Mantri Sakai merupakan kepala desa adat atau daerah setingkat kecamatan pada abad ke-14 (masa Kerajaan Negara Dipa/Banjar Hindu) yang mengepalai suatu desa adat yang disebut sakai, yang ada di Kalimantan Selatan dan Tengah, yang bertugas sebagai pengumpul upeti.

Kumpulan beberapa sakai menempati pada Daerah Aliran Sungai (DAS) yang disebut negeri (negorij), pemerintah negeri ini disebut Lalawangan. Pada masa kolonial Belanda, sebutan lalawangan diganti dengan distrik. Distrik (kedemangan) ini wilayahnya lebih luas daripada onderdistrik (kecamatan) dan lebih kecil dari kawedanan.

Belakangan istilah Mantri Sakai, sering kali disebut hanya nama depannya saja yaitu Mantri diikuti nama daerahnya misalnya Mantri Kahayan, atau mantri-mantri Hulu Sungai, dan sebagainya.

Mantri Sakai membawahi beberapa kepala kampung yang disebut Patih (Patis) yang kemudian sebutannya berubah menjadi Pambakal (Pamakal). Pada masa berikutnya pejabat Mantri Sakai mendapat gelar Kiai Ingabei atau Ngabei, selanjutnya sebutannya berubah menjadi Kiai Demang, sebagian di antaranya para Kiai Demang tersebut gelarnya ditingkatkan menjadi Kiai Tumenggung (Tamanggung/Tomonggong). Di antarapara Tumenggung, ada yang mendapat gelar lebih tinggi yaitu Raden Tumenggung.

Keberadaan Sakai (desa adat) yang sudah ditaklukan oleh Lambung Mangkurat meliputi wilayah dari Tanjung Puting sampai Tanjung Silat, diceritakan dalam Hikayat Banjar, (Rass:314) sebagai berikut:

Maka orang piadak ampat puluh hari ampat puluh malam, makan dan minum. Sagala Sakai sama datang: orang batang Tabalong, orang batang Barito, orang Batang Alai, orang batang Hamandit, orang batang Balangan dan batang Pitap, orang batang Biaju Kecil, orang batang Biaju Besar dan orang Sabangau, orang Mendawai sarta orang Katingan, orang Sampit sarta orang takluknya, orang Pambuang sarta orang takluknya, sakaliannya itu datang dangan parsambahannya. Sukaramailah piadak itu, ada barwayang di Dalam, di Pagongan orang barwayang wong, di Paseban orang manopeng, di Sitilohor orang marakit.[1]

Keterangan: Disebutkan para Mantri Sakai yang datang dari seluruh daerah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah yang datang ke ibu kota kerajaan Negara Dipa yang terletak di sungai Negara/sungai Bahan, berasal dari Daerah Aliran Sungai sebagai berikut:

Penaklukan sakai pada masa Kerajaan Negara Dipa

sunting

Ekspedisi Penaklukan Aria Magatsari dan Tumanggung Tatah Jiwa dari Negara Dipa

sunting

Setiap menteri sakai ditaklukan oleh Aria Magatsari dan Tumanggung Tatah Jiwa atas perintah maharaja Negara Dipa yaitu Ampu Jatmaka yang bergelar Maharaja di Candi. Hikayat Banjar dan Kotawaringin menyebutkan:

Kemudian daripada itu maka raja itu menyuruh Aria Magatsari menundukkan batang Tabalung dan batang Balangan dan batang Pitap serta bukitnya. Maka sekalian itu sama tunduk; sama suka hatinya karena bartantu tata perintahnya Aria Magatsari itu. Sekalian menteri-menteri itu sama dibawa Aria Magatsari menghadap maharaja Negara Dipa itu serta persembahannya. Maka kata raja Negara Dipa: "Hai sekalian kamu menteri sakai, engkau kuserahkan pada Aria Magatsari itu memerintah kamu. Maka pada tiap-tiap musim jangan kamu menanti dimudiki, kamu hantarkan sendiri upeti kamu. Jangan kamu lalai, niscaya kamu beroleh perintah kesakitan." Maka sembah segala menteri sakai itu: Hamba junjung sabda tuanku itu atas batu kepala patik."

Sudah kemudian daripada itu maka maharaja Negara Dipa menitahkan Tumanggung Tatah Jiwa menundukkan orang batang Alai dan orang batang Hamandit serta bukitnya. Maka sekalian itu sama tunduk, tiada lagi dengan berperang lawan Tumanggung Tatah Jiwa itu. Maka sekaliannya mereka itu tunduk karena patuh tata perintahnya Tumanggung Tatah Jiwa. Maka sekalian menteri-menteri sakai itu sama dibawa olehnya Tumanggung Tatah Jiwa itu menghadap maharaja Negara Dipa itu dengan persembahannya . Maka kata raja Negara Dipa: "Hai sekalian kamu menteri sakai, engkau kuserahkan pada Tumanggung Tatah Jiwa itu mememerintahkan kamu. Maka pada tiap-tiap musim jangan kamu menanti dimudiki, kamu hantarkan sendiri upeti kamu. Jangan lalai, manakala kamu lalai niscaya beroleh perintah kesakitan." Maka sembah sekalian menteri sakai itu: Hamba junjung sabda tuanku itu atas batu kepala patik."

Sudah kemudian daripada itu segala menteri-menteri sakai sama dijamunya oleh Aria Magatsari dan oleh Tumanggung Tatah Jiwa makan makanan yang nikmat dan minuman yang lezat dan sama dipersalinnya menteri-menteri sakai itu. Sudah itu sama disuruhnya pulang, masing-masing ke negerinya. maka rasa hati segala menteri-menteri sakai suka ia berpunya raja itu, karena semuanya negeri satu satu sakai itu sama muafakat, tiada lagi bunuh-membunuh karena baik tata perintahnya Aria Magatsari dan Tumanggung Tatah Jiwa itu.

Tatkala Aria Magatsari menyerang menundukkan segala orang batang Tabalong dan batang Balangan dan batang Pitap dan serta bukitnya itu membawa orang seribu, dan Tumanggung Tatah Jiwa membawa orang seribu tatkala ia menundukkan orang batang Alai dan Hamandit dan Labuhan Amas serta bukitnya itu. Jumlahnya orang dua ribu itu seorang pun itu tiada mati, daripada bijaksananya Aria Magatsari dan Tumanggung Tatah Jiwa itu. Maka sekalian mereka itu tunduk dan kasih hatinya itu.

Hatta manakala datang segala upeti daripada sekalian sakai itu maka dipersembahkannya oleh Aria Magatsari dan Tumanggung Tatah Jiwa kepada maharaja Negara Dipa itu. Maka titah raja itu sekira-kira pada jorong tujuh itu akan makan orang dalam istana raja. Sudah itu disuruh bahagikan kepada menteri yang empat puluh di bawah Patih Barsa, Patih Pasi, Patih Luhu, Patih Dulu itu, Sang Panimba Sagara, Sang Pambakah Batung, Sang Jampang sasak, Sang Pangaruntun Manau, di bawahnya itu sepuluh seorang-seorang menteri itu, jumlahnya empat puluh menteri kerajaan, sama dibahagi sakai sebuah-sebuah itu akan pemberi makan-pakainya itu.[1]

Referensi

sunting
  1. ^ a b (Melayu)Johannes Jacobus Ras, Hikayat Banjar diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1990.