ASAL MULA MATAHARI
sunting

Hipotesis darin kant dan laplanc

     Immanuel kant (1755) dari jerman, dalam bukunya "Algemenine naturges chichte und theorie des himmels nach newtonischen grundsatzen behandelt”, menyatakan berdasarkan teori newton tentang gravitasi  kant mengatakan bahwa asal segalanya ini adalah dari gas yang bermacam-macam yang tarik menarik membentuk kabut besar kemudian terjadi benturan masing-masing gas kemudian menimbulkan panas, pijarlahdan itulah asla mula dari matahari.[1]
    Sebuah teori baru mengenai kelahiran tata surya menyebutkan bahwa Matahari kita dulu lahir di antara bintang-bintang raksasa berumur pendek. Bintang-bintang itu "mencetak" tata surya dengan radiasi dan ledakan-ledakan hebat, yang diduga menjadi salah satu kunci asal mula kehidupan di Bumi.
    Berdasar analisa dan bukti-bukti terbaru, disebutkan bahwa Matahari tidak terbentuk secara tersendiri, seperti yang dahulu dipercaya para astronom. Sebaliknya, ia muncul dari kumpulan awan yang amat aktif --bahkan bisa disebut kacau-- seperti nebula-nebula Eagle, Trifid dan Orion.
    Matahari meninggalkan awan itu bersama bintang-bintang lainnya, dan berkelana sendiri ke lokasinya saat ini, berjarak sekitar 4 tahun cahaya dari bintang terdekat lainnya.[2]

Menurut Hester, sekitar 4,6 milyar tahun lalu sebuah bintang raksasa lahir dari awan-awan gas dan debu. Radiasi ultra violet yang intens dari bintang menciptakan gelembung-gelembung gas panas yang terlempar keluar ruang angkasa. Gelombang yang terjadi karena perpindahan gas-gas itu memicu terbentuknya Matahari dan bintang-bintang bermassa rendah lainnya.

    Dalam jangka waktu sekitar 100.000 tahun, awan debu dan gas yang tadinya menyelimuti Matahari mulai tersingkap oleh gas panas. Selanjutnya, tata surya yang masih mudah itu terekspos radiasi ultra violet dari bintang raksasa di dekatnya. Pada titik ini, Matahari berupa bola yang memancarkan gas atau dikenal sebagai EEG (evaporating gaseous globule)

Hester melihat EEG pertama kali dari foto teleskop ruang angkasa Hubble tahun 1995 yang memperlihatkan Eagle Nebula, dikenal juga sebagai pilar-pilar penciptaan (Pillars of Creation). Selanjutnya, foto lain dari Trifid Nebula memperlihatkan proses serupa yang memicu munculnya bintang.

    Dalam waktu 10.000 tahun kemudian, EEG di sekitar Matahari menguap, meninggalkan sebuah bintang muda dan sebentuk gas dan debu yang kemudian menjadi planet, asteroid dan komet. Radiasi ultra violet dari bintang raksasa masih menerpa kumpulan debu dan gas itu, menyapunya, dan 10.000 tahun setelahnya tersisalah planet-planet yang ada di tata surya kita sekarang.
     Namun seperti diketahui, bintang-bintang raksasa tidak hidup lama. Mereka akan mati dalam ledakan dahsyat yang dikenal sebagai supernova. "Saat supernova terjadi, ruangan di sekitarnya akan dihujani materi ledakan, termasuk iron-60," kata Hester. "Salah satu materi iron-60 itulah yang masuk ke Bumi sebagai meteorit. Dan meteorit itu pastilah tidak datang dari tempat yang amat jauh. Ia merupakan sisa ledakan bintang raksasa di dekat kita." (space.com/CNN/wsn).[3]


Mawar Merah di Angkasa "Selain itu (sungguh ngeri) ketika langit pecah belah lalu menjadilah ia mawar merah, berkilat seperti minyak" (Ar-Rahman: 37) Gambar di atas adalah gambar ledakan bintang di angkasa yang diperoleh NASA dengan Teleskop yang sangat canggih. Kejadian tersebut membuktikan kebenaran Al-Quran yang diturunkan 14 abad yang lalu pada surah Ar-Rahman di atas.

    Big Bang (bahasa Indonesia: “Dentuman Besar”) dalam kosmologi adalah salah satu teori ilmu pengetahuan yang menjelaskan perkembangan dan bentuk awal dari alam semesta. Teori ini menyatakan bahwa alam semesta ini terbentuk dari ledakan mahadahsyat yang terjadi sekitar 13.700 juta tahun lalu. Ledakan ini melontarkan materi dalam jumlah sangat besar ke segala penjuru alam semesta. Materi-materi ini kemudian yang kemudian mengisi alam semesta ini dalam bentuk bintang, planet, debu kosmis, asteroid/meteor, energi, dan partikel lainnya dialam semesta ini. 

Para ilmuwan juga percaya bawa Big Bang membentuk sistem tata surya. Ide sentral dari teori ini adalah bahwa teori relativitas umum dapat dikombinasikan dengan hasil pemantauan dalam skala besar pada pergerakan galaksi terhadap satu sama lain, dan meramalkan bahwa suatu saat alam semesta akan kembali atau terus. Konsekuensi alami dari Teori Big Bang yaitu pada masa lampau alam semesta punya suhu yang jauh lebih tinggi dan kerapatan yang jauh lebih tinggi.

Big Bang & Alam Semesta yang Mengembang

      Pada tahun 1929 Astronom Amerika Serikat, Edwin Hubble melakukan observasi dan melihat Galaksi yang jauh dan bergerak selalu menjauhi kita dengan kecepatan yang tinggi. Ia juga melihat jarak antara Galaksi-galaksi bertambah setiap saat. Penemuan Hubble ini menunjukkan bahwa Alam Semesta kita tidaklah statis seperti yang dipercaya sejak lama, namun bergerak mengembang. Kemudian ini menimbulkan suatu perkiraan bahwa Alam Semesta bermula dari suatu ledakan sangat besar pada suatu saat di masa lampau yang dinamakan Dentuman Besar. 
     Pada saat itu dimana Alam Semesta memiliki ukuran nol, dan berada pada kerapatan dan panas tak terhingga; kemudian meledak dan mengembang dengan laju pengembangan yang kritis, yang tidak terlalu lambat untuk membuatnya segera mengerut, atau terlalu cepat sehingga membuatnya menjadi kurang lebih kosong. Dan sesudah itu, kurang lebih jutaan tahun berikutnya, Alam Semesta akan terus mengembang tanpa kejadian-kejadian lain apapun. Alam Semesta secara keseluruhan akan terus mengembang dan mendingin. 

Alam Semesta berkembang, dengan laju 5%-10% per seribu juta tahun. Alam Semesta akan mengembang terus,namun dengan kelajuan yang semakin kecil,dan semakin kecil, meskipun tidak benar-benar mencapai nol. Walaupun andaikata Alam Semesta berkontraksi, ini tidak akan terjadi setidaknya untuk beberapa milyar tahun lagi.

    Berbagai macam energi yang ada di Alam Semesta ini jika ditelusuri adalah berasal dari energi Big Bang, yaitu energi pada saat penciptaan. Jumlah total seluruh energi di Alam Semesta ini adalah tepat nol.

[1] Abdullah alydan eni rahma. Ilmu Alamiah Dasar. Bumi aksara. Cet. Ke-7. hal 47. [2] http://www2.kompas.com/teknologi/news/0405/23/211414.htm. tanggal 17-12-2008