Menara Daud
Menara Daud (bahasa Inggris: Tower of David; bahasa Ibrani: מגדל דוד, Migdal David, برج داود, Burj Daud), juga dikenal sebagai Benteng Yerusalem (bahasa Inggris: Jerusalem Citadel), adalah sebuah benteng kuno yang terletak di dekat jalan masuk ke Gerbang Jaffa di tepi barat dari Kota Lama Yerusalem.
Benteng yang berdiri hari ini bertarikh pembuatan pada zaman Mamluk dan Utsmani. Dibangun di lokasi yang sebelumnya merupakan fortifikasi kuno dari zaman Hashmonayim, Herodian, Bizantium dan Islam awal, setelah dihancurkan berulang kali selama dekade terakhir pada Perang Salib di Tanah Suci oleh penguasa Ayyubiyah dan Mamluk.[1] Benteng ini memuat penemuan arkeologi penting bertarikh lebih dari 2.000 tahun lalu termasuk tambang yang bertarikh zaman Bait Pertama, merupakan tempat populer untuk menyelenggarakan acara amal, pameran kerajinan tangan, konser, dan pertunjukan suara-dan-cahaya.
Dan Bahat menulis bahwa tiga menara asli Hasmonean diubah oleh Herodes, dan "menara di timur laut digantikan oleh menara yang lebih besar dan kokoh, dinamai "Menara Daud" ("Tower of David") di awal abad ke-5 Masehi" Nama "Menara Daud" diberikan oleh orang Kristen Bizantium yang meyakini tempat itu sebagai situs istana Raja Daud.[2] Mereka meminjam nama "Menara Daud" dari Kitab Kidung Agung, yang ditulis oleh raja Salomo, anak raja Daud, yang memuat kata-kata: "Lehermu seperti menara Daud, dibangun untuk menyimpan senjata. Seribu perisai tergantung padanya dan gada para pahlawan semuanya." (Kidung Agung 4:4).[3]
Sejarah
suntingSebagaimana dibuktikan oleh penemuan arkeologi Tembok Lebar, Raja Hizkia adalah orang pertama yang secara khusus membentengi daerah ini.[4] Penguatan kota ini menunjukkan bahwa pada akhir abad kedelapan SM kota itu telah diperluas untuk mencakup bukit di sebelah barat dari kompleks Baitul Maqdis. Motivasi pembangunan tembok fortifikasi ini adalah persiapan menghadapi invasi Yudea oleh Sanherib. Tembok ini mungkin dirujuk dalam Nehemia 3:8 dan Yesaya 22:9–10.[5][6]
Selama abad ke-2 SM, Kota Tua Yerusalem diperluas lebih jauh ke bagian yang disebut Bukit Barat (Western Hill). Perbukitan setinggi 773 meter ini sekarang meliputi Kuartir Armenia dan Yahudi serta Gunung Sion, dibatasi oleh lembah-lembah curam di semua sisi kecuali bagian utara. Pemukiman pertama di daerah ini didirikan sekitar tahun 150 SM pada zaman raja-raja Hasmonea dengan pembangunan apa yang dinamakan oleh Flavius Yosefus sebagai Tembok Pertama.[7]
Herodes Agung, yang merampas kekuasaan dari dinasti Hasmonea, menambahkan tiga menara besar ke benteng di 37-34 SM. Ia membangunnya pada bagian rentan di sudut barat laut dari Bukit Barat, di mana benteng ini sekarang berada. Tujuannya adalah tidak hanya untuk mempertahankan kota, tetapi untuk menjaga istananya sendiri yang terletak di dekatnya di Gunung Sion. Herodes menamakan menara tertinggi, 145 meter tingginya, Phasael untuk mengenai saudara laki-lakinya yang bunuh diri saat dalam pengasingan. Menara lain dinamai Mariamne, untuk mengenang istri keduanya yang dihukum mati olehnya sendiri dan dimakamkan di sebuah gua di sebelah barat menara. Menara ketiga dinamakan Hippicus yaitu nama salah satu temannya. Dari tiga menara, hanya dasar dari salah satu dari antaranya yang bertahan sampai hari ini - entah Phasael atau Hippicus, seperti yang dikatakan oleh arkeolog Hillel Geva yang melakukan penggalian pada benteng ini.[8] Dari menara kuno (yang sekarang disebut Menara Dauh), enam belas baris dari batu ashlars asli masih dapat dilihat muncul di atas permukaan tanah, dan di atasnya ditambahkan batu-batu kecil di periode selanjutnya, yang menambah tingginya secara signifikan. Selama perang Yahudi dengan Roma, Simon bar Giora membuat menara ini tempat tinggalnya.[9]
Setelah penghancuran Yerusalem oleh Romawi pada tahun 70 M, tiga menara itu dilestarikan sebagai kesaksian kekuatan benteng yang berhasil diatasi oleh legiun Romawi, dan situs dipakai sebagai barak pasukan Romawi.
Ketika kekaisaran mengadopsi Kekristenan sebagai agama favoritnya pada abad ke-4 Masehi, suatu komunitas para biarawan berdiri sendiri dalam benteng ini. Dalam zaman Bizantium inilah menara Herodian yang tersisa, dan termasuk pula benteng secara keseluruhan, memperoleh nama alternatif - Menara Daud - karena orang Bizantium keliru mengidentifikasi bukit itu sebagai Gunung Sion, sehingga menduga benteng itu adalah istana Daud yang disebutkan dalam 2 Samuel 5:11, 11:1–27, 16:22.
Setelah penaklukan Yerusalem oleh orang Arab pada tahun 638, penguasa Muslim yang baru memperbaiki benteng itu. Struktur yang kuat itu mampu bertahan dari serangan tentara Salib pada tahun 1099, dan baru menyerah ketika orang yang bertahan di sana dijamin ke luar dari kota dengan selamat.
Selama periode perang Salib, ribuan peziarah melakukan ziarah ke Yerusalem dengan melalui pelabuhan laut di Jaffa. Untuk melindungi umat dari ancaman perampok jalan raya, tentara Salib membangun sebuah menara yang dikelilingi oleh parit pada benteng itu, dan menempatkan para pengintai untuk menjaga jalan ke Jaffa.[10] Benteng ini juga melindungi istana baru untuk raja-raja Yerusalem dari tentara Salib, yang terletak langsung di sebelah selatan benteng tersebut.[11]
Pada tahun 1187, Sultan Saladin merebut kota termasuk benteng ini. Pada tahun 1239 emir Ayyubiyah Karak, An-Nasir Dawud, menyerang garnisun tentara Salib dan menghancurkan benteng ini. Pada tahun 1244 orang Khwarazmia mengalahkan dan mengusir tentara Salib dari Yerusalem untuk terakhir kalinya, menghancurkan seluruh kota dalam pertempuran itu. Orang Mamluk menghancurkan benteng itu pada tahun 1260.[12]
Pada tahun 1310 benteng ini dibangun kembali oleh sultan Mamluk Al-Nasir Muhammad bin Qalawun, dengan banyak bentuk yang terlestarikan sampai sekarang.[13]
Benteng ini diperluas antara 1537 dan 1541 oleh sultan Utsmaniyah, Suleiman, di mana para arsiteknya merancang pintu masuk yang besar, dengan landasan meriam tepat di belakangnya.[diragukan ] Selama 400 tahun, benteng ini menjadi garnisun pasukan Turki. Kesultanan Utsmaniyah juga mendirikan sebuah masjid di dekat sudut barat daya benteng, dan membangun sebuah minaret dalam tahun-tahun 1635-1655. Pada abad ke-19 minaret yang mencolok tersebut, yang masih berdiri hingga saat ini, mengambil alih nama "Menara Daud", sehingga nama itu sekarang dapat merujuk pada seluruh benteng atau pada minaret itu sendiri.
Selama Perang Dunia I, pasukan Inggris di bawah Jenderal Edmund Allenby merebut Yerusalem. Jenderal Allenby secara resmi mengumumkan peristiwa tersebut dengan berdiri di atas platform di luar gerbang timur benteng tersebut.
Selama periode Mandat Inggris (1917-1948), Komisaris Tinggi membentuk Masyarakat Pro-Yerusalem (Pro-Jerusalem Society) untuk melindungi kawasan cagar budaya kota. Organisasi ini membersihkan dan merenovasi benteng tersebut dan membukanya kembali untuk umum sebagai tempat untuk konser, acara amal dan tempat pameran para seniman lokal. Pada tahun 1930-an, museum rakyat Palestina dibuka di benteng, menampilkan kerajinan tradisional dan pakaian daerah.[14]
Setelah Perang Arab–Israel 1948, Legiun Arab merebut Yerusalem dan mengembalikan peran sejarah benteng itu kembali sebagai pos militer, karena memberikan pandangan yang dominan di garis gencatan senjata Yahudi ke Yerusalem. Dengan kemenangan Israel 1967 setelah Perang Enam Hari, peran budaya benteng itu dihidupkan kembali.
Museum Menara Daud
suntingMuseum Menara Daud mengenai Sejarah Yerusalem ("Tower of David Museum of teh History of Jerusalem") dibuka pada tahun 1989 oleh Yerusalem Foundation. Terletak di sebuah rangkaian kamar-kamar asli dalam benteng, museum ini meliputi suatu halaman yang berisi reruntuhan arkeologi bertarikh sejak 2.700 tahun lalu.
Isi museum ini menggambarkan 4.000 tahun sejarah Yerusalem, dari awal sebagai kota orang Kanaan sampai zaman modern. Menggunakan peta, rekaman video, hologram, gambar dan model, masing-masing ruangan menggambarkan Yerusalem di bawah pemerintahan berbagai penguasa. Pengunjung juga dapat naik ke atas benteng, dengan pemandangan 360 derajat ke arah Kota Tua dan Kota Baru Yerusalem.
Pada tahun 2002, Yerusalem Foundation melaporkan bahwa lebih dari 3,5 juta pengunjung telah mendatangi museum ini.
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ Jerome Murphy-O'Connor, The Holy Land: An Oxford Archaeological Guide from Earliest Times to 1700, Oxford University Press (5th edition), New York 2008, pp. 23–25 ISBN 978-0-19-923666-4
- ^ Jerome Murphy-O'Connor, The Holy Land, 22.
- ^ {Alkitab|Kidung Agung 4:4}}
- ^ Diragukan: Bagian "Tembok Lebar" diekskavasi di kuartir Yahudi terletak jauh di sebelah barat Citadel ini. Bagaimana dapat membuktikan Hizkia memperkuat "daerah ini?" Bukit Barat sangat luas, sedangkan benteng ini hanya sebagian kecil daripadanya (Oktober 2015).
- ^ Jerusalem: an archaeological biography, Hershel Shanks,Random House, 1995, p. 80.
- ^ Jewish Quarter Excavations in the Old City of Jerusalem: The finds from areas A, W and X-2: final report Volume 2 of Jewish Quarter Excavations in the Old City of Jerusalem: Conducted by Nahman Avigad, 1969-1982, Nahman Avigad, Hillel Geva, Israel Exploration Society, 2000.
- ^ Dan Bahat (2007). "Jerusalem Between the Hasmoneans and Herod the Great". Dalam Arav, Rami. Cities Through the Looking Glass: Esays on the History and Archaeology of Biblical Urbanism. Eisenbraunds. hlm. 122–124. ISBN 978-1575061429.
- ^ Hillel Geva (1981). "The 'Tower of David'—Phasael or Hippicus?". Israel Exploration Journal. Israel Exploration Society. 31 (1/2): 57–65. JSTOR 27925783.
- ^ Josephus, Wars of the Jews (V.IV.3; VII.
- ^ Diragukan: Jalur terbuka beberapa puluh km apakah bisa dijaga dengan satu menara untuk menjaga para peziarah? (October 2015).
- ^ Martin Gilbert (1987). Crusader Jerusalem (Map 11) (PDF). Jerusalem Illustrated Historical Atlas. Oxford. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2015-08-14. Diakses tanggal 20 October 2015.
- ^ Diragukan: Pada tahun 1260 daerah itu sudah dikuasai Mamluk, tanpa ancaman tentara Salib akan menyerang kembali? (Oktober 2015).
- ^ http://www.enjoyjerusalem.com/explore/paths-and-trails/stops/citadel
- ^ "Towerofdavid.org.il". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-05. Diakses tanggal 2017-09-11.