Süleyman I

Sultan Kesultanan Utsmaniyah (memerintah 1520–1566)
(Dialihkan dari Suleiman I)

Suleiman I (Turki Otoman: سليمان Suleymān, Turki Modern: Süleyman; 6 November 1494 – 5/6/7 September 1566) adalah sultan Turki Utsmaniyah ke-10 yang berkuasa dari tahun 1520 hingga 1566. Ia dikenal sebagai Suleiman yang Luar Biasa di Barat, dan Suleiman Sang Pemberi Hukum (Turkish: Kanuni; Arab: القانونى, al‐Qānūnī) di Timur karena pencapaiannya dalam menyusun kembali sistem undang-undang Utsmaniyah. Ia merupakan tokoh penting pada Eropa abad ke-16. Suleiman memimpin tentara Utsmaniyah menaklukkan Belgrade, Rhodes, dan sebagian besar Hungaria sebelum berhasil dipukul mundur dalam Pengepungan Wina tahun 1529. Ia menganeksasi sebagian besar Timur Tengah dan Afrika Utara (hingga sejauh Aljazair di barat). Di bawah kekuasaannya, armada Utsmaniyah menguasai Laut Tengah, Merah, dan Teluk Persia.[3]

Süleyman I
Padishah
Khalifah
Penjaga Dua Masjid Suci
Kayser-i Rûm
Al Qanuni
Suleiman I
Sultan Utsmaniyah ke-10
Berkuasa1520–1566 (46 tahun)
Penobatan30 September 1530
PendahuluSelim I
PenerusSelim II
Informasi pribadi
Kelahiran(1494-11-06)6 November 1494
Trabzon
Kematian6 September 1566 (umur 71)
Szigetvár, Hungaria
Pemakaman
WangsaWangsa Utsmaniyah
Nama lengkap
Kanuni Sultan Suleyman Han
AyahSelim I
IbuAyşe Hafsa Sultan
PasanganMahidevran Sultan
Hurrem Sultan
Gülfem Hatun
AnakSehzade Mustafa
Sehzade Murad
Raziye Sultan
Sehzade Mehmed
Mihrimah Sultan
Sehzade Abdullah
Sehzade Selim
Sehzade Bayezid
Sehzade Cihangir
TughraTanda tangan Süleyman I
Artikel ini tersedia dalam versi lisan
Dengarkan versi lisan dari artikel ini (44 menit)
noicon
Ikon Wikipedia Lisan
Berkas suara ini dibuat berdasarkan revisi dari artikel ini per tanggal 5 Juni 2022 (2022-06-05), sehingga isinya tidak mengacu pada revisi terkini.

Dalam upayanya untuk memperkuat Utsmaniyah, Suleiman melancarkan reformasi legislatif yang berhubungan dengan masyarakat, pendidikan, perpajakan, dan hukum kriminal. Hukum kanunnya memperbaiki bentuk kekaisaran selama berabad-abad setelah kematiannya. Selain merupakan penyair dan tukang emas, ia juga menjadi pelindung budaya yang besar, hingga Utsmaniyah mencapai masa keemasan dalam bidang artistik, sastra, dan arsitektur.[4] Suleiman mampu menuturkan lima bahasa: Bahasa Turki Utsmaniyah, Arab, Serbia, Chagatai (dialek bahasa Turki dan berhubungan dengan Uighur), dan Persia.

Suleiman menikahi seorang perempuan harem yang bernama Hürrem Sultan, meskipun tindakan ini melanggar tradisi Utsmaniyah. Putra mereka, Selim II, menggantikan Suleiman setelah berkuasa selama 46 tahun.

Kehidupan awal sunting

 
Potret asli Sultan Suleiman I, sebuah lukisan abad 16.

Suleiman lahir diperkirakan pada tanggal 6 November 1494 di Trabzon, di daerah pantai Laut Hitam.[5] Ibunya adalah Valide Sultan Aishe Hafsa Sultan atau Hafsa Hatun Sultan, yang wafat pada tahun 1534. Pada usia tujuh tahun, ia dikirim untuk belajar sains, sejarah, sastra, teologi, dan taktik militer di sekolah Istana Topkapı di Konstantinopel. Sebagai seorang pemuda, ia berteman dengan Ibrahim, seorang budak yang di kemudian hari menjadi penasihatnya yang paling dipercaya.[6] Pada usia 17 tahun, Suleiman ditunjuk sebagai Gubernur Kaffa (Theodosia), kemudian ia juga ditunjuk menjadi Gubernur Sarukhan (Manisa) setelah sebelumnya menjabat sebentar di Edirne.[7] Saat ayahnya, Selim I (1465–1520), meninggal dunia, Suleiman kembali ke Konstatinopel dan mengambil kekuasaan sebagai Sultan Usmaniyah ke-10.

Catatan yang dibuat oleh seorang utusan Republik Venesia, Bartolomeo Contarini, beberapa minggu setelah Suleiman naik takhta mendeskripsikan Suleiman sebagai berikut: "Ia berusia 25 tahun, tinggi, tetapi lincah, dan berkulit halus. Lehernya agak panjang, wajahnya pipih, dan hidungnya bengkok. Ia memiliki kumis dan janggut; pembawaannya menyenangkan meski kulitnya cenderung terlihat pucat. Konon ia adalah seorang tuan yang baik, suka belajar, dan menjadi harapan masyarakat untuk menciptakan kemakmuran dalam kekuasaannya."[8] Beberapa sejarawan menyatakan bahwa pada masa mudanya Suleiman memiliki kekaguman yang besar terhadap Alexander Agung.[9][10] Ia terpengaruh visi Alexander untuk membangun kekaisaran dunia yang menguasai daerah Timur dan Barat, dan konon hal ini yang mendorongnya melakukan kampanye militer ke wilayah Asia, Afrika, serta Eropa.

Kampanye militer sunting

Penaklukan di Eropa sunting

Setelah menggantikan ayahnya, Suleiman mengembangkan wilayah kekuasaan melalui serangkaian kampanye militer. Langkah awal yang dilakukannya adalah menekan pemberontakan yang dilakukan oleh Gubernur Damaskus pada tahun 1521. Setelah itu, Suleiman melakukan penyerangan ke wilayah Belgrade yang dikuasai oleh Kerajaan Hungaria. Penyerangan itu sangat vital untuk menaklukkan Kerajaan Hungaria yang—sejak kejatuhan Serbia, Bulgaria, Albania, dan Kekaisaran Romawi Timur—menjadi satu-satunya penghalang kampanye militer Utsmaniyah ke Eropa. Suleiman mengepung Belgrade dan mulai melakukan pengeboman besar-besaran dari kepulauan di wilayah Donau. Dengan pasukan yang hanya berjumlah sekitar 700 orang dan tanpa bantuan dari Hungaria, Belgrade jatuh ke tangan Suleiman pada bulan Agustus 1521.[11]

 
Suleiman pada masa muda

Berita jatuhnya salah satu benteng terkuat umat Kristen menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran di seluruh Eropa. Sebagaimana yang dicatat oleh seorang duta besar Kekaisaran Suci Romawi di Konstatinopel: "Penaklukan Belgrade adalah awal dari peristiwa-peristiwa dramatis yang menimpa Hungaria. Penaklukan itu berlanjut dengan kematian Raja Lajos, penaklukan Buda, pendudukan Transilvania, dan hancurnya kerajaan yang pernah berkembang serta timbulnya ketakutan di negara-negara tetangga yang khawatir mereka akan mengalami nasib yang sama..."[12]

Jalan untuk menyerang langsung Hungaria dan Austria sudah terbuka, tetapi Suleiman mengalihkan perhatiannya kepada kepulauan Rodos di Mediterania Timur, kota basis Ksatria Hospitaller. Ordo ksatria itu dikenal memiliki unit bajak laut di wilayah Asia Kecil dan Levant yang kegiatan operasinya mengganggu kepentingan Utsmaniyah. Pada musim panas 1522, Suleiman mengirim armada berkekuatan 400 kapal dan secara personal memimpin 100.000 tentara menyeberangi Asia Kecil.[13] Meskipun mengalami perlawanan yang sangat hebat dalam Pengepungan Rodos, kota tersebut berhasil dikuasai dan Ksatria Rodos diusir dari sana.

Dengan memburuknya hubungan antara Hungaria dengan Kesultanan Utsmaniyah, Suleiman melanjutkan kampanyenya di Eropa Timur pada 29 Agustus 1526 dengan mengalahkan Louis II dari Hungaria (1506–26) dalam Pertempuran Mohács. Ketika menemukan mayat Raja Louis, Suleiman konon berkata: "Aku memang datang membawa senjata untuk menghadapinya; namun bukan keinginanku melihatnya tewas karena ia belum banyak menikmati indahnya kehidupan dan kebangsawanan."[14][15] Sejak itu kerajaan Hungaria mengalami kemunduran dan Utsmaniyah bangkit menjadi kekuatan utama di Eropa Timur.[16]

Di bawah kepemimpinan Karl V dan saudaranya Ferdinand I, Kaisar Romawi Suci, Wangsa Habsburg menyerang dan menaklukkan kembali Buda serta menguasai Hungaria. Pada tahun 1529, Suleiman sekali lagi mengerahkan pasukan untuk menyerang Buda, dan berhasil merebutnya. Selain Buda, ia juga menyerang Wina. Namun dengan 16.000 tentara yang menjaga, Austria berhasil mempertahankan Wina.[17] Usaha kedua untuk menaklukkan Wina pada tahun 1532 juga gagal, Suleiman terpaksa mundur sebelum mencapai kota. Kedua kekalahan ini terjadi akibat buruknya cuaca (yang memaksa mereka meninggalkan peralatan-peralatan penting) dan terlalu panjangnya rantai persediaan.[18] Penyerangan ini merupakan salah satu ekspedisi paling ambisius Kesultanan Utsmaniyah.

 
Raja János Sigismund dari Hungaria bersama Suleiman pada tahun 1556.

Pada tahun 1540-an, terjadi konflik di Hungaria. Beberapa bangsawan Hungaria mengusulkan agar Ferdinand, Adipati Utama Austria (1519–64), yang pernah menjadi pemimpin Austria dan masih satu keluarga dengan Louis II, menjadi Raja Hungaria dengan mengutip sebuah perjanjian bahwa wangsa Habsburg akan mendapatkan takhta Hungaria apabila Louis tewas tanpa menunjuk putra mahkota,[19] namun beberapa bangsawan lebih mendukung János Zápolya. Konflik ini memberikan peluang bagi Suleiman untuk membalas kekalahannya di Wina.

 
Pengepungan Esztergom (1543).

Pada tahun 1541, wangsa Habsburgs sekali lagi terlibat konflik dengan Utsmaniyah dengan menyerang Buda. Namun penyerangan itu gagal, bahkan beberapa benteng mereka balik direbut dalam serangan balasan Utsmaniyah.[20] Ferdinand dan saudaranya Karl V kalah dan dipaksa menandatangani perjanjian yang memalukan di hadapan Suleiman. Ferdinand dipaksa melepas klaimnya atas takhta Hungaria dan diwajibkan membayar upeti dalam jumlah tetap setiap tahunnya kepada Sultan.[21]

Dengan hancurnya saingan-saingan utama, Kesultanan Utsmaniyah menjadi kekaisaran terkuat dan memegang peranan paling penting di Eropa ketika itu.

Perang Utsmaniyah-Safawiyah sunting

 
Miniatur yang menggambarkan Suleiman mengerahkan tentara di Nakhchivan, musim panas 1554

Setelah Suleiman menstabilisasi pasukannya di front Eropa, ia mengalihkan perhatiannya untuk menyerang Dinasti Safawiyah dari Persia. Ada dua peristiwa yang menyebabkan Suleiman memandang Dinasti Safawiyah sebagai ancaman. Pertama, Gubernur Baghdad yang loyal kepada Suleiman dibunuh oleh Shah Tahmasp dan digantikan dengan orang yang setia kepada Shah. Kedua, Gubernur Bitlis yang dikuasai Suleiman berkhianat dan menyatakan kesetiaan pada Dinasti Safawiyah.[22] Sebagai hasilnya, pada tahun 1533, Suleiman memerintahkan Wazir Agung Ibrahim Pasha untuk memimpin pasukan ke Asia. Ia kemudian berhasil merebut kembali Bitlis dan menguasai Tabriz tanpa perlawanan berarti. Suleiman menyusul dan bergabung dengan pasukan Ibrahim pada 1534 dan melakukan penyerangan langsung ke Persia. Shah lebih memilih mengorbankan teritorinya daripada menghadapi Suleiman.[23] Pada tahun berikutnya Suleiman dan Ibrahim berhasil memasuki Baghdad, komandannya menyerahkan kota dan mengakui Suleiman sebagai pemimpin dunia Muslim dan pengganti sah kekhalifahan Abbasiyah.[24]

Bermaksud menghancurkan Shah untuk selamanya, Suleiman berangkat dalam kampanye kedua pada tahun 1548–1549. Seperti sebelumnya, Tahmasp menghindari konfrontasi dengan pasukan Utsmaniyah dan memilih untuk mundur sambil melancarkan taktik bumi hangus.[23] Setelah menguasai Tabriz, Armenia, dan beberapa benteng di Georgia, Suleiman memilih untuk menghentikan kampanyenya karena kerasnya musim dingin di Kaukasus.[25]

Pada tahun 1553 Suleiman memulai kampanye ketiga dan terakhirnya melawan Shah. Sebelumnya pasukan Utsmaniyah mengalami kekalahan di Erzurum dan kehilangan kekuasaan atas kota tersebut di tangan anak Shah. Suleiman berniat kembali menguasai Erzurum dengan menyeberangi Sungai Efrat. Pasukan Shah kembali menggunakan taktiknya menghindari pasukan Utsmaniyah, yang berakibat terjadinya kebuntuan (stalemate). Pada tahun 1554, sebuah perjanjian ditandatangani yang mengakhiri kampanye militer Suleiman di Asia. Termasuk dalam perjanjian itu adalah Suleiman mengembalikan Tabriz, tetapi sebagai gantinya mendapatkan Baghdad, sebagian Mesopotamia, mulut Sungai Efrat dan Tigris, serta sebagian Teluk Persia.[26] Shah juga berjanji untuk tidak melakukan serangan apa pun ke wilayah Utsmaniyah.[27]

Kampanye di Samudra Hindia dan India sunting

Di Samudra Hindia, Suleiman memimpin beberapa kampanye laut terhadap Portugal dengan tujuan mengusir mereka dan mengamankan jalur perdagangan dengan India. Aden di Yemen direbut oleh Utsmaniyah pada tahun 1538 untuk dijadikan basis serangan terhadap jajahan Portugal di pantai Barat India.[28] Pada bulan September 1538, Utsmaniyah gagal mengalahkan Portugal dalam Pengepungan Diu dan terpaksa kembali ke Aden.[28][29] Dari Aden, tentara Utsmaniyah dipimpin Sulayman Pasha dapat mengambil alih seluruh wilayah Yemen serta Sa'na.[28] Akan tetapi, Aden memberontak dan meminta bantuan Portugal, sehingga Portugal menguasai kembali kota tersebut, hingga direbut lagi oleh pasukan Utsmaniyah di bawah pimpinan Piri Reis pada tahun 1548.

Dengan kendali yang kuat atas Laut Merah, Suleiman berhasil mengamankan jalur perdagangan India yang dahulu dikuasai Portugal, dan menjaga perdagangan dengan India selama abad ke-16.[30]

Pada tahun 1564, Suleiman menerima utusan dari Kesultanan Aceh, yang meminta bantuan melawan Portugis. Maka ekspedisi Utsmaniyah ke Aceh diluncurkan dan berhasil memberikan dukungan militer terhadap Aceh.[31]

Mediterania dan Afrika Utara sunting

 
Barbarossa Hayreddin Pasha mengalahkan Liga Suci yang dipimpin Andrea Doria pada Pertempuran Preveza pada tahun 1538.

Setelah berhasil melakukan konsolidasi pada pasukan daratnya, Suleiman mendapatkan kabar bahwa benteng Koroni di Morea telah direbut salah satu admiral Karl V, Andrea Doria. Kehadiran pasukan Spanyol di Mediterania Timur menimbulkan kekhawatiran Suleiman, yang melihat itu sebagai indikasi bahwa Karl V mencoba mengganggu dominasi Utsmaniyah di kawasan. Suleiman merasa perlu mempertegas kekuatannya di Mediterania sehingga ia mengerahkan salah satu komandan laut terbaiknya Khair ad Din, yang oleh orang Eropa dikenal dengan nama Barbarossa. Barbarossa ditugaskan untuk membangun kembali angkatan Utsmaniyah hingga Utsmaniyah memiliki jumlah armada yang sama dengan total seluruh armada negara-negara lain di Mediterania digabungkan.[32] Pada tahun 1535 Karl V mendapatkan kemenangan atas Utsmaniyah di Tunis. Di saat yang sama, Suleiman sedang berperang dengan Venesia. Hal ini memaksa Suleiman untuk menyetujui proposal pembentukan aliansi dari François I dari Prancis untuk melawan Karl.[22] Pada tahun 1538, armada Spanyol dikalahkan oleh Barbarossa dalam Pertempuran Preveza, sehingga Utsmaniyah berkuasa di wilayah itu selama 33 tahun hingga kekalahan mereka dalam Pertempuran Lepanto pada tahun 1571.

 
François I (kiri) dan Suleiman (kanan) memulai aliansi Prancis-Utsmaniyah dari tahun 1530-an.

Bagian timur Maroko berhasil dikuasai. Wilayah Berberia seperti Tripolitania, Tunisia, dan Algeria dikuasai dan diberi status provinsi otonom serta dijadikan ujung tombak Suleiman dalam menghadapi Karl V.[33] Dalam periode pendek ekspansi itu mampu mengamankan dominasi laut Utsmaniyah di Mediterania. Angkatan laut Utsmaniyah juga mengontrol Laut Merah, dan menguasai Teluk Persia hingga 1554, ketika kapal-kapal mereka dihancurkan oleh angkatan laut Kekaisaran Portugis. Portugis juga menguasai Ormus pada tahun 1515 dan bertempur dengan tentara Suleiman untuk merebut Aden.

 
Pengepungan Malta pada tahun 1565: Kedatangan angkatan laut Utsmaniyah, oleh Matteo Perez d' Aleccio

Karena sedang menghadapi musuh yang sama, François I dan Suleiman memperbaharui perjanjian aliansi mereka. Sebagai hasilnya, Suleiman mengirimkan 100 kapal[34] di bawah pimpinan Barbarossa untuk membantu pasukan Prancis di Mediterania Barat. Barbarossa berhasil menguasai pantai Naples dan Sisilia sebelum sampai ke Prancis. Prancis kemudian menjadikan Toulon sebagai markas besar angkatan laut Utsmaniyah. Dari sana Barbarossa menyerang Nice pada tahun 1543. Pada tahun 1544, François I dan Karl V mengadakan perjanjian perdamaian sehingga aliansi antara Prancis dan Utsmaniyah berakhir sementara.

Di tempat lain, Ksatria Hospitaller yang pernah diusir Utsmaniyah membangun kekuatan baru di Malta, membentuk ordo Ksatria Malta pada 1530. Mereka melakukan penyerangan terhadap kapal-kapal musim sehingga memancing perhatian Utsmaniyah. Suleiman akhirnya mengirimkan tentara dalam jumlah yang sangat besar untuk mengusir mereka. Pertempuran dimulai pada 18 Mei dan berakhir pada 8 September. Awalnya pasukan Utsmaniyah berhasil membantai Ksatria Malta dan menghancurkan beberapa kota, tetapi tentara bantuan dari Spanyol datang dan membalikkan keadaan, menyebabkan tewasnya 30.000 tentara Utsmaniyah.[35]

Reformasi administratif sunting

 
Relief Suleiman I menghiasi interior Dewan Perwakilan Amerika Serikat. Relief tersebut merupakan salah satu dari 23 relief pemberi hukum terbesar sepanjang sejarah di Dewan Perwakilan AS.

Suleiman dikenal sebagai Kanuni Suleiman atau "pemberi hukum" di Utsmaniyah. Sejarawan Lord Kinross mencatat bahwa "Ia tidak hanya merupakan pemimpin kampanye militer yang besar, manusia dari pedang, seperti ayah dan kakeknya. Ia berbeda dari mereka karena juga merupakan manusia dari pena. Ia merupakan legislator ulung, berdiri di depan mata rakyatnya sebagai penguasa berjiwa besar dan eksponen keadilan yang murah hati".[36] Hukum utama kekaisaran adalah Shari'ah. Sultan tidak berwenang mengubah hukum Islam tersebut. Hukum lain yang dikenal sebagai "Kanun" bergantung pada kehendak Suleiman sendiri, dan meliputi bidang kriminal, kepemilikan tanah, dan perpajakan.[37] Ia mengumpulkan semua keputusan yang dikeluarkan oleh sembilan sultan Utsmaniyah sebelumnya. Setelah menghilangkan duplikasi dan memilih antara pernyataan yang bertentangan, Suleiman mengeluarkan undang-undang, yang disusun secara hati-hati agar tidak melanggar hukum dasar Islam.[38] Suleiman, didukung oleh Mufti Agung Ebussuud, berupaya mereformasi undang-undang agar dapat disesuaikan dengan perubahan cepat pada kekaisaran. Ketika hukum Kanun mencapai bentuk akhirnya, undang-undang tersebut dikenal sebagai kanun‐i Osmani, atau "undang-undang Utsmaniyah". Undang-undang Suleiman diterapkan selama lebih dari tiga ratus tahun.[39]

Ia memberikan perhatian khusus pada keadaan rayah, orang Kristen yang mengerjakan tanah kaum Sipahi. Kanune Raya, atau "Undang-undang Raya", mengatur retribusi dan pajak untuk dibayarkan oleh raya, dan menaikkan status mereka ke atas perhambaan sehingga hamba Kristen banyak pindah ke wilayah Turki untuk mengambil keuntungan dari reformasi.[40] Sang sultan juga memainkan peran penting dalam melindungi orang Yahudi di kekaisarannya. Pada akhir 1553 atau 1554, atas usul dokter favoritnya, Moses Hamon, Suleiman mendeklarasikan dekret yang secara resmi melarang blood libel terhadap orang Yahudi.[41] Lebih jauh lagi, ia menetapkan undang-undang kriminal dan polisi baru, dan juga menerapkan denda atau hukuman. Dalam bidang perpajakan, pajak ditetapkan terhadap berbagai barang, seperti hewan, tambang, dan barang ekspor-impor. Selain pajak, pejabat yang jatuh pada nama buruk akan disita tanah dan propertinya oleh Sultan.

Pendidikan merupakan bidang lain yang penting bagi sultan. Sekolah digabung dengan masjid dan dibiayai oleh yayasan religius, sehingga memberikan pendidikan gratis bagi anak-anak Muslim.[42] Di ibu kotanya, Suleiman meningkatkan jumlah mektebs (sekolah dasar) menjadi empat belas, serta mengajarkan anak-anak baca tulis, dan juga prinsip-prinsip Islam. Anak yang ingin mengenyam pendidikan lebih lanjut dapat melanjutkan pendidikannya ke salah satu dari delapan madrasah. Pembelajaran yang tersedia adalah tata bahasa, metafisika, filsafat, astronomi, dan astrologi.[42] Madrasah tinggi memberikan pendidikan tingkat universitas, dan lulusannya menjadi imam atau pengajar. Pusat-pusat pendidikan merupakan salah satu dari bangunan yang mengelilingi lapangan masjid, dengan bangunan lain adalah perpustakaan, ruang makan, air mancur, dapur sup, dan rumah sakit untuk kepentingan umum.

Pencapaian budaya sunting

 
Tughra Suleiman Agung.
 
Gerabah iznik berkembang pada masa kekuasaan Suleiman. Piring buatan tahun 1530-1540.

Di bawah kekuasaan Suleiman, Kesultanan Utsmaniyah memasuki masa keemasan dalam hal perkembangan budaya. Utsmaniyah memiliki ratusan kelompok artistik Kesultanan (disebut sebagai Ehl-i Hiref, "komunitas bagi mereka yang berbakat") yang dikelola langsung oleh istana. Proses magang wajib dijalani bagi mereka yang ingin menjadi seniman dan pengrajin. Setelah magang mereka bisa mendapatkan gaji dan jabatan yang lebih tinggi. Dokumen-dokumen penggajian yang ditemukan menunjukkan betapa Suleiman sangat menghargai dan mendukung pekerjaan seniman. Sebuah dokumen yang dibuat tahun 1526 menunjukkan daftar 40 kelompok seniman dengan lebih dari 600 anggota. Ehl-i Hiref mampu menarik sebagian besar seniman berbakat, baik dari dunia Islam maupun dari wilayah jajahan di Eropa, untuk bekerja di istana sultan. Hal ini memungkinkan terjadinya pencampuran kebudayaan Islam, Turki, dan Eropa.[43] Seniman yang bekerja di istana antara lain pelukis, penjilid buku, penjahit pakaian dari bulu, pengrajin perhiasan, dan penempa emas. Bila penguasa sebelumnya lebih terpengaruh oleh kebudayaan Persia (ayah Suleiman, sebagai contoh, senang menulis puisi dalam bahasa Persia), Suleiman berhasil menciptakan gaya seni berbeda yang menjadi warisan artistik yang khas.[44]

Suleiman sendiri adalah seorang penyair yang handal, karyanya ditulis dalam bahasa Persia dan Turki dengan nama samaran Muhibbi (Pecinta). Beberapa kalimat dalam puisi Suleiman dijadikan peribahasa Turki, salah satunya yang terkenal adalah: "Semua orang ingin menyampaikan maksud yang sama, tetapi ada banyak versi ceritanya." Ketika anak Suleiman, Mehmed, meninggal pada tahun 1543, ia membuat sebuah kronogram untuk memperingati kematiannya: Pangeran yang tiada taranya, Sultan Mehmed-ku[45][46] Selain Suleiman, banyak seniman lain yang juga memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan sastra Utsmaniyah, termasuk di antaranya Fuzuli dan Baki. Sejarawan Sastra E. J. W. Gibb mengamati bahwa "tidak pernah ada dalam sejarah dunia dorongan yang sedemikian besar terhadap perkembangan puisi kecuali pada masa kekuasaan Sultan yang satu ini."[45]

 
Masjid Süleymaniye di Istanbul, dibangun oleh Mimar Sinan, arsitek kepala Suleiman.

Suleiman juga terkenal karena membiayai beberapa arsitektur monumental di kesultanannya. Sang Sultan bercita-cita menjadikan Konstatinopel sebagai pusat peradaban Islam melalui pembangunan berbagai objek termasuk jembatan, masjid, istana, dan lainnya. Beberapa yang paling termahsyur dibuat oleh arsitek kepala Utsmaniyah, Mimar Sinan. Sinan bertanggung jawab membangun tiga ratus monumen di seluruh penjuru kesultanan, termasuk dua mahakarya masjid Süleymaniye dan Selimiye—yang disebutkan terakhir dibangun di Edirne pada masa kekuasaan anak Suleiman, Selim II. Suleiman juga melakukan restorasi terhadap Kubah Shakhrah dan tembok kota di Yerusalem (yang kini menjadi tembok Kota Tua Yerusalem), merenovasi Ka'bah di Mekah, dan membuat sebuah kompleks di Damaskus.[47]

Tulip sunting

Suleiman menyukai taman dan syekhnya menanam bunga tulip putih di salah satu taman. Beberapa bangsawan di istana telah melihat bunga tulip dan mereka juga mulai menanamnya sendiri. Segera gambar bunga tulip ditenun menjadi permadani dan dibakar menjadi keramik. Suleiman dikreditkan dengan budidaya tulip skala besar dan diperkirakan bahwa tulip menyebar ke seluruh Eropa karena Suleiman. Diperkirakan para diplomat yang mengunjunginya diberi hadiah bunga saat mengunjungi istananya.

Kehidupan pribadi sunting

Hürrem Sultan sunting

 
Hürrem Sultan (Roxelana)

Suleiman jatuh hati pada Hürrem Sultan, putri harem yang berasal dari Rutenia. Kalangan diplomat barat menjuluki sang putri sebagai "Russelazie" atau "Roxelana", mengacu pada asal usul Slavianya.[48] Hürrem Sultan adalah putri dari pendeta Ortodoks Ukraina.[26] Ia diperbudak dan bangkit hingga mencapai posisi Harem untuk menjadi kesukaan Suleiman. Meskipun merupakan pelanggaran tradisi Utsmaniyah selama dua abad, sang mantan selir menjadi istri resmi sultan, dan membuat banyak pengamat di istana dan kota tercengang.[49] Hürrem Sultan diperbolehkan tinggal dengan Suleiman di istana selama sisa hidupnya.[50] Tindakan ini lagi-lagi melanggar tradisi, bahwa ketika ahli waris mencapai usianya, sang ahli waris akan dikirim bersama dengan selir yang melahirkannya ke provinsi terpencil untuk memerintah, dan tidak akan pernah kembali kecuali keturunan mereka menjadi penerus takhta.[50]

Ibrahim Pasha sunting

Pargalı İbrahim Pasha adalah teman masa kecil Suleiman. Ibrahim awalnya memeluk agama Ortodoks Yunani, dan ketika muda disekolahkan di sekolah istana di bawah sistem devshirme. Suleiman menjadikannya falconer kerajaan, lalu mengangkatnya menjadi perwira pertama ruang tidur kerajaan.[51] Ibrahim Pasha diangkat menjadi Wazir Agung pada tahun 1523 dan kepala komando semua angkatan bersenjata. Suleiman juga menganugerahkan kehormatan beylerbey Rumelia kepada Ibrahim Pasha, yang memberinya kekuasaan terhadap seluruh wilayah Turki di Eropa, dan juga komando tentara di tempat tersebut pada masa perang. Menurut penulis kronik abad ke-17, Ibrahim telah meminta Suleiman untuk tidak mengangkatnya ke posisi tinggi itu, karena takut akan keselamatannya. Suleiman menjawab bahwa di bawah kekuasaannya apapun keadaannya, Ibrahim tidak akan pernah dihukum mati.[52]

Akan tetapi hubungan Ibrahim dengan sultan memburuk. Pada tahun ke-13 ia menjabat sebagai Wazir Agung, peningkatan kekuasaan dan kekayaannya membuat Ibrahim menjadi musuh bagi banyak orang di istana sultan. Laporan mengenai kelancangan Ibrahim mencapai telinga sultan pada masa peperangan melawan Safawiyah: terutama penetapan gelar sultan serasker oleh Ibrahim dianggap sebagai penghinaan oleh Suleiman.[53]

Kecurigaan Suleiman terhadap Ibrahim semakin menguat akibat pertentangan dengan Menteri Keuangan Iskender Chelebi. Perselisihan berakhir dengan memalukan bagi Chelebi (atas tuduhan intrik), dan Ibrahim meyakinkan Suleiman untuk mengeksekusinya. Sebelum kematiannya, kata terakhir Chelebi menuduh Ibrahim melakukan konspirasi terhadap sultan.[53] Pesan kematian itu membuat Suleiman yakin akan ketidaksetiaan Ibrahim,[53] dan pada 15 Maret 1536 mayat Ibrahim ditemukan di Istana Topkapi.

Penerus sunting

Suleiman memiliki delapan anak dari dua istri, empat di antaranya hidup hingga lebih dari tahun 1550-an. Mereka adalah Mustafa, Selim, Bayezid, dan Jihangir. Dari keempatnya, hanya Mustafa yang bukan anak dari Hürrem Sultan, melainkan anak dari Mahidevran Gülbahar Sultan dan karenanya ia berada di urutan pertama dari empat anak yang akan menggantikan Sultan. Hürrem khawatir bila Mustafa yang menjadi Sultan, anak-anaknya akan terkucil. Mustafa diakui memiliki talenta lebih besar dibanding anak Sultan lainnya, dan juga mendapat dukungan Pargalı İbrahim Pasha, yang ketika itu masih menjadi Wazir Agung. Duta besar Austria Busbecq mencatat "Di antara anak-anak Suleiman ada yang bernama Mustafa, yang sangat terdidik dan bijaksana serta dalam usia yang matang, 24 atau 25 tahun; semoga Tuhan tidak membiarkan barbar sepertinya datang mendekati kita", dan juga menyebut "bakat alami yang luar biasa" yang dimiliki Mustafa.[54]

 
Potret Suleiman oleh Nigari, menjelang akhir kekuasaannya pada tahun 1560.

Dalam pergantian kekuasaannya, timbul intrik-intrik yang kemungkinan didalangi oleh Hürrem. Meskipun ia adalah seorang istri Sultan, Hürrem tidak memiliki peran resmi apa pun dalam pemerintahan, tetapi demikian ia tetap memiliki pengaruh politik. Karena kesultanan tidak memiliki aturan formal, pergantian kekuasaan biasanya diwarnai oleh pembunuhan di antara pangeran-pangeran yang bersaing memperebutkan takhta untuk menghindari terjadinya perang saudara atau pemberontakan. Agar anak-anaknya terhindar dari hukuman mati atau pembunuhan, Hürrem menggunakan pengaruhnya untuk menyingkirkan mereka yang mendukung Mustafa.[55]

Hürrem diduga mendalangi dan mendorong Suleiman untuk membunuh Ibrahim dan menggantinya dengan menantu Hürrem, Rustem Pasha. Pada tahun 1552, ketika kampanye melawan Persia dimulai dan Rustem ditunjuk sebagai komandan ekspedisi, intrik melawan Mustafa dimulai. Rustem mengirimkan salah satu orang kepercayaan Suleiman untuk melaporkan bahwa karena Suleiman tidak lagi memimpin, pasukan berpikir bahwa inilah saatnya seorang pangeran yang lebih muda untuk menggantikannya; pada saat yang sama Rustem menyebar isu bahwa Mustafa mendukung ide itu. Suleiman marah dan menuduh Mustafa hendak merebut kekuasaan.

Ketika Mustafa kembali dari kampanye di Persia, Suleiman memanggil Mustafa untuk datang ke tendanya di Lembah Ereğli,[56] dan menyebutkan bahwa "Mustafa dapat datang dan menjelaskan semua permasalahan yang dituduhkan kepadanya; tidak ada yang perlu ditakutan".[57] Mustafa hanya memiliki dua pilihan: ia datang kepada ayahnya dengan risiko dibunuh; atau, bila ia menolak datang, ia akan dituduh berkhianat. Mustafa akhirnya memilih untuk menghadap ayahnya dengan keyakinan bahwa pasukannya akan melindungi dia. Busbecq, yang mengklaim mendapatkan keterangan dari beberapa saksi, menggambarkan momen terakhir Mustafa. Ketika Mustafa memasuki tenda ayahnya, salah seorang kasim Suleiman menyerangnya. Mustafa mencoba bertahan namun kewalahan dengan banyaknya penyerang dan akhirnya tewas dicekik menggunakan tali.[58]

Jihangir meninggal beberapa bulan kemudian, konon disebabkan karena kesedihan yang mendalam akibat kakak tirinya, Mustafa, tewas.[59] Dua saudara yang tersisa, Bayezid dan Selim, diberikan wilayah kekuasaan masing-masing. Namun, dalam beberapa tahun, perang saudara pecah, keduanya didukung oleh pasukan-pasukannya masing-masing.[60] Dengan bantuan dari pasukan ayahnya, Selim mengalahkan Beyezid di Konya pada tahun 1559, menyebabkan Beyezid lari ke Persia bersama empat anaknya. Dalam sebuah perjanjian, Suleiman meminta kepada Shah Persia untuk mengekstradisi atau mengekeskusi Beyezid dengan imbalan sejumlah besar emas. Shah akhirnya mengizinkan algojo dari Turki untuk mengeksekusi Beyezid dan keempat anaknya pada tahun 1561,[59] memuluskan jalan Selim ke tampuk kekuasaan.

Wafat sunting

Pada tanggal 6 September 1566,[61] Suleiman, yang berangkat dari Konstantinopel untuk memimpin ekspedisi ke Hongaria, meninggal sebelum kemenangan Ottoman di pengepungan Szigetvár di Hongaria pada usia 71  dan Wazir Agungnya Sokollu Mehmed Pasha merahasiakan kematiannya selama penarikan mundur untuk penobatan Selim II.[62] Jenazah sultan dibawa kembali ke Istanbul untuk dimakamkan, sedangkan jantung, hati, dan beberapa organ lainnya dimakamkan di Turbék, di luar Szigetvár. Sebuah mausoleum yang dibangun di atas lokasi pemakaman kemudian dianggap sebagai tempat suci dan situs ziarah. Dalam satu dekade, sebuah masjid dan rumah sakit Sufi dibangun di dekatnya, dan situs tersebut dilindungi oleh garnisun bergaji yang terdiri dari beberapa lusin pria. Selim pun menggantikan ayahnya memimpin Kesultanan.

Peninggalan sunting

 
Penaklukan yang dilancarkan Suleiman I, diikuti dengan perluasan wilayah yang berlanjut hingga puncaknya pada tahun 1683.
 
Peti mati dan mausoleum Suleiman yang terletak di Masjid Süleymaniye.

Saat Suleiman wafat, Kesultanan Utsmaniyah telah menjadi salah satu kekuatan yang disegani di dunia.[63] Penaklukan yang dilakukan Suleiman menyebabkan kesultanan menguasai kota-kota besar Islam seperti Mekah, Madinah, Yerusalem, Damaskus, dan Baghdad; sebagian besar provinsi di Balkan (hingga mencapai wilayah Kroasia dan Austria saat ini); serta sebagian besar Afrika Utara. Tak pelak, Kesultanan Utsmaniyah dipandang sebagai ancaman bagi negara-negara Eropa, Busbecq menuliskan: "Di sisi bangsa Turki ada seseorang yang menjadi sumber kejayaan kekaisaran, dengan kekuatan tak terkalahkan, kemenangan yang terus berulang, tekun dalam bekerja keras, memiliki semangat kesatuan, disiplin, kecermatan, dan ketelitian... Bisakah kita meragukan hasilnya?...Ketika Turki selesai berurusan dengan Persia, mereka akan terbang ke tenggorokan kita dengan dukungan seluruh dunia Timur; dan lihatlah betapa tidak siapnya kita."[64]

 
Türbe (makam) Sultan Süleyman di Masjid Süleymaniye.

Warisan Suleiman tidak terbatas pada bidang militer. Pengelana Prancis Jean de Thévenot satu abad kemudian menyaksikan "basis pertanian yang kuat, kesejahteraan menjadi petani, melimpahnya makanan pokok, dan keunggulan organisasi pada pemerintahan Suleiman".[65] Reformasi administratif dan undang-undang yang memberinya gelar pemberi hukum memastikan keselamatan Utsmaniyah berabad-abad setelah kematiannya.[66]

Melalui perlindungan personalnya, Suleiman juga membawa masa keemasan bagi Utsmaniyah, terutama dalam bidang arsitektur, sastra, seni, teologi, dan filsafat.[4][67] Kini pemandangan Bosporus dan kota-kota lain di Turki modern dan bekas provinsi Utsmaniyah masih dihiasi oleh karya arsitek Mimar Sinan. Masjid Süleymaniye, tempat bersemayamnya Suleiman dan Herenzaltan, merupakan salah satunya.

 
Masjid Sultan Suleiman di Mariupol, Ukraina.

Sebuah masjid juga didirikan di Mariupol, Ukraina dan dinamai dari Suleiman. Masjid ini didirikan oleh pebisnis Turki Salih Cihan, yang juga lahir di Trabzon, dan dibuka pada tahun 2005.

Catatan kaki sunting

  1. ^ The Encyclopædia Britannica, Vol.7, Edited by Hugh Chisholm, (1911), 3; Constantinople, the capital of the Turkish Empire...
  2. ^ Britannica, Istanbul Diarsipkan 2007-12-18 di Wayback Machine.:When the Republic of Turkey was founded in 1923, the capital was moved to Ankara, and Constantinople was officially renamed Istanbul in 1930.
  3. ^ Mansel, 61.
  4. ^ a b Atıl, 24.
  5. ^ Clot, 25.
  6. ^ Barber, Noel (1973). The Sultans. New York: Simon & Schuster. hlm. 36. 
  7. ^ Clot, 28.
  8. ^ Kinross, 175.
  9. ^ Lamb, 14.
  10. ^ Barber, 23.
  11. ^ Imber, 49.
  12. ^ Clot, 39.
  13. ^ Kinross, 176.
  14. ^ Severy, 580
  15. ^ Embree, Suleiman The Magnificent Diarsipkan 2006-09-30 di Wayback Machine..
  16. ^ Kinross, 187.
  17. ^ Turnbull, Stephen (2003). The Ottoman Empire 1326 – 1699. New York: Osprey Publishing. hlm. 50. 
  18. ^ Labib, 444.
  19. ^ Imber, 52.
  20. ^ Imber, 53.
  21. ^ Imber, 54.
  22. ^ a b Imber, 51.
  23. ^ a b Sicker, 206.
  24. ^ Clot, 93.
  25. ^ 1548–49
  26. ^ a b Kinross, 236.
  27. ^ "1553–55". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-01-30. Diakses tanggal 2010-10-29. 
  28. ^ a b c The history of Aden, 1839-72 by Zaka Hanna Kour hlm.2
  29. ^ An economic and social history of the Ottoman Empire by Halil İnalcik hlm.326 [1]
  30. ^ History of the Ottoman Empire and modern Turkey by Ezel Kural Shaw hlm.107 [2]
  31. ^ Cambridge illustrated atlas, warfare: Renaissance to revolution, 1492-1792 oleh Jeremy Black hlm.17 [3]
  32. ^ Clot, 87.
  33. ^ Kinross, 227.
  34. ^ Kinross, 53.
  35. ^ The History of Malta
  36. ^ Kinross, 205.
  37. ^ Imber, 244.
  38. ^ Greenblatt, 20.
  39. ^ Greenblatt, 21.
  40. ^ Kinross, 210.
  41. ^ Mansel, 124.
  42. ^ a b Kinross, 211.
  43. ^ Atıl, The Golden Age of Ottoman Art, 24–33.
  44. ^ Mansel, 70.
  45. ^ a b Halman, Suleyman the Magnificent Poet
  46. ^ Muhibbî (Kanunî Sultan Süleyman)(Turki) Dalam bahasa Turki, kronogram itu ditulis شهزاده‌لر گزيده‌سی سلطان محمدم(Şehzadeler güzidesi Sultan Muhammed’üm), yang menunjukkan angka 995 dalam kalender Islam atau sekitar tahun 1543 Masehi.
  47. ^ Atıl, 26.
  48. ^ Ahmed, 43.
  49. ^ Mansel, 86.
  50. ^ a b Imber, 90.
  51. ^ Mansel, 87.
  52. ^ Clot, 49.
  53. ^ a b c Kinross, 230.
  54. ^ Clot, 155.
  55. ^ Mansel, 84.
  56. ^ Ünal, Tahsin (1961). The Execution of Prince Mustafa in Eregli. Anıt. hlm. 9–22. 
  57. ^ Clot, 157.
  58. ^ Kinross, 239.
  59. ^ a b Mansel, 89.
  60. ^ Kinross, 240.
  61. ^ Yapp, Suleiman I Diarsipkan 2008-10-03 di Wayback Machine.
  62. ^ Imber, 60.
  63. ^ Clot, 298.
  64. ^ Lewis, 10.
  65. ^ Ahmed, 147.
  66. ^ Lamb, 325.
  67. ^ Russell, The Age of Sultan Suleyman.

Daftar pustaka sunting

Pranala luar sunting

Süleyman I
Didahului oleh:
Selim I
Sultan Utsmaniyah
1520–1566
Diteruskan oleh:
Selim II