Pasukan Bela Diri Jepang

(Dialihkan dari Pasukan Bela Diri)

Pasukan Bela Diri Jepang (自衛隊, Jieitai, bahasa Inggris: Japan Self-Defense Force, disingkat JSDF) adalah angkatan bersenjata di Jepang yang didirikan setelah berakhirnya pendudukan Jepang oleh Amerika Serikat pasca Perang Dunia II. Meskipun pada sebagian besar periode pasca perang pasukan ini beroperasi terbatas pada pulau-pulau di Jepang dan tidak diizinkan beroperasi di luar negeri, tetapi dalam beberapa tahun terakhir ia telah terlibat dalam operasi pasukan pemelihara perdamaian internasional.[5] Ketegangan baru-baru ini, khususnya dengan Korea Utara,[6] telah menyulut kembali perdebatan tentang status Pasukan Bela Diri Jepang dan hubungannya dengan masyarakat.[7]

Pasukan Bela Diri Jepang
日本国自衛隊
Jieitai
Angkatan Angkatan Darat Bela Diri Jepang (JGSDF)

Angkatan Laut Bela Diri Jepang (JMSDF)

Angkatan Udara Bela Diri Jepang (JASDF)
Kepemimpinan
Panglima Tertinggi Perdana Menteri Fumio Kishida
Menteri Pertahanan Nobuo Kishi
Kepala Staf Gabungan Jenderal Kōji Yamazaki
Kekuatan personel
Usia penerimaan18-32 memenuhi syarat untuk mendaftar
Ketersediaan
menurut usia
27,301,443 laki-laki, umur 16–49,
26,307,003 perempuan, umur 16–49
Ketersediaan untuk
tugas militer
22,390,432 laki-laki, umur 16–49,
21,540,322 perempuan, umur 16–49
Penambahan
usia militer/tahun
623,365 laki-laki,
591,253 perempuan
Personel aktif247,150 personnel (2015)[1]
Personel cadangan56,100 personnel (2015)[1]
Belanja
Anggaran$50,3 Miliar (2020)[2]
Persentase terhadap PDB1%
Industri
Pemasok lokalMitsubishi Heavy Industries
Mitsubishi Electric
NEC
Kawasaki Heavy Industries
Toshiba
Fujitsu
Subaru Corporation
Henderson Group
IHI Corporation
Nikon
Komatsu Limited
Japan Steel Works
Hitachi Ltd.
Daikin Industries
Oki Electric Industry[3] 
ShinMaywa
Howa
Sumitomo Heavy Industries
Fujikura ParachuteB
NOF CorporationC
Daicel Corporation
Pemasok asing Amerika Serikat
 Italia
 Swiss
 Prancis
 Swedia[4]
 Australia
 Kanada
Artikel terkait
Jenjang pangkatPangkat dan lambang militer di Jepang

Latar belakang

sunting

Di penghujung Perang Dunia II, Kekaisaran Jepang yang telah diluluhlantakkan baik secara militer dan ekonomi, menyerah secara tak bersyarat kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945 dengan upacara resminya yang dilakukan pada 2 September 1945. Penyerahan ini diikuti dengan pendudukan Jepang dan wilayah jajahannya oleh pasukan Sekutu. Jepang diokupasi oleh pasukan Sekutu Barat yang dipimpin Amerika Serikat dengan Jenderal Douglas MacArthur sebagai Supreme Commander for the Allied Powers (SCAP) yang didukung Persemakmuran Inggris melalui British Commonwealth Occupation Force (BCOF).

Setelah penyerahan Jepang pada 1945, Rikugun/AD dari Kekaisaran Jepang dan Kaigun/AL dari Kekaisaran Jepang dibubarkan. Pembubaran ini dilaksanakan bersamaan dengan pengesahan konstitusi Jepang yang baru pada 1947, dengan adanya Artikel 9 Konstitusi Jepang yang melarang pembentukan suatu satuan militer Jepang untuk menghindari agresi terhadap negara lain. Secara praktek, hal ini hanya akan dijalankan selama 3 tahun, sebab pada 1950, situasi politik dunia telah berubah kembali.

Kejadian "panas" pertama dalam Perang Dingin merupakan Perang Korea, sebuah konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan yang masing-masing didukung Republik Rakyat Tiongkok dan koalisi pasukan PBB yang dipimpin Amerika Serikat. Setelah Korea Utara menginvasi Korea Selatan dan merangsek dengan cepat ke selatan, pasukan pendudukan Amerika Serikat di Jepang ditarik mundur lalu dikirim ke Korea untuk mendukung pasukan Korea Selatan yang diambang kekalahan. Keputusan itu secara praktis membuat Jepang tak memiliki pertahanan.

Oleh sebab itu, pada Juli 1950, Jenderal MacArthur melalui surat kepada Perdana Menteri Jepang Shigeru Yoshida, memperbolehkan pendirian suatu National Police Reserve/NPR dengan personel sebanyak 75.000 orang dengan persenjataan ringan. Selanjutnya, pada pertengahan 1952, sebuah National Safety Agency/NSA dibentuk. NPR dan NSA ini dikembangkan lebih lanjut menjadi National Safety Force/NSF dengan kekuatan sebesar 110.000 personel. Sebuah Coastal Safety Force/CSF juga dibentuk pada 1950, dan ketika NSF dibentuk, CSF pun bergabung ke dalam institusi NSF.

Pada Juli 1954, akhirnya Japanese Self-Defense Forces (JSDF) atau yang disebut Pasukan Bela-Diri Jepang didirikan, dengan tiga cabang, yakni GSDF atau Ground Self-Defense Forces yang berfungsi sebagai angkatan darat, MSDF atau Maritime Self-Defense Forces sebagai angkatan laut dan ASDF atau Air Self-Defense Forces sebagai angkatan udara.

Personel and organisasi

sunting
 
Opsir kadet Jepang
 
Bendera Perdana Menteri Jepang
 
Departemen Pertahanan Jepang

Pasukan Bela Diri Jepang memiliki 239.430 orang personel (data tahun 2005), yang terdiri dari 147.737 orang pada Angkatan Darat Bela Diri Jepang, 44.327 orang pada Angkatan Laut Bela Diri Jepang, 45.517 orang pada Angkatan Udara Bela Diri Jepang, dan 1.849 orang pada Kantor Komando Gabungan. Pasukan cadangannya berjumlah 57.899 orang.[8]

Sistem militer Jepang memiliki bentuk unik, semua personel Pasukan Bela Diri Jepang secara teknis adalah warga sipil. Mereka yang berseragam diklasifikasi sebagai PNS khusus, dan tunduk kepada para PNS biasa yang bekerja di Departemen Pertahanan (Jepang). Tidak ada rahasia militer, hukum militer, atau pelanggaran militer yang dianggap dapat dilakukan oleh seorang personel militer; baik di dalam atau di luar pangkalan militer, ketika bertugas atau di luar tugas, mengenai masalah militer atau non-militer. Semua hal tersebut diputuskan dalam prosedur normal oleh pengadilan sipil, dalam yurisdiksi yang sesuai.

Rantai komando

sunting

Operasional

sunting

Administratif

sunting
  • Menteri Pertahanan
    • Wakil Senior Menteri Pertahanan
      • Kepala Staff Angkatan

Angkatan militer

sunting

Unit militer

sunting
  • Lima divisi darat,
  • Lima distrik maritim, dan
  • Tiga pasukan pertahanan udara.

Kebijakan Pertahanan

sunting

Dewan Keamanan Nasional

sunting

Pada 4 Desember 2013, Dewan Keamanan Nasional dibentuk, dengan tujuan untuk membangun sebuah forum yang akan melakukan diskusi strategis dibawah Perdana Menteri secara teratur dan bila diperlukan dalam berbagai masalah keamanan dan melatih kepemimpinan politik yang kuat.

Strategi Keamanan Nasional

sunting

Pada 13 Desember 2013, Strategi Keamanan Nasional diadopsi oleh keputusan Kabinet. NSS menetapkan orientasi dasar diplomasi dan kebijakan pertahanan yang berhubungan dengan keamanan nasional. NSS mempresentasikan isi dari kebijakan "Kontribusi Proaktif untuk Perdamaian" dengan cara konkret dan mempromosikan pemahaman yang lebih baik tentang kebijakan keamanan nasional Jepang.[9]

Anggaran

sunting

Pada tahun 1976, Perdana Menteri terdahulu Miki Takeo mengumumkan pembelanjaan pertahanan harus dijaga dibawah 1% dari produk domestik bruto (PDB) Jepang.[10] Batas yang terus diamati hingga 1986.[11] Pada tahun 2005, anggaran militer Jepang dijaga di sekitar 3% anggaran nasional; sekitar setengahnya dihabiskan untuk biaya personil, dan sisanya untuk program pengembangan senjata, pemeliharaan dan biaya operasional.[12] Pada tahun 2014, Jepang berada di 10 besar daftar anggaran pertahanan terbesar di dunia berdasarkan pengeluaran, dengan pengeluaran sekitar satu persen dari PDB.[13]

 
Pelaut Jepang di atas kapal JS Kongo

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b International Institute for Strategic Studies: The Military Balance 2015, p.257
  2. ^ "TRENDS IN WORLD MILITARY EXPENDITURE, 2019" (PDF). Stockholm International Peace Research Institute. 
  3. ^ "Procurement equipment and services". Equipment Procurement and Construction Office Ministry of Defense. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-01-14. 
  4. ^ "Archived copy" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2008-08-13. Diakses tanggal 2008-08-11. 
  5. ^ "Japan - Pendahuluan". Globalsecurity.org. Diakses tanggal 2006-03-05. 
  6. ^ "Jepang melepaskan tembakan kepada kapal 'pengganggu'". BBC. 2001-12-22. 
  7. ^ "Jepang Mempertimbangkan Pembaharuan Konstitusi". VOA News. 2006-02-15. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-03-04. Diakses tanggal 2009-11-11. 
  8. ^ "Personnel of JSDF". Japan Defense Agency. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-05-02. Diakses tanggal 2006-04-23. 
  9. ^ "Japan's Security Policy". Ministry of Foreign Affairs of Japan. 
  10. ^ Entrenching the Yoshida Defense Doctrine: Three Techniques for Institutionalization, International Organization 51:3 (Summer 1997), 389-412.
  11. ^ "Japan Drops Its Symbolic Ceiling On Defense Spending". Articles.philly.com. 1990-02-18. Diakses tanggal 2014-08-03. 
  12. ^ "The Front Line". Forbes. 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-03-21. Diakses tanggal 2018-05-02. 
  13. ^ "Military expenditure (% of GDP)". The World Bank Group. Diakses tanggal 2015-09-19. 

Bacaan lanjutan

sunting

Pranala luar

sunting