Sunan Giri
Sunan Giri lahir di Blambangan tahun 1442 M dan meninggal tahun 1506 dimakamkan di desa Giri, Kebomas Gresik.[1] Adalah anggota Walisongo dan pendiri kerajaan Giri Kedaton yang berkedudukan di daerah Kabupaten Gresik. Sunan Giri membangun Giri Kedaton sebagai pusat penyebaran agama Islam di Pulau Jawa yang pengaruhnya sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.[2]
As-Syekh Syarif Muhammad 'Ainul Yaqin | |
---|---|
Gelar | Sunan Giri |
Nasab | bin Syech Maulana Ishaq |
Nisbah | Al Qadiri |
Lahir | Joko Samudera 1442 Blambangan, Majapahit |
Meninggal | 1506 Giri Kedaton, Demak |
Dimakamkan di | Kebomas, Kebomas, Gresik |
Nama lain | Raden Paku Sunan Giri I Prabu Satmata Sang Hyang Giri Nata |
Kebangsaan | Kerajaan Majapahit Kesultanan Demak |
Jabatan | ~ Mufti Walisongo Ke - 3 ~ Pendiri Giri Kedaton |
Firkah | Sunni |
Murid dari | Sunan Ampel, Syarif Ya'qub, Syekh Ismail Malaka, Dan Guru-guru lainnya |
Mempengaruhi | |
Pendiri Giri Kedaton | |
1481 - 1506 | |
Preceded by | Setelah Kertabhumi lengser, Giri Kedaton Lepas dari Majapahit |
Succeeded by | Sunan Dalem |
Istri |
|
Keturunan | Pernikahan dengan Dewi Murtasiyah:
Pernikahan dengan Dewi Wardah
|
Orang tua | Syarif Ya'qub (ayah) Retna Sabodi (ibu) |
Nama Giri sendiri yang digunakan oleh Sunan Giri dalam menamakan tempat tinggalnya di Gresik itu diambil dari nama tempat ibukota Kerajaan Blambangan saat itu. Kota Giri saat ini menjadi sebuah kecamatan di Banyuwangi, Jawa Timur.[3]
Keluarga
Sunan Giri memiliki beberapa nama lain yakni Raden Paku, Prabu Satmata, Sang Hyang Giri Nata, Sultan Abdul Faqih, Raden 'Ainul Yaqin dan Jaka Samudra.
Sunan Giri merupakan buah pernikahan dari Maulana Ishaq, seorang mubaligh Islam dari Malaka, dengan Dewi Sekardadu atau Dewi Sabodi, putri Prabu Menak Sembuyu penguasa wilayah Blambangan pada masa-masa akhir Majapahit.[4]
Di saat kelahirannya bayi Sunan Giri dituduh sebagai biang keladi masalah atas wabah yang melanda Blambangan oleh Patih Bajul Sengata. Patih Bajul Sengata menyarankan Prabu Menak Sembuyu untuk membunuh putra dari Dewi Sekardadu. Namun upaya itu tidak terjadi, sebab Sunan Giri dilarung ke laut Blambangan oleh ibunya, sebagai aksi penyelamatan dari rencana pembunuhan dari Senopati Blambangan.
Saat ditengah laut antara Blambangan dan Gili Manuk, bayi anak Dewi Sekardadu itu diselamatkan oleh awak kapal bernama Abu Hurairoh, anak buah dari Nyi Ageng Pinatih dari Gresik, janda kaya raya bekas istrinya Koja Mahdum Syahbandar. Peristiwa itu ditulis oleh Thomas Stamford Raffles dalam bukunya History of Java.[5]
Ini pula dikuatkan oleh catatan H.J. De Graaf dan Th. Pigeaud dalam buku Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa Peralihan dari Majapahit ke Mataram. Keduanya memastikan bahwa bayi anak Dewi Sekardadu yang diberi nama Jaka Samudra itu diselamatkan oleh Nyi Ageng Pinatih, setelah itu dari Jaka samudra dirubah namanya Raden Paku (sesuai pemberian nama dari ayahnya) lalu diganti dengan Maulana Ainul Yaqin oleh gurunya yaitu Syekh Sayyid Ali Rahmatullah atau Sunan Ampel.
Asal Usul
Ada Bukti Otentik tentang asal usul dari Sunan Giri baik nama ayah maupun kisah kisah yang berbeda-beda. Salah satu nya bisa dilihat pada manuskrip filologi yaitu Serat Walisana, dengan tulisan langgam Pucung, Pupuh V bait 20-25, menjelaskan asal usul Sunan Giri.
Berikut cuplikan bait di serat walisana ;
“Nateng Blambangan/ prabu Sadmudha wewamgi/rimangkana kataman sungkawa dahat/marma tyas duh margi saking Puterini pun/Nandang gerah barah/madal sanggayaning usadi/apanengeran sang Retno Sabodi Rara/Suwarna yu Samana sang nata ngerungu/lamun ing wuhara/wonten Janma nembe prapti/adedukuh mencil ahlul tapabrata /pan wus kabul mumpuni salwiring kawruh/dadya tinimbalan/prapta kinen ngusadani/katarima waluya grahe sang Retna/suka sukur ya ya wau sangha prabu/nenggih puteranira/pinaringaken tumuli/lajeng panggih lan Sayyid Yaqub Samana/atut runtut tan ana sangsayanipun/pinarengan nama maruwanira Ki/apanengeran pangeran Raden Wali Lanang/”.[6]
Catatan dalam Serat Walisana tersebut menggunakan bahasa semiotika, menunjukkan lambang yang punya makna, dan di setiap peristiwa dibahasakan dengan sengkala yang juga mengandung arti waktu peristiwa tersebut.
Dalam Babad Ing Giri kedhaton disebutkan :
"punika pretelan sejarahipun kanjeng nabi muhammad sallallahualaihi wasalam ,manka maulana ishaq apeputra kanjeng susuhunan prabu sadmata ingkang ndalem giri kedhaton ,manka susuhunan prabu satmata menggah garwa padminipun anenggih putrane pangeran ing bungkul negari surapringga (surabaya) ,manka susuhunan prabu satmata apeputra Sunan Dalem ,nuli apeputra mas Kartosuro" ( Babad giri Kedhaton : 113 - 116)
Berbeda dengan di Babad Tanah Jawi, dalam catatan Prof. Agus Sunyoto di bukunya Atlas Wali Songo ( hlm.172)[7] menyebut nama ayah Sunan Giri adalah Maulana Ishaq, sedangkan di Serat Walisana disebutkan bahwa ayahnya Sunan Giri adalah Sayyid Yaqub atau Pangeran Raden Wali Lanang. Ibunya Sunan Giri yang ditulis dalam Serat Walisana adalah Retno Sabodi, sementara yang tertulis di Babad Tanah Jawi adalah Dewi Sekardadu.
Perbedaan sebutan ini tidak berarti kerancuan, tetapi hanya beda panggilan saja, karena tetap merujuk pada satu orang perempuan ibu dari Sunan Giri yang valid sebagai anak dari Prabu Menak Sembuyu, seorang cucu Prabu Hayam Wuruk dari jalur selir. Ini tidak ada bantahan, bahwa betul Sunan Giri adalah anak dari pertemuan seorang keturunan Rosulullah Saw dengan anak keturunan Raja Majapahit.[8]
Sementara itu dari data silsilah yang tersimpan di pesantren-pesantren Jawa Timur menyebutkan jika Sunan Giri adalah keturunan Nabi Muhammad SAW dari jalur Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Silsilah ini bisa ditelusuri dari nasab para penguasa Kesultanan Samudera Pasai yang ternyata bersambung dengan penguasa Dinasti Ayubbiah. Dinasti Ayubbiyah sendiri mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Karena dari jalur Syekh Abdul Qadir al-Jailani maka Sunan Giri termasuk dalam bagian keluarga Al-Qadiri al Hasani.
Pendidikan dan Pengembangan Keilmuan
Bayi yang tersangkut di kapal itu diambil oleh awak kapal dan diserahkan kepada Nyai Pinatih yang kemudian memungutnya menjadi anak angkat. Karena ditemukan di laut, maka bayi itu dinamai Jaka Samudra.
Menurut Hoesein Djajadiningrat dalam Sadjarah Banten (1983), Nyai Pinatih adalah janda kaya raya di Gresik, bersuami Koja Mahdum Syahbandar, seorang asing di Majapahit. Nama Pinatih sendiri sejatinya berkaitan dengan nama keluarga dari Ksatria Manggis di Bali (Eiseman, 1988), yang merupakan keturunan penguasa Lumajang, Menak Koncar, salah seorang keluarga Maharaja Majapahit yang awal sekali memeluk Islam.[9]
Dakwah dan Kesenian
Setelah tiga tahun berguru kepada ayahnya, Raden Paku atau lebih dikenal dengan Raden 'Ainul Yaqin kembali ke Giri. Dalam Babad Tanah Jawi, dikisahkan bahwa Raden Paku dan Raden Mahdum Ibrahim pernah bermaksud pergi ke Mekkah untuk menuntut ilmu sekaligus berhaji. Namun, keduanya hanya sampai di Malaka dan bertemu dengan Maulana Ishak, ayah kandung Raden Paku. Keduanya diberi pelajaran tentang berbagai macam ilmu keislaman, termasuk ilmu tasawuf.
Di dalam sumber yang dicatat pada silsilah Bupati Gresik pertama bernama Kyai Tumenggung Pusponegoro, terdapat silsilah tarekat Syathariyah yang menyebut nama Syaikh Maulana Ishak dan Raden Paku Sunan Giri sebagai guru Tarekat Syathariyah, yang menunjuk bahwa aliran tasawuf yang diajarkan Maulana Ishak dan Raden Paku adalah Tarekat Syathariyah.udian mendirikan sebuah pesantren giri di sebuah perbukitan di desa Sidomukti, Kebomas. Dalam bahasa Jawa, giri berarti gunung. Sejak itulah, ia dikenal masyarakat dengan sebutan Sunan Giri.
Pesantren Giri kemudian menjadi terkenal sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam di Jawa, bahkan pengaruhnya sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera (terutama bagian selatan) dan Maluku. Pengaruh Giri terus berkembang sampai menjadi kerajaan kecil yang disebut Giri Kedaton, yang menguasai Gresik dan sekitarnya selama beberapa generasi sampai akhirnya ditumbangkan oleh Sultan Agung.
Terdapat beberapa karya seni tradisional Jawa yang sering dianggap berhubungkan dengan Sunan Giri, diantaranya adalah permainan-permainan anak seperti Jelungan, dan Cublak Suweng; serta beberapa gending (lagu instrumental Jawa) seperti Asmaradana dan Pucung.[10]
Kutipan
- ^ Liputan6.com (2022-06-19). "Terungkap Nama Kecil Sunan Giri Hingga Cara Unik Mengajar Islam". liputan6.com. Diakses tanggal 2023-12-29.
- ^ Liputan6.com (2022-06-19). "Terungkap Nama Kecil Sunan Giri Hingga Cara Unik Mengajar Islam". liputan6.com. Diakses tanggal 2023-12-29.
- ^ Riza, M. Fakhru (2020-01-24). "Asal-Usul dan Nasab Sunan Giri; Cucu Raja Blambangan dan Anak dari Maulana Ishak". Pecihitam.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-12-29.
- ^ "KELUARGA BESAR BANI BATOKOLONG: SILSILAH SUNAN GIRI DAN ANAK ANAKNYA". KELUARGA BESAR BANI BATOKOLONG. 2023-05-24. Diakses tanggal 2023-12-29.
- ^ Raffles, Thomas Stamford (2019-01-01). The History of Java. Media Pressindo.
- ^ Giri II, Susuhunan Sunan (2020). SERAT WALI SANA (BABAD PARAWALI) (PDF). Pasuruan: Yudharta Press. hlm. Pupuh V bait 20–25. ISBN 978-623-7817-04-8.
- ^ Sunyoto, Agus (2007). Atlas Wali Songo. Depok: Pustaka Ilman. hlm. 172. ISBN 9786028648097.
- ^ says, Abi Haila (2023-02-01). "Tinjauan Filologis Sejarah Sunan Giri Sayyid Maulana Ainul Yaqin, Mursyid Tarekat Syattariyah Abad 15 Masehi". RMI PWNU Banten. Diakses tanggal 2023-12-31.
- ^ Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, Depok: Pustaka Iman, 2016, 206.
- ^ Liputan6.com (2022-06-19). "Terungkap Nama Kecil Sunan Giri Hingga Cara Unik Mengajar Islam". liputan6.com. Diakses tanggal 2023-12-29.
Referensi
- Serat Walisana (Babad Para Wali), Karya Sunan Dalem. Diterjemahkan oleh Ki Tarka Sutarahardja. Penyadur R. Tanojo. Editor Naqobah Ansab Awliya’ Tis’ah (NAAT). Cetakan Pertama 2020. ISBN : 978-623-7817-04-8. Penerbit : Yudharta Press Pasuruan 2020.
Gelar kebangsawanan | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Kesunanan didirikan |
Kesunanan Giri 1481–1506 |
Diteruskan oleh: Sunan Dalem |