Nahum Situmorang

komponis Batak asal Sipirok

Nahum Situmorang (dikenal sebagai Guru Nahum Situmorang; 14 Februari 1908 – 20 Oktober 1969) adalah seorang musisi sekaligus komponis Batak.

Nahum Situmorang
Lahir(1908-02-14)14 Februari 1908
Sipirok, Angkola, Keresidenan Tapanuli, Hindia Belanda
Meninggal20 Oktober 1969(1969-10-20) (umur 61)
RSUP H. Adam Malik, Medan, Sumatera Utara
Tempat pemakamanTaman Pemakaman Batak, Jalan Gajah Mada
Medan Petisah, Medan, Sumatera Utara
Pekerjaan
  • Musisi
  • Komponis
Orang tuaGuru Kilian Situmorang (ayah)

Kehidupan awal sunting

Nahum Situmorang lahir di Sipirok pada tanggal 14 Februari 1908 sebagai anak kelima dari Guru Kilian Situmorang. Ayahnya adalah seorang guru yang sering berpindah tempat kerja.

Karier Nahum sebagai penyanyi dimulai sejak masih duduk di bangku sekolah dasar. Pendidikannya yang terakhir adalah Kweekschool (sekolah guru) di Lembang, Bandung. Nahum lulus dari Kweekschool pada tahun 1928.

Nahum turut dalam barisan perintis kemerdekaan sebagai anggota Kongres Pemuda. Nahum pernah mengikuti sayembara untuk menciptakan lagu kebangsaan Indonesia bersama dengan komponis-komponis lain, salah satunya Siddik Sitompul. Sayembara ini dimenangkan oleh WR Supratman, sementara Nahum mendapatkan posisi kedua.

Dari tahun 1929 hingga 1932, Nahum bekerja pada sekolah partikelir Bataksche Studiefonds di Sibolga. Kemudian pada tahun 1932, Nahum pindah ke Tarutung untuk bergabung dengan abangnya, Guru Sophar Situmorang, dan mendirikan HIS-Partikelir Instituut Voor Westers Lager Onderwijs, yang beroperasi hingga kedatangan Jepang pada tahun 1942.

Periode 1942 - 1949 sunting

Seumur hidupnya, Nahum tidak pernah bekerja sebagai pegawai pemerintah kolonial Belanda. Semasa mudanya, ia telah berkali-kali memenangkan sayembara lagu-lagu, antara lain Sumatra Keroncong Concours di Medan (1936). Pada saat itu, rombongan Nahum Situmorang dipimpin oleh Raja Buntal Sinambela, putra Si Singamangaraja XII.

Pada tahun 1942 hingga 1945, Nahum membuka restoran dan menjadi pemusik di Jepang Sendenhan Hondohan. Dari tahun 1945 hingga 1949, ia menjadi pedagang permata dan emas. Dalam masa-masa itulah, Nahum menciptakan lagu-lagu perjuangan. Pada tahun 1949, Nahum pindah ke Medan dan menjadi broker mobil sambil tetap meneruskan kariernya sebagai penyanyi dan pencipta lagu.

Kemahiran Nahum menciptakan lagu-lagu sendiri sekaligus menyanyikannya membuat banyak orang kagum padanya. Nahum mampu memainkan berbagai alat musik dan mempunyai grup musik sendiri. Nahum juga kerap menciptakan lagu saat berada di tengah-tengah orang banyak.

Periode 1950 - 1960 sunting

Nahum paling produktif menciptakan lagu pada kurun waktu tahun 1950 hingga 1960. Pada tahun 1960, Nahum dan rombongan berkunjung ke Jakarta untuk mengadakan beberapa pertunjukan. Mereka mendapat sambutan yang meriah dari masyarakat dan pujian dari pejabat-pejabat pemerintah serta orang-orang asing (anggota kedutaan) yang turut menyaksikan pertunjukannya.

Surat-surat penghargaan dari organisasi kebudayaan, masyarakat, dan pemerintah telah berkali-kali diperoleh oleh Nahum. Penghargaan terakhir yang diperolehnya adalah penghargaan Anugerah Seni dari pemerintah Indonesia pada 17 Agustus 1969.

Akhir hidup sunting

Pada penghujung tahun 1966, Nahum jatuh sakit dan akhirnya dirawat di RSUP Medan selama hampir 3 tahun. Nahum Situmorang meninggal pada tanggal 20 Oktober 1969 dalam status lajang.[1]

Penghargaan sunting

Nama Nahum Situmorang diabadikan sebagai nama ruas jalan oleh beberapa pemerintah daerah di Sumatera Utara untuk mengenang jasanya. Jalan-jalan yang dinamai sebagai Jalan Nahum Situmorang terletak di Samosir, Tapanuli Utara, Toba, dan Pematangsiantar.

Karya sunting

Selama hidupnya, Nahum telah menciptakan sebanyak kurang lebih 120 lagu. Beberapa karyanya, di antaranya adalah:

Referensi sunting

  1. ^ Situmorang, Suhunan (Oktober 2020). "Lelaki yang Ingin Dikubur di Samosir Itu Bernama Nahum Situmorang". Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 Januari 2021. Diakses tanggal 28 Desember 2020.