Negara adikuasa atau negara adidaya adalah negara dengan posisi dominan yang ditandai dengan kemampuannya yang luas untuk memberikan pengaruh atau memproyeksikan kekuasaan dalam skala global. Hal ini dilakukan melalui gabungan kekuatan ekonomi, militer, teknologi dan budaya serta pengaruh diplomatik dan kekuasaan lunak. Secara tradisional, negara adidaya lebih unggul di antara kekuatan besar.

Peta ini menunjukkan dua kekuatan penting selama berlangsungnya Perang Dingin pada tahun 1980. Klik pada peta untuk penjelasan lebih rinci.

Istilah ini pertama kali diterapkan pada tahun 1944 selama Perang Dunia II untuk mengidentifikasi kategori kekuatan baru yang mampu menduduki status tertinggi di dunia di mana negara dapat menantang dan bertarung satu sama lain dalam skala global. Menurutnya, pada saat itu terdapat tiga negara yang merupakan negara adikuasa yaitu, Amerika Serikat, Uni Soviet, dan Imperium Britania.[1] Selama Perang Dingin, kekuasaan dan pengaruh Imperium Britania mulai berkurang dan berakhir, meninggalkan Amerika Serikat dan Uni Soviet untuk mendominasi urusan dunia. Berakhirnya Perang Dingin dan bubarnya Uni Soviet pada tahun 1991, meninggalkan Amerika Serikat sebagai satu-satunya negara adidaya dunia.[2][3][4] Tiongkok saat ini dianggap sebagai negara adidaya global yang baru muncul dalam bidang ekonomi, militer, teknologi, diplomasi, dan pengaruh kekuasaan lunak.[5][6][7][8][9]

Asal usul

sunting

Tidak ada definisi yang disepakati tentang apakah negara adikuasa itu ada dan mungkin berbeda di antara berbagai sumber. Namun, karakteristik mendasar yang konsisten dengan semua definisi negara adikuasa adalah bangsa atau negara yang telah menguasai tujuh dimensi kekuatan negara, yaitu geografi, populasi, ekonomi, sumber daya, militer, diplomasi dan identitas nasional.[10]

Istilah ini pertama kali digunakan untuk menggambarkan negara-negara dengan status kekuatan yang lebih besar dari besar pada awal 1944, tetapi hanya memperoleh makna spesifik berkaitan dengan Amerika Serikat dan Uni Soviet setelah Perang Dunia II. Ini karena Amerika Serikat dan Uni Soviet telah membuktikan diri mampu memberikan pengaruh besar dalam politik global dan dominasi militer. Istilah dalam makna politiknya saat ini diciptakan oleh ahli geostrategis Belanda-Amerika Nicholas Spykman dalam serangkaian ceramah pada tahun 1943 tentang bentuk potensial dari tatanan dunia baru pasca-perang. Ini membentuk fondasi untuk buku The Geography of the Peace, yang merujuk pada supremasi global maritim yang tak tertandingi dari Imperium Britania dan Amerika Serikat sebagai hal yang penting untuk perdamaian dan kemakmuran di dunia.

Setahun kemudian pada tahun 1944, William TR Fox , seorang profesor kebijakan luar negeri Amerika, menguraikan konsep adikuasa untuk mengidentifikasi kategori kekuatan baru yang mampu menduduki status tertinggi di dunia di mana negara dapat menantang dan bertarung satu sama lain dalam skala global. Menurutnya, pada saat itu ada tiga negara yang merupakan negara adikuasa, yaitu Amerika Serikat, Uni Soviet dan Imperium Britania. Imperium Britania adalah kekaisaran yang paling besar dalam sejarah dunia dan dianggap sebagai kekuatan besar yang paling utama, menguasai 25% populasi dunia dan mengendalikan sekitar 25% dari total luas daratan Bumi, sementara Amerika Serikat dan Uni Soviet tumbuh berkuasa sebelum dan selama Perang Dunia II Imperium Britania akan menghadapi masalah politik, keuangan dan kolonial yang serius setelah Perang Dunia II yang membuatnya tidak dapat menandingi kekuatan Amerika atau Soviet. Pada akhirnya, kerajaan Inggris secara bertahap akan bubar selama abad ke-20, dengan tajam mengurangi proyeksi kekuatan globalnya.

Terlepas dari denotasinya yang umum tentang negara-negara pasca-Perang Dunia II yang paling terkenal, istilah negara adikuasa telah secara tak langsung diterapkan oleh beberapa penulis secara retrospektif untuk menggambarkan kekuatan geopolitik yang lebih masif diatas kelompok Kekuatan Besar seperti kekuatan besar kuno atau kekuatan besar abad pertengahan.[11]

Runtuhnya status Negara Adikuasa

sunting
 
Lingkup teritorial dan pengaruh negara adikuasa saat Perang Dunia II

Krisis Suez

sunting

Pasca Perang Dunia II, gelombang dekolonisasi yang cepat di seluruh dunia. Kehilangan wilayah Kemaharajaan di India, Semenanjung Malaya, Krisis Suez tahun 1956 umumnya dianggap sebagai awal dari akhir periode Inggris sebagai negara Adikuasa.

Krisis Suez adalah puncak Inggris dalam melemahnya finansial oleh dua perang dunia, tidak bisa kemudian mengejar kebijakan luar negeri pada pijakan yang sama dengan negara adidaya baru tanpa mengorbankan konvertibilitasnya mata uang cadangan sebagai kebijakan utama .

Pembubaran Uni Soviet

sunting

Upaya kudeta Uni Soviet 1991, merupakan percobaan kudeta yang dilakukan untuk mengambil alih kekuasaan Uni Soviet dari tangan Mikhail Gorbachev, Presiden Uni Soviet kala itu. Para pemimpin kudeta ini adalah anggota garis keras Partai Komunis Uni Soviet yang menolak program reformasi (Glasnost dan Perestroika) Gorbachev. Percobaan kudeta ini juga dianggap sebagai penyebab utama pembubaran Uni Soviet.

Dengan berakhirnya kekuasaan komunis di Uni Soviet, banyak simbol Komunisme, misalnya patung dari mantan pemimpin seperti Vladimir Lenin, dibongkar.

Perjanjian Pirenia

sunting

Perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 7 Juli 1659 untuk mengakhiri perang antara tahun 1635-1659 antara Prancis dan Spanyol, suatu perang yang awalnya bagian dari Perang Tiga Puluh Tahun, mengakibatkan Spanyol kehilangan status negara Adikuasa. Namun tetap menjadi kekuatan besar hingga Jajahan Spanyol di Amerika menginginkan kemerdekaan melalui konflik yang panjang. Konflik antara koloni-koloni dengan Spanyol pada akhirnya memicu pendirian beberapa negara merdeka dari Argentina dan Chile di selatan hingga Meksiko di utara. Sehingga melemahkan status Spanyol sebagai kekuatan besar, meski Kuba dan Puerto Riko masih dijajah oleh Spanyol hingga meletusnya Perang Spanyol-Amerika pada tahun 1898.

Daftar negara Adikuasa historis

sunting

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "The Super-Powers; The United States, Britain, and the Soviet Union—Their Responsibility for Peace. By William T. R. Fox. (New York: Harcourt, Brace and Company. 1944. Pp. 162. $2.00.)". cambridge.org. Diakses tanggal 2013-09-02. 
  2. ^ Bremer, Ian (May 28, 2015). "These Are the 5 Reasons Why the U.S. Remains the World's Only Superpower". Time. 
  3. ^ Kim Richard Nossal. Lonely Superpower or Unapologetic Hyperpower? Analyzing American Power in the post–Cold War Era. Biennial meeting, South African Political Studies Association, 29 June-2 July 1999. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-05-26. Diakses tanggal 2007-02-28. 
  4. ^ From Colony to Superpower: U.S. Foreign Relations since 1776 (Published 2008), by Professor George C. Herring (Professor of History at Kentucky University)
  5. ^ Asia, Current Affairs Correspondent East (2019-08-04). "Is China a Superpower Now? - Belt & Road News" (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-08-08. Diakses tanggal 2020-05-06. 
  6. ^ "Does China Outspend US on Defense?". The Unz Review. Diakses tanggal 2020-05-06. 
  7. ^ John, Emmanuel (2019-06-13). "China: Emerging superpower". 
  8. ^ "China will overtake US in tech race". OMFIF (dalam bahasa Inggris). 2019-10-22. Diakses tanggal 2020-09-23. 
  9. ^ "China now has more diplomatic posts than any other country". BBC News (dalam bahasa Inggris). 2019-11-27. Diakses tanggal 2020-10-21. 
  10. ^ Sotomayor, Margot (2012-02-14). "The Rise and Fall of the Great Powers. Kennedy Paul". Problemas del Desarrollo. Revista Latinoamericana de Economía. 25 (97). doi:10.22201/iiec.20078951e.1994.97.29978. ISSN 2007-8951. 
  11. ^ The New Cambridge medieval history. McKitterick, Rosamond. Cambridge [England]: Cambridge University Press. 1995–2005. ISBN 0-521-36291-1. OCLC 29184676.