Melinjo

Tanaman berbiji terbuka dari genus Gnetum, keluarga Gnetaceae
(Dialihkan dari Mlinjo)

Melinjo atau belinjo (Gnetum gnemon Linn.) adalah suatu spesies tanaman berbiji terbuka (Gymnospermae) berbentuk pohon yang berasal dari Asia tropik, melanesia, dan Pasifik Barat.[2] Melinjo dikenal pula dengan nama maninjo (bahasa Makassar), ku'lang (bahasa Selayar), belinjo, mlinjo (bahasa Jawa), tangkil (bahasa Sunda) atau bago (bahasa Melayu dan bahasa Tagalog), khalet (Bahasa Kamboja), bidau (bahasa Melayu Kapuas Hulu) muliëng (bahasa Aceh) dan boolon (bahasa Banggai).[2][3]Melinjo banyak ditanam di pekarangan sebagai peneduh atau pembatas pekarangan dan terutama dimanfaatkan buah dan daunnya,[2] terutama untuk dibuat panganan keripik yang disebut emping.

Melinjo
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Kerajaan: Plantae
Klad: Tracheophyta
Klad: Gymnospermae
Divisi: Gnetophyta
Kelas: Gnetopsida
Ordo: Gnetales
Famili: Gnetaceae
Genus: Gnetum
Spesies:
G. gnemon
Nama binomial
Gnetum gnemon

Berbeda dengan anggota Gnetum lainnya yang biasanya merupakan liana, melinjo berbentuk pohon dan memiliki batang yang lurus.[2]

Deskripsi botani

sunting

Melinjo merupakan tumbuhan tahunan berbiji terbuka, berbentuk pohon yang berumah dua (dioecious, ada individu jantan dan betina).[2] Bijinya tidak terbungkus daging tetapi terbungkus kulit luar.[2] Batangnya kokoh dan bisa dimanfaatkan sebagai bahan bangunan.[2] Daunnya tunggal berbentuk oval dengan ujung tumpul.[2] Melinjo tidak menghasilkan bunga dan buah sejati karena bukan termasuk tumbuhan berbunga.[2] Yang dianggap sebagai buah sebenarnya adalah biji yang terbungkus oleh selapis aril yang berdaging.[2]

Tanaman melinjo dapat tumbuh mencapai 100 tahun lebih dan setiap panen raya mampu menghasilkan melinjo sebanyak 80–100 kg, bila tidak dipangkas bisa mencapai ketinggian 25 m dari permukaan tanah.[4]

Tanaman melinjo dapat diperbanyak dengan cara generatif (biji) atau vegetatif (cangkokan, okulasi, penyambungan, dan stek).[4]

 
Buah melinjo

Tempat Hidup

sunting

Tanaman melinjo dapat tumbuh pada tanah-tanah liat/lempung, berpasir, dan berkapur, tetapi tidak tahan terhadap tanah yang tergenang air atau yang berkadar asam tinggi dan dapat tumbuh dari ketinggian 0–1.200 mdpl.[4] Lahan yang akan ditanami melinjo harus terbuka atau terkena sinar matahari, lubang tanam berukuran 60 × 60 × 75 cm, dengan jarak tanam 6–8 m.[4]

Melinjo dapat ditemukan di daerah yang kering sampai tropis.[2] Untuk tumbuh dan berkembang, melinjo tidak memerlukan tanah yang bernutrisi tinggi atau iklim khusus.[2] Melinjo dapat beradaptasi dengan rentang suhu yang luas.[2] Hal inilah yang menyebabkan melinjo sangat mudah untuk ditemukan di berbagai daerah kecuali daerah pantai karena tumbuhan ini tidak dapat tumbuh di daerah yang memiliki kadar garam yang tinggi.[2]

Di Indonesia tumbuhan melinjo tidak hanya dapat dijumpai di hutan dan perkebunan saja.[4] Di beberapa daerah tumbuhan melinjo ditumbuhkan di pekarangan rumah atau kebun rumah dan dimanfaatkan oleh penduduk secara langsung.[4]

Pemanfaatan

sunting

Melinjo jarang dibudidayakan secara intensif.[2] Kayunya dapat dipakai sebagai bahan papan dan alat rumah tangga sederhana.[2] Daun mudanya (disebut sebagai so dalam bahasa Jawa) digunakan sebagai bahan sayuran (misalnya pada sayur asam).[2] Bunga (jantan maupun betina) dan bijinya yang masih kecil-kecil (pentil) maupun yang sudah masak dijadikan juga sebagai sayuran.[2] Biji melinjo juga menjadi bahan baku emping.[2] Kulitnya bisa dijadikan abon kulit melinjo.[2]

Kandungan Nutrisi

sunting
 
Biji melinjo yang terbungkus aril.

Penelitian yang sudah dilakukan pada melinjo menunjukkan bahwa melinjo menghasilkan senyawa antioksidan.[5] Aktivitas antioksidan ini diperoleh dari konsentrasi protein tinggi, 9–10% dalam tiap biji melinjo.[5] Protein utamanya berukuran 30 kilo Dalton yang amat efektif untuk menghabisi radikal bebas yang menjadi penyebab berbagai macam penyakit.[5]

Di Jepang dilakukan penelitian dan dilaporkan bahwa melinjo termasuk tumbuhan purba yang secara evolusi dekat dengan tanaman Ginkgo biloba yang ada di Jepang.[5]

Ginkgo adalah spesies pohon hidup tertua, yang telah tumbuh selama 150–200 juta tahun dan dipercaya sebagai tonik otak karena memperkuat daya ingat.[5] Daun ginkgo juga punya khasiat antioksidan kuat dan berperan penting dalam oksidasi radikal bebas penyebab penuaan dini dan pikun.[5]

Sampai saat ini, doktor biokimia dari Osaka Prefecture University, Jepang telah mengisolasi dua jenis protein yang menunjukkan aktivitas antioksidan tinggi.[5] Dari seluruh bagian tumbuhan melinjo yang pernah diekstraknya, mulai dari daun, kulit batang, akar, sampai biji, ditemukan protein paling potensial adalah dari biji.[5] Riset menunjukkan aktivitas antioksidan dari kandungan fenolik ini setara dengan antioksidan sintetik BHT (Butylated Hydroxytolune).[5]

Selain itu melinjo juga merupakan antimikroba alami.[6] Itu artinya protein melinjo juga bisa dipakai sebagai pengawet alami makanan sekaligus obat baru untuk penyakit yang disebabkan oleh bakteri.[6] Peptida yang diisolasi dari biji melinjo diindikasikan punya potensi aktif menghambat beberapa jenis bakteri gram positif dan negatif.[6]

Asam urat

sunting
 
Sayur asam menggunakan biji melinjo (di bagian kiri bawah, berbentuk kapsul) sebagai salah satu sayuran pelengkapnya.

Banyak mitos yang mengatakan bahwa melinjo dapat menyebabkan kenaikan asam urat (Hiperurisemia) yang signifikan.[5] Hal ini benar karena melinjo mengandung purin.[6] Peningkatan asam urat terjadi karena gangguan metabolisme purin dan asupan purin tinggi dari makanan secara berlebihan.[5]

Hiperurisemia terjadi karena gangguan pengeluaran asam urat oleh ginjal.[5] Hiperurisemia dapat disebabkan oleh faktor genetik dan dapat diturunkan.[5] Konsumsi makanan dengan purin tinggi, konsumsi gula, dan lemak berlebihan dapat meningkatkan kadar asam urat.[5] Kegemukan, pengguna obat diuretik, diet penurunan berat badan, juga sering menyebabkan hiperurisemia.[5] Namun, apabila tidak dikonsumsi secara berlebihan dan cara pengolahannya benar tidak akan menyebabkan asam urat.[5]

Konsumsi berlebihan dan minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng emping hasil olahan melinjo tersebut yang menyebabkan kadar asam uratnya meningkat.[5] Jadi, bukan melinjo itu sendiri yang menyebabkan asam urat, karena apabila disiapkan dalam bentuk makanan lain tanpa minyak dan tidak dikonsumsi secara berlebihan tidak akan menyebabkan peningkatan asam urat.[5]

Komoditas Ekspor Indonesia

sunting

Indonesia adalah negara yang menjadikan biji melinjo sebagai komoditas ekspor dalam jumlah yang cukup besar.[7] Melinjo akan dipanen dan menghasilkan buah setelah 5–6 tahun setelah penanaman biji.[7] Di daerah Sumatera Barat setiap tahunnya dilaporkan menghasilkan 20.000–25.000 buah melinjo dan produksi bijinya mencapai 80– 100 kg per pohon per tahun.[7]

Referensi

sunting
  1. ^ IUCN Detail 194943
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t (Inggris) Manner HI, Elevitch. 2006. Gnetum gnemon (gnetum) Diarsipkan 2010-05-15 di Wayback Machine.Diakses pada 4 Apr 2010.
  3. ^ "Arti kata boolon". Kamus Banggai-Indonesia. Diakses tanggal 2024-12-24. 
  4. ^ a b c d e f Cerianet C. Budidaya Tanaman Melinjo[pranala nonaktif permanen]Diakses pada 4 Apr 2010.
  5. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r Pudjiatmoko. 2007. Potensi melinjo di Jepang Diakses pada 4 Apr 2010.
  6. ^ a b c d Tjandra D. 2007. Antioksidan dari Biji Melinjo[pranala nonaktif permanen]Diakses pada 4 Apr 2010.
  7. ^ a b c Cadiz RT, Florido HB. 2001. Bago: Gnetum gnemon Linn. Research Information system 13(2).