Loetan St. Toenaro

Loetan Sutan Toenaro (EYD: Lutan Sutan Tunaro, 15 Mei 1915 – 9 April 1995) adalah seorang wartawan dan pejuang Indonesia. Ia merupakan salah seorang di antara empat serangkai pelopor RRI Sumatra. Loetan pernah dipercaya sebagai Kepala Radio Republik Indonesia (RRI) Jakarta dan Kepala RRI seluruh Indonesia periode 1965 - 1968, sebelum pensiun pada tahun 1971.[1]

Loetan Sutan Toenaro
Lahir(1915-05-15)15 Mei 1915
Bayua, Tanjung Raya, Agam, Hindia Belanda
Meninggal9 April 1995(1995-04-09) (umur 79)
Jakarta
KebangsaanIndonesia
PekerjaanWartawan
Dikenal atasKepala RRI seluruh Indonesia
KerabatKaharudin Datuk Rangkayo Basa (kakak)

Riwayat sunting

Kehidupan pribadi sunting

Ia lahir pada 15 Mei 1915 di Bayua, Tanjung Raya, Agam, pada masa Hindia Belanda. Ia merupakan adik kandung dari Kaharudin Datuk Rangkayo Basa, mantan Gubernur Sumatera Barat pertama yang menjabat dari tahun 1958 hingga 1965.

Loetan St. Toenaro meninggal dunia pada 9 April 1995 di Rumah Sakit PGI Cikini, Jakarta, setelah dirawat karena penyakit yang dideritanya. Jenazahnya kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan dengan upacara militer lengkap.

Karier sunting

Ia memulai kariernya sebagai penyiar radio pada penghujung tahun 1942 pada stasiun radio milik Jepang yang bernama Medan Hoso Kyoku di kota Medan, setelah sebelumnya sempat menjadi guru Hollandsch-Inlandsche School (HIS) di Kayu Agung, Sumatera Selatan dan Lampung.

Pada tahun 1947 ia sempat menjadi Kepala Radio Medan di Pematang Siantar, kemudian diangkat sebagai Kepala RRI Pekanbaru dari tahun 1947 hingga 1948. Pada tahun 1949 setelah penyerahan kembali RRI oleh Belanda kepada Indonesia, ia diangkat sebagai Kepala RRI Bukittinggi dan Padang (1949-1950).

Sepanjang tahun 1950 hingga 1954 ia menjabat sebagai Kepala RRI Medan sebelum dimutasi sebagai Kepala RRI Bandung dari tahun 1954 sampai 1960. Pada masa selanjutnya, Loetan dimutasi lagi menjadi Kepala RRI Nusantara I Medan (1960-1965), lalu sejak November 1965 menjadi Kepala RRI seluruh Indonesia hingga tahun 1968. Ia kemudian pensiun pada tahun 1971.

Referensi sunting

Pranala luar sunting