Komik Indonesia

Komik
(Dialihkan dari Papilon)

Komik Indonesia adalah komik yang berasal dari Indonesia atau hasil karya seorang komikus Indonesia. Cara bercerita dengan menggunakan gambar sudah dikenal di Indonesia sejak zaman kerajaan di kepulauan Nusantara. Salah satu contoh cara bercerita menggunakan gambar ini pada masa purbakala adalah relief yang terdapat pada candi yang tersebar di seluruh Indonesia.

Sampul buku jilid 1 dari seri "Api di Bukit Menoreh" karya S.H. Mintardja, Gambar sampul: Herry Wibowo, Ilustrasi: Sudyono, Penerbit Kedaulatan Rakyat Jogjakarta.

Sejarah

sunting

Tradisi perkomikan di Indonesia boleh dikatakan sudah berlangsung lama, terlihat dari banyaknya naskah Jawa dan Bali abad ke-18 hingga ke-19 yang berbentuk mirip komik. Komik modern di Indonesia muncul sekitar 1930-an. Pada waktu itu, komik masih berupa gambar strip bersambung yang dimuat dalam surat kabar dan majalah. Baru sekitar 1950-an, komik Indonesia tampil dalam bentuk buku. Bahkan sampai akhir 1970-an, di keraton Yogyakarta, masih dilakukan pengubahan naskah-naskah tertulis dalam bentuk gambar yang mirip komik.[1]

Tidak ada kesepakatan yang pasti mengenai "gaya gambar" dan "gaya cerita" Komik Indonesia. Belakangan, Komik Indonesia yang banyak diterbitkan oleh Koloni, salah satu lini penerbitan komik milik m&c Gramedia Grup, lebih banyak menampilkan komik Indonesia dengan gaya gambar "manga". Beberapa komikus sepakat, Komik Indonesia adalah komik yang dibuat (cerita dan/atau gambarnya), diproduksi, disebarluaskan, oleh komikus & orang-orang Indonesia. dan di Indonesia.

Jenis-jenis

sunting

Generasi

sunting

Generasi 1930-an

sunting

Merujuk kepada Boneff maka komik Indonesia pada awal kelahirannya dapat di bagi menjadi dua kategori besar, yaitu komik strip dan buku komik. Kehadiran komik-komik di Indonesia pada tahun 1930an dapat ditemukan pada media Belanda seperti De Java Bode dan D’orient dimana terdapat komik-komik seperti Flippie Flink and Flash Gordon. Put On,seorang peranakan Tionghoa adalah karakter komik Indonesia yang pertama-tama merupakan karya Kho Wan Gie yang terbit rutin di surat kabar Sin Po. Put On menginspirasi banyak komik strip lainnya sejak tahun 30-an sampai 60-an seperti pada Majalah Star(1939-1942) yang kemudian bertukar menjadi Star Weekly. Sementara itu di Solo, Nasroen A.S.. membuahkan karya komik stripnya yang berjudul Mentjari Poeteri Hidjaoe melalui mingguan Ratu Timur. Di awal tahun 1950-an, salah satu pionir komik bernama Abdulsalam menerbitkan komik strip heroiknya di harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, salah satunya berjudul “Kisah Pendudukan Jogja”, bercerita tentang agresi militer Belanda ke atas kota Yogyakarta. Komik ini kemudian dibukukan oleh harian “Pikiran Rakyat” dari Bandung. Sebagian pengamat komik berpendapat bahwa inilah buku komik pertama-tama oleh artis komik Indonesia.

Generasi 1940-50-an

sunting

Sekitar akhir tahun 1940an, banyak komik-komik dari Amerika yang disisipkan sebagai suplemen mingguan suratkabar. Diantaranya adalah komik seperti Tarzan, Rip Kirby, Phantom and Johnny Hazard. Kemudian penerbit seperti Gapura dan Keng po dari Jakarta, dan Perfects dari Malang, mengumpulkannya menjadi sebuah buku komik. Ditengah-tengah membanjirnya komik-komik asing, hadir Siaw Tik Kwei, salahs seorang komikus terdepan, yang memiliki teknik dan ketrampilan tinggi dalam menggambar mendapatkan kesempatan untuk menampilkan komik adapatasinya dari legenda pahlawan Tiongkok ‘Sie Djin Koei’. Komik ini berhasil melampaui popularitas Tarzan di kalangan pembaca lokal. Popularitas tokoh-tokoh komik asing mendorong upaya mentransformasikan beberapa karakter pahlawan super itu ke dalam selera lokal. R.A. Kosasih, yang kemudian dikenal sebagai Bapak Komik Indonesia, memulai kariernya dengan mengimitasi Wonder Woman menjadi pahlawan wanita bernama Sri Asih. Terdapat banyak lagi karakter pahlawan super yang diciptakan oleh komikus lainnya,diantaranya adalah Siti Gahara, Puteri Bintang, Garuda Putih and Kapten Comet, yang mendapatkan inspirasi dari Superman dan petualangan Flash Gordon.

Generasi 1960-70-an

sunting
 
Karakter "Si Buta Dari Gua Hantu" ciptaan komikus Ganes TH, salah satu ikon komik silat terpopuler di era keemasan komik Indonesia.

Adapatasi dari komik asing dalam komik Indonesia mendapatkan tentangan dan kritikan dari kalangan pendidik dan pengkritik budaya. Karena itu penerbit seperti Melodie dari Bandung dan Keng Po dari Jakarta mencari orientasi baru dengan melihat kembali kepada khazanah kebudayaan nasional. Sebagai hasil pencarian itu maka cerita-cerita yang diambil dari wayang Sunda dan Jawa menjadi tema-tema prioritas dalam penerbitan komik selanjutnya. R.A. Kosasih adalah salah seorang komikus yang terkenal keberhasilannya membawa epik Mahabharata dari wayang ke dalam media buku komik. Sementara itu dari Sumatra, terutamanya di kota Medan, terdapat pionir-pionir komikus berketrampilan tinggi seperto Taguan Hardjo, Djas, dan Zam Nuldyn, yang menyumbangkan estetika dan nilai filosofi ke dalam seni komik. Di bawah penerbitan Casso and Harris, artis-artis komik ini mengeksplorasi cerita rakyat Sumatra yang kemudian menjadi tema komik yang sangat digemari dari tahun 1960an hingga 1970an.

Banyak dipengaruhi komik-komik dengan gaya Amerika, Eropa, dan Tiongkok. Sebagian besar memanfaatkan majalah dan koran sebagai medianya, meskipun beberapa karya seperti Majapahit oleh R.A. Kosasih juga mendapatkan kesempatan untuk tampil dalam bentuk buku.

Tema yang banyak muncul adalah pewayangan, superhero, dan humor-kritik.

Generasi 1990-2000-an

sunting

Ditandai oleh dimulainya kebebasan informasi lewat internet dan kemerdekaan penerbitan, komikus mendapat kesempatan untuk mengeksplorasi gayanya masing-masing dengan mengacu kepada banyak karya luar negeri yang lebih mudah diakses. Selain itu, beberapa judul komik yang sebelumnya mengalami kesulitan untuk menembus pasar dalam negeri, juga mendapat tempat dengan maraknya penerbit komik bajakan.

Selain itu beberapa penerbit besar mulai aktif memberikan kesempatan kepada komikus muda untuk mengubah image komik Indonesia yang selama ini terkesan terlalu serius menjadi lebih segar dan muda.

Ada dua aliran utama yang mendominasi komik modern Indonesia, yaitu Amerika (lebih dikenal dengan comics) dan Jepang (dengan stereotype manga).

Aliran Amerika

sunting

Komikus yang memilih style ini kebanyakan memang mereferensikan karya mereka pada komikus-komikus Amerika. Sebagian dari mereka bahkan ada yang bekerja untuk produksi komik Amerika. Beberapa komikus yang bisa dikatakan beraliran gaya Amerika antara lain

Catatan: List ini mempertimbangkan konsistensi minimal sampai 2007

Aliran Jepang

sunting
 
Salah satu contoh komik lokal aliran Jepang (manga) "Volter Stein" yang dikembangkan oleh anak-anak Indonesia secara independen melalui studio bernama Anindosta.

Komikus yang menggunakan aliran ini sangat diuntungkan dengan berkembangnya komunitas di Internet. Beberapa situs seperti julliedillon.net, howtodrawmanga.com, dan mangauniversity memuat banyak informasi pembuatan manga. Hal ini juga membuat ciri utama komikus Indonesia dengan aliran gambar Jepang, yaitu kebanyakan nama pengarangnya disamarkan dengan nickname masing-masing di dunia maya. Kemungkinan hal inilah yang menyebabkan sulitnya mengetahui jumlah tepatnya komikus lokal. Beberapa pengarang komik yang aktif mengeluarkan karya dengan gaya ini adalah:

Catatan: List ini mempertimbangkan konsistensi minimal sampai 2007

Beberapa Studio Komik juga pernah membuat karya-karya yang berciri aliran Jepang, antara lain

Catatan: List ini mempertimbangkan konsistensi minimal sampai 2007

Format Webtoon

Komikus yang menggunakan aliran ini sangat diuntungkan dengan berkembangnya komunitas di Internet. banyak komikus yang berkarya dengan format ini. Hal ini juga membuat komik indonesia merajai pasar yang lebih modern, karena akses yang sangat mudah melalui aplikasi sangat mudah bagi para pembaca untuk membaca komik lokal dalam jangkauan yang lebih luas. Beberapa pengarang komik yang aktif mengeluarkan karya dengan format Webtoon ini adalah:

  • Amoba Uwu
  • Anisa Nisfihani
  • Indra AD
  • Ariel Duyung

Perkembangan

sunting

Komik Indonesia telah banyak menyumbangkan bahan bacaan hiburan kepada sebagian masyarakat Indonesia. Bahkan pada tahun 1970-an komik Indonesia merajai kebutuhan akan hiburan yang ada. Perkembangan yang pesat dari dunia komik Indonesia telah memacu para komikus untuk membuat berbagai jenis dan ragam komik. Pada dekade itu, buku komik sempat hadir di berbagai toko besar maupun kecil, bahkan buku komik selalu tersedia dan dijual pada kios kecil di setiap stasiun bus maupun kereta.

Berbagai komik di Indonesia mempunyai musim waktu penjualan yang unik. Dalam bulan puasa atau liburan sekolah, penjualan komik meningkat. Hal ini menandakan bahwa komik dicari dan dibaca pada waktu tertentu, sebagai bacaan hiburan dikala senggang. Keberadaan komik Indonesia masih diragukan dan dibatasi. Media gambarnya dianggap belum setara dengan media seni lain. Komik Indonesia juga memiliki tokoh komik, tapi kebanyakan cepat menghilang dan tidak mampu bertahan. Salah satu sebabnya adalah kurangnya tokoh tersebut untuk beradaptasi dengan konteks perkembangan sosial politik, dan ekonomi pembacanya.

Akan tetapi pada tahun 1970, komik Indonesia mengalami penurunan. Hal itu disebabkan oleh banyaknya komik terjemahan dari Eropa dan Jepang yang membanjiri dan mendesak pasar komik lokal. Komik terjemahan itu hadir dengan bentuk dan gaya percetakan yang lebih modern dan diterbitkan oleh penerbit besar. Komik Indonesia kemudian kalah dalam persaingan. Kenyataan itu ditambah lagi dengan menjamur dan tersedianya berbagai fasilitas hiburan pengganti komik. Kondisi ini makin parah terjadi pada awal tahun 80-an. Penurunan itu disebabkan oleh banyaknya komik terjemahan yang berasal dari Eropa, Jepang dan ditambah dengan komik dari Hongkong yang membanjiri dan mendesak pasaran di Indonesia.

Diawali dengan semangat untuk melawan hegemoni komik-komik dari luar Indonesia, muncullah komik-komik independen (lokal). Mencoba tampil berbeda, membuat gaya gambar lebih variatif dan eksperimental. Banyak komikus-komikus indie (independen) mengandalkan mesin fotokopi untuk penggandaan karya-karya mereka. Sistem distribusi paling banyak dilakukan di pameran komik, baik dengan jalan jual-beli atau barter antarkomikus. Tak jarang ada komikus yang menghalalkan karyanya untuk diperbanyak dan disebarluaskan, dengan motto 'copyleft' (lawan dari copyright atau hak cipta). Tentunya tidak untuk tujuan komersial.

Beberapa studio komik Independen antara lain:

Referensi

sunting
  1. ^ Pers., Rajawali (2009). Sejarah kebudayaan Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers. ISBN 9789797692698. OCLC 465193408.