Muhammad bin al-Alqami

Muhammad bin al-Alqami (1197–1258) adalah wazir dan penasihat dari khalifah Abbasiyah terakhir, al-Musta'sim. Al-Alqamī memulai karier administratifnya sebagai juru tulis di bawah naungan pamannya, Ustadār Adūd al-Dīn Abū Nasr al-Mubārak dan ia diangkat menjadi kepala Dār al-tashrīfāt, kemudian menjadi ustādār dan terakhir menjadi wazir.[1]

Muhammad bin al-Alqami
Nama asalمؤيد الدين بن العلقمي
Lahir1197/Maret 1195
Bagdad
Meninggal1258/6 Juni 1258
KewarganegaraanKekhalifahan Abbasiyah
Kekaisaran Mongol
PekerjaanWazir
Penasihat

Latar Belakang

sunting

Ibn al-Alqami berasal dari keluarga Syiah yang terpelajar dan dikenal sebagai seorang yang cakap dalam pemerintahan. Ia menjabat sebagai wazir selama beberapa tahun dan dianggap ahli dalam mengelola urusan negara. Di bawah pemerintahannya, ia menghadapi tantangan besar, termasuk ancaman eksternal dari Mongol dan ketidakstabilan internal dalam Dinasti Abbasiyah.

Peran dalam Kejatuhan Baghdad

sunting

Peran Ibn al-Alqami dalam kejatuhan Baghdad pada tahun 1258 menjadi subjek perdebatan di kalangan sejarawan. Menurut beberapa sumber Sunni, ia dituduh:

  1. Mengurangi kekuatan militer Abbasiyah: Dikatakan bahwa ia meyakinkan Khalifah al-Musta'sim untuk mengurangi jumlah tentara dari sekitar 100.000 menjadi hanya 10.000, yang melemahkan pertahanan Baghdad.
  2. Bersekongkol dengan Mongol: Beberapa catatan menyebut bahwa ia menjalin komunikasi rahasia dengan Hulagu Khan dan memberikan saran strategis untuk menyerang Baghdad.

Namun, sejarawan modern dan beberapa sumber Syiah melihat situasi ini lebih kompleks. Mereka berpendapat bahwa kejatuhan Baghdad tidak semata-mata akibat tindakan Ibn al-Alqami, melainkan hasil dari kelemahan struktural Dinasti Abbasiyah, ancaman eksternal yang besar, dan perpecahan internal.

Setelah Kejatuhan Baghdad

sunting

Setelah Hulagu Khan menaklukkan Baghdad, Ibn al-Alqami tetap diangkat sebagai wazir di bawah pemerintahan Mongol. Namun, posisinya tidak berlangsung lama. Ia meninggal beberapa bulan setelah kejatuhan kota tersebut, dan namanya dikenang dalam sejarah sebagai figur kontroversial.

Penilaian Sejarawan

sunting

Penilaian terhadap Ibn al-Alqami beragam:

  • Sumber Sunni tradisional: Menggambarkannya sebagai tokoh yang berkhianat dan bertanggung jawab atas kehancuran Baghdad.
  • Sumber Syiah dan analisis modern: Menekankan bahwa tuduhan terhadapnya mungkin dilebih-lebihkan oleh pihak-pihak yang mencari kambing hitam atas runtuhnya Abbasiyah. Mereka melihat bahwa runtuhnya Baghdad adalah hasil dari banyak faktor, termasuk ketidakmampuan militer Abbasiyah untuk menghadapi ancaman Mongol.

Warisan

sunting

Kejatuhan Baghdad tahun 1258 menandai akhir kekhalifahan Abbasiyah sebagai pusat pemerintahan Islam di dunia. Ibn al-Alqami tetap menjadi sosok yang diperdebatkan dalam sejarah Islam, dengan pandangan yang sangat bervariasi tergantung pada sudut pandang ideologis dan mazhab.

Beberapa sumber, terutama dari kalangan Sunni, menyebut jika al-Alqami memanfaatkan posisinya untuk melemahkan kekuatan militer Abbasiyah dan memberikan informasi strategis kepada Mongol. Setelah Hulagu merebut Bagdad, al-Alqami tetap diangkat sebagai pengelola kota tersebut untuk sementara waktu, tetapi posisinya tidak bertahan lama karena ia kehilangan kepercayaan dari rakyat dan penguasa Mongol. Beberapa bulan setelah jatuhnya Baghdad, ia meninggal dunia dalam kondisi yang tidak jelas.[2]

Referensi

sunting
  1. ^ Halil, Hançabay (2020). "Abbâsîler'in Son Veziri İbnü'l-Alkamî (ö. 656/1258) ve Moğollar'la İlişkisi". Tarih Dergisi. 0 (72): 45–76. doi:10.26650/iutd.727887. 
  2. ^ ŞAHİN, Kadir (2019-05-31). "CEND ŞEHRİ VE MOĞOL HÂKİMİYETİ". Anasay (8): 43–72. doi:10.33404/anasay.556160. ISSN 2587-2001. 
  1. Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihayah.
  2. Encyclopedia of Islam, Hulagu's Campaign Against Baghdad.
  3. Artikel "Kejatuhan Baghdad" di Journal of Islamic History.
  4. Artikel "Peristiwa Keruntuhan Khilafah Bani Abbasiyah" di Almanhaj.or.id.
  5. Sejarah Islam: Analisis Kejatuhan Baghdad oleh sejarawan modern.