaran", yang mencakup penistaan dan kritik terhadap negara.

Undang-Undang Kebebasan Berekspresi (bahasa Swedia: Yttrandefrihetsgrundlagen, YGL) 1991 merupakan dokumen yang mendefinisikan kebebasan berekspresi di semua media, kecuali untuk buku dan majalah tertulis (seperti radio, televisi, internet, dan lain-lain).

Prinsip Akses Publik sunting

Pada abad ke-18, setelah lebih dari 40 tahun pengalaman dengan parlementerisme, akses publik ke dokumen publik adalah salah satu masalah utama dengan Undang-Undang Kebebasan Pers 1766. Meskipun hal tersebut dicabut tahun 1772–1809, akses publik masih tetap berada dalam pola pikir masyarakat Swedia, dipandang sebagai cara yang kuat untuk melawan korupsi dan perlakuan tidak setara lembaga pemerintah terhadap rakyat, meningkatkan legitimasi yang dirasakan pemerintah (daerah dan pusat) dan politisi. Prinsip Akses Publik (bahasa Swedia: Offentlighetsprincipen), sebagai kumpulan aturan yang biasa disebut, menetapkan bahwa semua informasi dan dokumen yang dibuat atau diterima oleh "otoritas publik" (pemerintah daerah atau pusat, dan semua perusahaan yang dioperasikan secara publik) harus tersedia untuk semua masyarakat. Prinsip tersebut juga menyatakan bahwa semua otoritas publik harus memberikan informasi segera (skyndsamt) jika diminta.

Pengecualian dari hak untuk mengakses dokumen publik didefinisikan dalam Undang-Undang Akses Publik Terhadap Informasi dan Kerahasiaan (bahasa Swedia: Offentlighets- och sekretesslagen)[7] yang menggantikan Undang-Undang Kerahasiaan (bahasa Swedia: Sekretesslagen)[8] pada tahun 2009. Undang-undang tersebut merinci informasi-informasi yang dapat dirahasiakan oleh badan-badan pemerintah, dalam keadaan tertentu dan orang-orang tertentu. Menurut Bab 2, Pasal 2 Undang-Undang Kebebasan Pers: "Hak akses ke dokumen resmi dapat dibatasi hanya jika pembatasan diperlukan dengan memperhatikan:

  • keamanan Kerajaan atau hubungannya dengan negara asing atau organisasi internasional;
  • kebijakan keuangan pusat, kebijakan moneter, atau kebijakan valuta asing Kerajaan;
  • inspeksi, kontrol, atau kegiatan pengawasan lainnya dari otoritas publik;
  • kepentingan untuk mencegah atau menuntut kejahatan;
  • kepentingan ekonomi publik;
  • perlindungan integritas pribadi atau kondisi ekonomi subyek swasta;
  • pelestarian spesies hewan atau tumbuhan."

Daftar tersebut harus lengkap dan Parlemen tidak boleh membuat undang-undang tentang pembatasan di luar cakupan daftar tersebut, dan segala bentuk pembatasan harus diatur ke dalam Undang-Undang Akses Publik ke Informasi dan Kerahasiaan yang disebutkan sebelumnya.

Kerahasiaan dibatasi untuk waktu maksimum 70 tahun (bila berkaitan dengan individu yaitu 70 tahun setelah orang tersebut meninggal dunia).

Undang-Undang Suksesi sunting

Peralihan Swedia dari monarki elektif ke monarki turun-temurun pada tahun 1544 memberikan alasan bahwa hukum pertama konstitusional Swedia, dalam bentuk perjanjian antara wangsa kerajaan dan negara yang diwakili oleh empat Riksdag Kawula Negara untuk berlaku sepanjang masa.

Berdasarkan Undang-Undang Suksesi 1810 saat ini (bahasa Swedia: Successionsordningen, SO) adalah perjanjian antara Riksdag Kawula Negara dengan Wangsa Bernadotte yang mengatur tentang hak untuk mewarisi takhta kerajaan Swedia. Pada tahun 1980, prinsip lama "warisan terhadap putra pertama", yang berarti bahwa takhta kerajaan diwarisi oleh anak laki-laki tertua dari raja sebelumnya, digantikan oleh prinsip primogenitur absolut. Artinya, takhta akan diwarisi oleh anak tertua tanpa memandang jenis kelamin. Dengan demikian Putri Victoria, anak tertua Raja Carl XVI Gustaf dari Swedia, diangkat menjadi pewaris takhta Swedia atas adiknya, Pangeran Carl Philip, yang dahulunya adalah Putra Mahkota.

Bekas gereja negara Lutheran sunting

Pada tahun 1593, setelah 70 tahun Reformasi dan Kontra-Reformasi di Swedia, kepatuhan pada Pengakuan Iman Augsburg diputuskan dan diberikan status konstitusional dalam Sinode Uppsala (bahasa Swedia: Uppsala möte). Acuan terhadap Sinode Uppsala sejak saat itu telah dimasukkan ke dalam hukum dasar, terutama Undang-Undang Suksesi.

Pada tahun 1999, Gereja dipisahkan dari negara dan menjadi organisasi independen, tetapi badan gereja yang berkuasa masih diputuskan oleh pemungutan suara publik (di antara anggota gereja), dan sebagian besar terdiri dari berbagai partai politik. Gereja Swedia sering diklasifikasikan sebagai gereja semi-negara. Hal tersebut dikarenakan pemisahan resminya dari negara tetapi ikatannya yang tetap kuat dengan pejabat Swedia, terutama anggota Riksdag dan Penguasa Monarki. Gereja Swedia juga merupakan satu-satunya organisasi keagamaan yang diatur oleh undang-undangnya sendiri, Undang-Undang Gereja Swedia, yang menetapkan bahwa Gereja Swedia harus menjadi gereja rakyat yang demokratis dan beraliran Lutheran. Akibat dari pemisahan tersebut, setiap orang yang lahir di Swedia dan orang tuanya menjadi anggota Gereja Swedia sejak tahun 1999 tidak lagi menjadi anggota gereja secara otomatis sejak lahir.

Amendemen sunting

Amendemen hukum dasar harus diterima sebanyak dua kali oleh Riksdag dengan suara mayoritas sederhana, dengan pemilihan intervensi. Dalam waktu 15 hari sejak berlakunya amendemen pertama, setidaknya sepersepuluh dari semua anggota parlemen dapat mengajukan mosi untuk referendum yang harus didukung oleh setidaknya sepertiga dari semua anggota parlemen. Referendum diselenggarakan bersamaan dengan pemilihan umum Riksdag dan amendemen dianggap ditolak jika suara mayoritas sederhana pemilih menolaknya, dengan syarat mayoritas adalah mayoritas dari semua suara yang sah. Jika rakyat tidak menolak suatu perubahan, perubahan tersebut tetap harus disahkan oleh Riksdag yang baru terpilih. Referendum tersebut tidak pernah digunakan.[1]

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b c Constitutional law of 15 EU member states. L. Prakke, C. A. J. M. Kortmann, J. C. E. van den Brandhof (edisi ke-1st ed). Deventer. 2004. ISBN 90-13-01255-8. OCLC 55888245. 
  2. ^ Lewin, Leif (1 Mei 2007). "Majoritarian and Consensus Democracy: the Swedish Experience". Scandinavian Political Studies. 21 (3): 195–206. CiteSeerX 10.1.1.734.6025 . doi:10.1111/j.1467-9477.1998.tb00012.x. 
  3. ^ Lindkvist, T; Sjöberg, M; Hedenborg, S; Kvarnström, L (2019). A Concise History of Sweden from the Viking Age to the Present. Lund: Studentlitteratur. hlm. 191. ISBN 978-91-44-10497-3. 
  4. ^ "Amendments to the Constitution of Sweden". Kementerian Kehakiman. 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 Januari 2013. 
  5. ^ "Swedish parliament votes in new constitution". The Local. 24 November 2010. 
  6. ^ Jacobson (2002), s. 83–84
  7. ^ Undang-Undang Akses Publik Terhadap Informasi dan Kerahasiaan di situs resmi Riksdag (dalam bahasa Swedia).
  8. ^ Undang-Undang Kerahasiaan (dicabut) oleh Riksdag (dalam bahasa Swedia).

Pranala luar sunting