Ombak Besar di Kanagawa

cetakan balok kayu buatan Ukiyo-e

Ombak Besar di Kanagawa (神奈川沖浪裏, Kanagawa-oki Nami Ura, terj. har. "Di Bawah Sebuah Ombak di Kanagawa"), juga dikenal dengan nama Ombak Besar atau Sang Ombak, adalah sebuah cetakan balok kayu karya seniman ukiyo-e Jepang Hokusai, yang dibuat saat akhir tahun 1831 pada zaman Edo. Cetakan tersebut menggambarkan tiga perahu yang bergerak mengarungi lautan yang sedang diterjang badai dan sebuah ombak besar di lepas pantai Teluk Sagami, Prefektur Kanagawa. Di latar belakang dapat terlihat Gunung Fuji.

Ombak Besar di Kanagawa
神奈川沖浪裏, Kanagawa-oki Nami Ura
SenimanKatsushika Hokusai
Tahun1831
TipeUkiyo-e (Cetakan balok kayu)
Ukuran25,7 cm × 37,9 cm (10,1 in × 14,9 in)

Cetakan ini merupakan karya Hokusai yang pertama dan yang paling terkenal dalam serial Tiga Puluh Enam Pemandangan Gunung Fuji; penggunaan biru Prusia dalam serial tersebut merevolusi cetakan Jepang. Komposisi cetakan ini merupakan perpaduan antara cetakan tradisional Jepang dengan penggunaan perspektif grafik yang berkembang di Eropa. Perpaduan ini memberikan keberhasilan baginya di Jepang dan nantinya di Eropa, ketika karyanya menginspirasi para Impresionis. Sejumlah museum di seluruh dunia menyimpan cetakan-cetakan Ombak Besar di Kanagawa; sebagian besar berasal dari koleksi privat cetakan Jepang dari abad ke-19. Hanya sekitar seratus cetakan, dalam berbagai kondisi, yang dipercaya masih bertahan.

Ombak Besar di Kanagawa telah disebut sebagai "gambar yang mungkin paling banyak dicetak dalam sejarah kesenian",[1] dan juga menjadi "karya seni yang paling terkenal dalam sejarah Jepang".[2] Lukisan ini telah memengaruhi beberapa seniman dan musisi ternama, seperti Vincent van Gogh, Claude Debussy, dan Claude Monet. Rekan-rekan Hokusai, seperti Hiroshige dan Kuniyoshi, terinspirasi untuk menciptakan karya-karya yang berpusat pada ombak.

Latar belakang

sunting

Kesenian ukiyo-e

sunting
 
Wadah yang digunakan untuk mencetak ukiyo-e

Ukiyo-e adalah sebuah teknik seni grafis Jepang yang berkembang dari abad ke-17 hingga abad ke-19. Karya seni ini berupa cetakan balok kayu dan lukisan yang menggambarkan bermacam-macam subjek seperti wanita; pemeran kabuki dan pegulat sumo; adegan sejarah dan cerita rakyat; pemandangan; flora dan fauna Jepang; dan erotika. Istilah ukiyo-e (浮世絵) berarti "gambar dunia mengambang".

Setelah Edo (sekarang Tokyo) menjadi pusat kedudukan Keshogunan Tokugawa pada tahun 1603,[3] kelas chōnin, yang terdiri atas para pedagang dan pekerja memanfaatkan pertumbuhan ekonomi kota tersebut yang pesat,[4] untuk menikmati hiburan teater kabuki, geisha, dan prostitusi pada berbagai distrik lampu merah (yūkaku);[3] istilah ukiyo (浮世, "dunia yang mengambang") pun digunakan untuk menggambarkan kehidupan hedonistik ini. Karya ukiyo-e menjadi terkenal pada kalangan kelas chōnin, ketika mereka menjadi cukup kaya untuk menghiasi rumah mereka menggunakan karya-karya tersebut.[5]

Karya ukiyo-e pertama merupakan lukisan-lukisan dan cetakan-cetakan monokromatik karya Hishikawa Moronobu yang menampilkan wanita, dan muncul pada tahun 1670-an.[6] Cetakan berwarna diperkenalkan secara perlahan, dan pada awalnya hanya digunakan untuk komisi-komisi tertentu. Pada tahun 1740-an, seniman-seniman seperti Okumura Masanobu mulai menggunakan beberapa balok kayu untuk mencetak warna.[7] Saat tahun 1760-an, kesuksesan "cetakan brokat" Suzuki Harunobu menjadikan cetakan berwarna penuh sebagai produksi standar, dengan balok yang digunakan untuk membuat setiap cetakan berjumlah sepuluh atau lebih. Beberapa seniman ukiyo-e berspesialisasi dalam membuat lukisan, tetapi sebagian besar dari karya tersebut merupakan cetakan.[8] Seniman-seniman jarang kali memahat balok kayunya sendiri; kegiatan produksi dilakukan oleh beberapa pihak: seniman, yang merancang cetakan; pemahat, yang memotong kayu balok; pencetak, yang menintai dan menempelkan kayu balok pada washi; dan penerbit, yang membiayai, mempromosikan, dan mendistribusi karya-karya tersebut. Karena pencetakan dilakukan dengan tangan, para pencetak dapat memperoleh efek yang tidak dapat dicapai secara praktis dengan mesin, seperti pencampuran atau penggradasian warna pada cetakan balok.[9]

Pencipta

sunting
 
Potret diri Hokusai, tahun 1839

Katsushika Hokusai lahir di Katsushika, Jepang, pada tahun 1760 di sebuah distrik di sebelah timur kota Edo.[10] Ia merupakan anak dari seorang shogun yang juga merupakan seorang pembuat kaca, dan pada umur 14, ia dinamakan Tokitarō.[11] Hokusai tidak pernah dianggap sebagai pewaris, dan ada kemungkinan ibunya merupakan seorang gundik.[12]

Hokusai mulai melukis saat ia berumur enam tahun, dan saat berumur 12 tahun, ayahnya mengirimnya untuk bekerja di sebuah toko buku. Pada umur 16 tahun, ia bermagang kepada seorang pemahat balok kayu selama tiga tahun, sambil membuat ilustrasinya sendiri. Pada umur 18 tahun, Hokusai diterima sebagai murid Katsukawa Shunshō, salah satu seniman ukiyo-e yang paling ternama pada zamannya.[10] Setelah Shunshō meninggal pada tahun 1793, Hokusai mempelajari gaya kesenian Jepang dan Tiongkok, serta lukisan Belanda dan Prancis secara mandiri. Pada tahun 1800, ia mempublikasikan Pemandangan Terkenal dari Ibukota Timur dan Delapan Pemandangan Edo, dan mulai menerima murid-murid.[13] Pada masa ini ia mulai menggunakan nama Hokusai; semasa hidupnya, ia menggunakan lebih dari 30 nama samaran.[12]

Pada tahun 1804, Hokusai mulai terkenal ketika ia menciptakan sebuah gambar biksu Buddha bernama Daruma yang berukuran 240 meter persegi (2.600 sq ft) untuk sebuah festival di Tokyo.[11] Karena keadaan finansialnya yang tidak menentu, pada tahun 1812, ia menerbitkan Pembelajaran Cepat dalam Menggambar Sederhana, dan mulai bepergian ke Nagoya dan Kyoto untuk menerima murid baru. Pada tahun 1814, ia menerbitkan manga pertama dari lima belas manga yang ia buat; beberapa volume sketsa dari subjek-subjek yang menarik baginya, seperti orang-orang, hewan, dan Buddha. Ia mempublikasikan serial Tiga Puluh Enam Pemandangan Gunung Fuji pada akhir tahun 1820-an; serial tersebut menjadi sangat populer, sampai ia harus menambahkan sepuluh cetakan.[14] Hokusai wafat pada tahun 1849 saat berumur 89 tahun.[15][16]

Menurut Calza (2003), beberapa tahun sebelum Hokusai meninggal, ia berkata:

Dari umur enam tahun, saya memiliki ketertarikan untuk menyalin bentuk dari berbagai benda dan sejak berumur lima puluh saya telah menerbitkan banyak gambar, tetapi semua yang saya gambar hingga umur ketujuh puluh, tidak ada yang perlu dianggap penting. Saat berumur tujuh puluh tiga saya mengerti sebagian dari struktur hewan, burung, serangga dan ikan, dan kehidupan dari rerumputan dan tumbuh-tumbuhan. Lalu seterusnya, pada [umur] delapan puluh enam saya harus terus maju; pada [umur] sembilan puluh saya semestinya maju lebih lagi untuk menembus makna rahasianya, dan pada [umur] seratus mungkin saya benar-benar telah mencapai tingkat yang menakjubkan dan agung. Ketika saya berumur seratus sepuluh tahun, setiap titik, setiap garis, akan memperoleh hidupnya sendiri.[17]

Deskripsi

sunting

Ombak Besar di Kanagawa adalah sebuah cetakan yoko-e (cetakan dengan format horizontal atau lanskap) yang dicetak menggunakan ukuran ōban (25 cm × 37 cm (9,8 in × 14,6 in)).[18][19] Komposisi cetakan ini terdiri dari tiga unsur: lautan yang berbadai, tiga perahu, dan sebuah gunung. Tanda tangan seniman dapat terlihat di sebelah kiri atas cetakan.

Gunung

sunting
 
Detail dari bagian tengah gambar. Di latar belakang terdapat Gunung Fuji yang berwarna biru dengan puncaknya yang bersalju.

Di latar belakang terdapat Gunung Fuji dan puncaknya yang bersalju;[20] Gunung Fuji merupakan figur sentral dalam serial Tiga Puluh Enam Pemandangan Gunung Fuji, yang menampilkan gunung tersebut dalam berbagai arah yang berbeda. Dalam Ombak Besar di Kanagawa, Gunung Fuji ditampilkan menggunakan warna biru dengan warna putih sebagai detail, mirip seperti warna ombak di latar depan.[21] Warna gelap yang mengelilingi Gunung Fuji mengindikasikan bahwa cetakan ini berlatar pada pagi hari; Matahari terbit dari depan sudut pandang pengamat dan mulai menyinari puncak gunung yang bersalju. Terdapat awan kumulonimbus yang melayang di antara pengamat dan Gunung Fuji; walau jenis awan ini seringkali menandakan akan terjadinya badai, tetapi tidak ada hujan di Gunung Fuji maupun di lautan.[22]

Perahu

sunting

Cetakan ini menunjukkan tiga oshiokuri-bune, perahu cepat yang digunakan untuk membawa ikan hidup dari Semenanjung Izu dan Semenanjung Bōsō ke pasar-pasar di pelabuhan Edo.[23][24] Berdasarkan analisis oleh Cartwright dan Nakamura (2009), perahu-perahu tersebut terletak di Teluk Edo (Tokyo), jauh dari Yokohama di Prefektur Kanagawa pada zaman kini, dengan Edo terletak di sebelah utara dan Gunung Fuji terletak di sebelah barat. Perahu-perahu tersebut mengarah ke selatan, kemungkinan menuju Teluk Sagami untuk mengumpulkan kargo ikan yang akan dijual di Edo.[24] Setiap perahu terdapat delapan pengayuh yang sedang memegang dayungnya. Di depan perahu terdapat dua kru lebih; terdapat 30 pengayuh dalam gambar, tetapi hanya 22 yang terlihat. Ukuran dari ombak dapat diperkirakan menggunakan perahu-perahu sebagai referensi: pada umumnya panjang oshiokuri-bune sekitar 12–15 meter (39–49 ft). Hokusai mengurangi skala vertikal sebesar 30%, sehingga tinggi ombak dapat diperkirakan sekitar 10–12 meter (33–39 ft).[25]

Lautan dan ombak

sunting
Detail puncak ombak, yang terlihat mirip dengan sebuah "cakar".
Detail dari ombak kecil, yang mempunyai bentuk mirip dengan siluet Gunung Fuji itu sendiri.

Lautan mendominasi komposisi cetakan ini, yang berdasar pada bentuk ombak yang menjulur keluar dan mendominasi seluruh pemandangan sebelum jatuh. Ombak tersebut membentuk sebuah spiral dengan bagian tengahnya melewati bagian tengah dari cetakan, yang membuat Gunung Fuji dapat telihat di latar belakang. Cetakan ini terdiri atas beberapa lekukan ombak, dengan permukaan air menjadi sambungan lekukan dari ombak. Lekukan ombak yang besar menciptakan lekukan lain, yang dibagi menjadi banyak ombak kecil lainnya yang meniru ombak besar pada gambar.[21] Edmond de Goncourt, penulis asal Prancis, mendeskripsikan ombak tersebut sebagai berikut:

Sebuah papan [menggambar] yang seharusnya disebut Sang Ombak. [Lukisan ini] mirip seperti gambar yang didewakan, [diciptakan] oleh seorang pelukis yang digenggam oleh ancaman religius dari lautan dahsyat yang mengelilingi negaranya: sebuah gambar yang menunjukkan kemarahan [ombak] yang naik ke langit, warna biru gelap pada bagian dalam lekukan yang transparan, pecahnya ombak yang menyebar dalam tetesan dalam bentuk cakar seekor hewan.[26]

Secara umum ombak tersebut disebut sebagai hasil dari tsunami atau ombak besar, tetapi juga seperti ombak raksasa yang menyerupai suatu kerangka putih yang mengancam para nelayan dengan "cakaran" busanya.[18][27][28][21] Interpretasi karya ini mengenang kembali kehebatan Hokusai mengenai fantasi Jepang, yang dibuktikan dengan hantu-hantu dari Hokusai Manga. Sebuah pengamatan dari ombak di sebelah kiri memperlihatkan "cakaran" lainnya yang akan menerjang para nelayan di belakang garis busa putih. Gambar ini mengenang kembali karya-karya lama Hokusai, termasuk serial Hyaku Monogatarinya yang berjudul Seratus Cerita Hantu yang diproduksi dari tahun 1831 hingga 1832, yang dengan secara lebih eksplisit menggambarkan tema-tema supranatural.[29] Siluet ombak tersebut menyerupai sebuah naga, yang seringkali digambarkan oleh sang seniman, bahkan di Gunung Fuji.[30][31]

Tanda tangan

sunting
 
Tanda tangan Hokusai

Cetakan ini memiliki dua inskripsi di sebelah kiri atas gambar. Inskripsi yang pertama berada di dalam kotak persegi panjang yang bertuliskan judul serial dan lukisan: "冨嶽三十六景/神奈川冲/浪裏 Fugaku Sanjūrokkei / Kanagawa oki / nami ura", yang berarti "Tiga Puluh Enam Pemandangan Gunung Fuji / Lepas pantai Kanagawa / Dibawah ombak". Inskripsi kedua di sebelah kiri kotak berisi tanda tangan seniman tersebut: "北斎改爲一筆 Hokusai aratame Iitsu hitsu", yang berarti "(Lukisan) dari kuas Hokusai, yang mengubah namanya menjadi Iitsu."[32] Dikarenakan latar belakangnya yang sederhana, Hokusai tidak memiliki nama belakang; nama panggilan pertamanya (Katsushika) diambil dari daerah asalnya. Semasa karirnya, Hokusai menggunakan lebih dari 30 nama samaran dan tidak pernah memulai sebuah serial karya tanpa mengubah namanya, terkadang meninggalkan namanya kepada murid-muridnya.[33]

Kedalaman dan perspektif

sunting

Kedalaman dan perspektif (uki-e) pada Ombak Besar di Kanagawa merupakan aspek yang menonjol, dengan adanya kontras yang kuat antara latar belakang dan latar depan.[34] Dua massa yang besar mendominasi ruang visual cetakan: Kekuatan ombak besar berkontras dengan ketenangan dari latar belakang yang hampa,[35]; hal ini mewujudkan simbol yin dan yang. Manusia, yang lemah, bersusah diantara keduanya, yang mungkin merupakan sebuah referensi terhadap kepercayaan Buddhisme (yang mana hal-hal buatan manusia tidaklah kekal), seperti yang direpresentasikan dengan kapal-kapal yang diterjang oleh ombak yang besar, dan Shintoisme (yang mana alam itu mahakuasa).[36]

Pembuatan

sunting

Hokusai mengalami berbagai tantangan selama pembuatan Ombak Besar di Kanagawa.[24] Pada tahun 1826, saat berumur 60-an, ia mengalami masalah finansial, dan pada tahun 1827, ia mengidap masalah kesehatan yang berat, kemungkinan strok. Istrinya meninggal pada tahun berikutnya, dan pada tahun 1829 ia harus membantu cucunya keluar dari masalah finansial, sebuah situasi yang mendorong Hokusai ke dalam kemiskinan.[24] Meski ia telah mengirim cucunya ke pedesaan dengan ayahnya pada tahun 1830, akibat dari masalah finansial tersebut terus berkelanjutan untuk beberapa tahun berikutnya. Pada masa itu, ia bekerja pada Tiga Puluh Enam Pemandangan Gunung Fuji.[24] Cartwright dan Nakamura (2009) menafsirkan kesengsaraan Hokusai sebagai sumber dari penggambaran yang kuat dan inovatif pada serial ini. Tujuan Hokusai dalam pembuatan serial ini terlihat untuk menggambarkan kontras antara Gunung Fuji yang suci dan kehidupan yang sekuler.[37]

Kanagawa-oki Honmoku no zu, dibuat sekitar tahun 1803
Oshiokuri Hato Tsusen no Zu, dibuat sekitar tahun 1805
Kaijo no Fuji, dari volume kedua 100 Pemandangan Gunung Fuji, tahun 1834

Setelah bekerja dan menggambar selama beberapa tahun, Hokusai sampai pada rancangan akhir untuk Ombak Besar di Kanagawa pada akhir tahun 1831.[38] Dua karya yang mirip dari sekitar 30 tahun sebelum penerbitan Ombak Besar di Kanagawa bisa dianggap sebagai pelopor cetakan ini: Kanagawa-oki Honmoku no Zu dan Oshiokuri Hato Tsusen no Zu, yang mana keduanya menggambarkan sebuah perahu (perahu layar pada cetakan pertama dan perahu dayung pada cetakan kedua) di tengah sebuah badai dan di dasar sebuah ombak besar yang mengancam untuk menelan mereka.[23][39] Ombak Besar di Kanagawa menunjukkan keahlian Hokusai dalam menggambar. Cetakan ini, walau terlihat sederhana bagi pengamat, merupakan hasil dari proses refleksi metodik yang lama. Hokusai menetapkan basis dari metode ini dalam bukunya Pembelajaran Cepat dalam Menggambar Sederhana yang terbit pada tahun 1812, yang mana ia menjelaskan bahwa segala objek dapat digambar menggunakan hubungan antara lingkaran dan persegi: "Buku ini berisi petunjuk mengenai teknik menggambar hanya menggunakan sebuah penggaris dan kompas ... Metode ini dimulai dengan sebuah garis dan proporsi yang paling dapat dicapai secara alami".[40] Dalam pendahuluan bukunya, ia melanjutkan: "Segala bentuk mempunyai dimensinya sendiri yang perlu kita hormati ... Tidak dapat dilupakan bahwa hal-hal tersebut dimiliki oleh alam semesta yang keharmonisannya tidak boleh dirusak".[40]

Hokusai kembali kepada gambar dari Ombak Besar di Kanagawa beberapa tahun kemudian saat ia memproduksi Kaijo no Fuji untuk volume kedua dari Seratus Pemandangan Fuji. Cetakan ini berisi hubungan yang sama antara ombak dan gunung, dan memiliki semburan busa yang sama. Tidak ada manusia ataupun perahu di cetakan tersebut, dan pecahan ombak bertepatan dengan terbangnya burung-burung. Walau ombak pada Ombak Besar di Kanagawa bergerak pada arah yang terbalik dalam pembacaan Jepang – dari kanan ke kiri – ombak dan burung-burung di Kaijo no Fuji bergerak secara bersamaan.[41]

Arah membaca

sunting
 
Gambar yang dibalik, yang memberikan interpretasi sesuai dengan cara baca orang Jepang.

Orang Jepang menginterpretasi Ombak Besar di Kanagawa dari kanan ke kiri, memberikan tekanan pada bahaya yang ditunjukkan oleh ombak yang besar.[42] Metode pembacaan ini merupakan cara yang tradisional bagi lukisan-lukisan Jepang, seperti halnya tulisan Jepang yang juga dibaca dari kanan ke kiri.[25] Dengan menganalisis perahu-perahu yang terdapat di gambar, terutama yang berada di atas, dapat terlihat bahwa haluan kapal yang ramping dan lancip menghadap sebelah kiri; hal ini mengartikan bahwa penafsiran Jepang benar. Penampilan perahu-perahu tersebut juga dapat dianalisis pada cetakan Hokusai yang berjudul Sōshū Chōshi dari serial Chie no umi ("Lautan Kebijaksanaan"), yang mana perahu bergerak melawan arus dengan arah ke sebelah kanan; hal ini ditunjukkan oleh keracak perahu.[43]

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Wood, Patrick (20 July 2017). "Is this the most reproduced artwork in history?". ABC News (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 November 2020. Diakses tanggal 20 May 2022. 
  2. ^ Gamerman, Ellen (18 March 2015). "How Hokusai's "The Great Wave" Went Viral". The Wall Street Journal (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 January 2017. Diakses tanggal 11 March 2017. 
  3. ^ a b Penkoff 1964, hlm. 4–5.
  4. ^ Singer 1986, hlm. 66.
  5. ^ Penkoff 1964, hlm. 6.
  6. ^ Kikuchi & Kenny 1969, hlm. 31.
  7. ^ Kobayashi 1997, hlm. 77.
  8. ^ Kobayashi 1997, hlm. 81.
  9. ^ Salter 2001, hlm. 11.
  10. ^ a b Cartwright & Nakamura 2009, hlm. 120.
  11. ^ a b "Katsushika Hokusai". El Poder de La Palabra (dalam bahasa Spanyol). Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 June 2021. Diakses tanggal 3 June 2022. 
  12. ^ a b Weston 2002, hlm. 116.
  13. ^ Weston 2002, hlm. 117.
  14. ^ Weston 2002, hlm. 118.
  15. ^ Guth 2011, hlm. 468.
  16. ^ Weston 2002, hlm. 120.
  17. ^ Calza 2003, hlm. 7.
  18. ^ a b Hillier 1970, hlm. 230.
  19. ^ "Under the Wave off Kanagawa (Kanagawa oki nami ura), also known as The Great Wave, from the series Thirty-six Views of Mount Fuji (Fugaku sanjūrokkei)". Metropolitan Museum of Art. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 May 2022. Diakses tanggal 14 May 2022. 
  20. ^ Ornes 2014, hlm. 13245.
  21. ^ a b c Cartwright & Nakamura 2009, hlm. 119.
  22. ^ Cartwright & Nakamura 2009, hlm. 122–123
  23. ^ a b Kobayashi 1997, hlm. 47.
  24. ^ a b c d e Cartwright & Nakamura 2009, hlm. 121.
  25. ^ a b Cartwright & Nakamura 2009, hlm. 123.
  26. ^ Médicis & Huebner 2018, hlm. 319.
  27. ^ Dudley, Sarano & Dias 2013, hlm. 159.
  28. ^ Ornes 2014.
  29. ^ Bayou 2008, hlm. 144–145.
  30. ^ Honour & Fleming 1991, hlm. 597, "Mount Fuji's snow covered cone recurs in them, glimpsed in the most famous from the through of a great wave breaking into spray like dragon-claws over fragile boats".
  31. ^ "HOKUSAI: BEYOND THE GREAT WAVE". Asian Art Newspaper. 1 June 2017. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 July 2022. Diakses tanggal 21 May 2022. 
  32. ^ "Hokusai "Mad about his art" from Edmond de Goncourt to Norbert Lagane". Museum Guimet. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 Oktober 2010. Diakses tanggal 18 April 2022. 
  33. ^ Goncourt 2015, hlm. 9, 38.
  34. ^ ""The Wave" by Hokusai and "The Jingting Mountains in Autumn" by Shitao". CNDP.fr (dalam bahasa Prancis). Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 October 2009. 
  35. ^ "Under the Wave off Kanagawa (Kanagawa oki nami ura), also known as The Great Wave, from the series Thirty-six Views of Mount Fuji (Fugaku sanjūrokkei)". Metropolitan Museum of Art (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 May 2022. Diakses tanggal 14 May 2022. 
  36. ^ Rüf, Isabelle (29 December 2004). "La "Grande vague" du Japonais Hokusai, symbole de la violence des tsunamis". Le Temps (dalam bahasa Prancis). Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 October 2008. 
  37. ^ Cartwright & Nakamura 2009, hlm. 128.
  38. ^ "The Great Wave – print". The British Museum (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 31 May 2022. Diakses tanggal 20 May 2022. 
  39. ^ Nagata 1995, hlm. 40.
  40. ^ a b Delay 2004, hlm. 197.
  41. ^ "Hokusai". Yale University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 September 2011. 
  42. ^ Harris 2008, hlm. 12.
  43. ^ Calza 2003, hlm. 484.

Sumber

sunting

Pranala luar

sunting

Templat:British-Museum-object