Layar Terkembang

novel karya Sutan Takdir Alisjahbana pada tahun 1937

Layar Terkembang merupakan novel karya Sutan Takdir Alisjahbana yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1937 oleh penerbit Balai Pustaka.[1] Novel ini mengisahkan dua bersaudara mahasiswa kedokteran (Tuti dan Maria). Novel ini dianggap memberikan gambaran adopsi budaya Barat oleh masyarakat Indonesia.[2]

Layar Terkembang
PengarangSutan Takdir Alisjahbana
NegaraIndonesia
BahasaIndonesia
Genreroman, novel
PenerbitBalai Pustaka
Tanggal terbit
1937
Halaman214

Deskripsi

sunting

Menurut beberapa ahli, novel ini merupakan salah satu ciri khas dari kelahiran periodisasi Pujangga Baru. Novel ini dianggap unik karena dianggap salah satu cerita yang baru mengangkat setting di luar kota Melayu, melainkan di Batavia. Cerita yang diangkat merupakan masalah seorang kakak adik yang memiliki latar belakang berbeda dalam memandang kehidupan. Tokoh Maria (adik) dengan sifat periang dan mudah mengagumi, sedangkan tokoh Tuti (kakak) dengan sifat yang tegas dalam memandang suatu hal dan memiliki kriteria yang tinggi untuk menilai sesuatu merupakan dua olaborasi sifat yang unik dalam penokohan yang diciptakan oleh pengarang.

Novel ini mengisahkan perjuangan wanita Indonesia dalam mencapai cita-citanya. Roman ini termasuk novel modern ketika sebagian besar masyarakat Indonesia masih dalam pemikiran lama (1936). Novel ini banyak memperkenalkan masalah wanita Indonesia dengan benturan-benturan budaya baru, menuju pemikiran modern. Hak-hak wanita, yang banyak diusung oleh budaya modern dengan kesadaran gender, banyak diungkapkan dalam novel ini dan menjadi sisi perjuangannya seperti berwawasan luas dan mandiri. Di dalamnya juga banyak memperkenalkan masalah-masalah baru tentang benturan kebudayaan antara barat dan timur serta masalah agama.

Kisah bermula dari sosok kakak beradik yang memiliki perangai yang berbeda, Tuti dan Maria. Tuti seorang kakak yang selalu serius dan aktif dalam berbagai kegiatan wanita. Ia bahkan aktif dalam memberikan orasi-orasi tentang persamaan hak kaum wanita. Pada saat itu, semangat kaum wanita sedang bergelora sehingga mereka mulai menuntut persamaan dengan kaum pria. Sedangkan Maria adalah adik yang lincah dan periang sehingga semua orang yang berada di dekatnya pasti akan menyenangi kehadirannya. Di tengah-tengah dua wanita ini, muncullah Yusuf, seorang mahasiswa kedokteran, yang pada masa itu lebih dikenal dengan sebutan Sekolah Tabib Tinggi. Sejak pertemuannya yang pertama di gedung akuarium Pasar Ikan, antara Maria dan Yusuf timbul kontak batin sehingga mereka menjadi sepasang kekasih.

Sementara itu, Tuti yang melihat hubungan cinta kasih adiknya sebenarnya berkeinginan pula untuk memiliki seorang kekasih. Apalagi setelah ia menerima surat cinta dari Supomo, seorang pemuda terpelajar yang baik hati dan berbudi luhur.. Namun, karena pemuda itu bukanlah idamannya, ia menolak cintanya. Sejak itu hari-harinya semakin disibukkan dengan kegiatan organisasi dan melakukan kegemarannya membaca buku sehingga ia sedikit melupakan angan-angannya tentang seorang kekasih

Setelah melalui tahap-tahap perkenalan, pertemuan dengan keluarga, dan kunjungan oleh Yusuf, diadakanlah ikatan pertunangan antara Maria dan Yusuf. Tetapi sayang, ketika menjelang hari pernikahan, Maria jatuh sakit. Penyakitnya parah, malaria dan TBC, sehingga harus dirawat di Sanatorium Pacet. Tidak lama kemudian, Maria menghembuskan nafasnya yang terakhir. Sebelum ajal datang, Maria berpesan agar Tuti, kakaknya bersedia menerima Yusuf. Tuti tidak menolak dan dimulailah pertunangan antara Tuti dan Yusuf. Akhirnya tak lama kemudian keduanya menikah dan hidup bahagia selamanya.

Rujukan

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Mahayana, Sofyan & Dian 2007.
  2. ^ Chee 1981.

Bibliografi

sunting