Nyai Gede Pinatih (Tionghoa: 施氏大娘仔俾那智) adalah seorang wanita bangsawan Tionghoa-Muslim dari Palembang pada masa Majapahit. Dia adalah putri kepala suku xuanweishi Shi Jinqing dari Palembang. Setelah ayahnya meninggal, Laksamana Cheng Ho dari Ming Tiongkok memutuskan untuk mengangkat kakaknya menjadi kepala suku baru di Palembang, maka dia meninggalkan Palembang dan pergi ke Gresik di Jawa timur untuk mendakwahkan agamanya kepada penduduk asli.

Masa muda

sunting

Terlahir sebagai Shishi Daniangzi (施氏大娘子), dia adalah putri tertua dari elit bisnis Tionghoa non-Muslim, Shi Jinqing, di Palembang.[1]

Setelah kematian ayahnya sekitar tahun 1421, terjadi perselisihan keluarga mengenai kendali bisnis keluarga antara dia, saudara laki-laki dan perempuannya. Akhirnya, Shi Er-Jie, adik perempuannya memenangkan perselisihan tersebut dan menguasai bisnis keluarga.

Kehidupan di Jawa

sunting

Pada tahun 1440-an, Shi Da-jie berangkat ke Jawa dan diangkat menjadi Syahbandar (pejabat pelabuhan) Gresik oleh penguasa Majapahit dari tahun 1458 sampai tahun 1483. Dia dilaporkan mengirim kapalnya untuk berdagang di Bali, Maluku dan Kamboja.[2]

Dia dikenal sebagai Nyai Pinateh, juga dikenal sebagai Njai Gede Pinatih.

Di Gresik, ia membesarkan seorang anak yang kelak menjadi salah satu wali Walisongo, Sunan Giri (Raden Paku).[1]

Warisan

sunting

Dia dihormati di kuburannya sebagai promotor Islam dan 'ibu angkat' Sunan Giri.[2]

Referensi

sunting
  1. ^ a b Tan, Ta Sen. (2010) [2009]. Cheng Ho and Islam in Southeast Asia. Institute of Southeast Asian Studies. ISBN 9789812308375. OCLC 975180334. 
  2. ^ a b Reid, Anthony (2017-09-08), "Female Roles in Pre-Colonial Southeast Asia", European Intruders and Changes in Behaviour and Customs in Africa, America and Asia before 1800, Routledge, hlm. 363–379, doi:10.4324/9781315255934-18, ISBN 9781315255934