Pengguna:Dare2Leap/Bak pasir 2
Konten dan perspektif penulisan artikel ini tidak menggambarkan wawasan global pada subjeknya. |
Pacaran (bahasa Inggris: courtship) adalah periode perkenalan antara dua individu sebelum perkawinan atau hubungan romantis de facto. Pacaran secara tradisional dapat dimulai setelah pertunangan dan dapat berakhir dengan perkawinan.[1] Pacaran mungkin hal informal dan privat antara 2 orang atau mungkin hal publik, atau berupa perjodohan dengan persetujuan keluarga. Dulu, waktu pertunangan formal, peran pria adalah untuk "merayu" seorang wanita dan mengajak dia untuk memahami prianya dan pertimbangan dia terhadap lamaran perkawinan.
Pacaran sebagai praktik sosial adalah fenomena yang relatif baru, dan hanya muncul dalam beberapa abad terakhir. Dari pandangan antropologi dan sosiologi, pacaran terkait dengan institusi sosial lain seperti perkawinan dan keluarga yang telah berubah cepat, karena dipengaruhi efek kemajuan teknologi dan ilmu kedokteran. Selama masyarakat berevolusi dari pemburu-pengumpul menjadi masyarakat yang beradab, ada banyak perubahan terhadap hubungan antar-orang. Bahkan, imperatif biologis bahwa seorang wanita dan pria harus bersetubuh untuk prokreasi manusia sedang dilewati oleh fertilisasi dalam vivo.
Bagian dari seri tentang |
Cinta |
---|
Sejarah
suntingDulu, perkawinan di sebagian besar masyarakat diatur oleh orangtua dan kerabat tua dengan tujuan pewarisan dan "kestabilan ekonomi dan aliansi politik", bukan cinta, menurut para antropolog.[2] Oleh karena itu, tidak ada kebutuhan periode uji coba sementara seperti pacaran sebelum hubungan permanen yang diakui komunitas dibentuk antara pria dan wanita. Walaupun berbagai jenis pasangan diakui oleh sebagian besar masyarakat sebagai hubungan sosial yang cocok, perkawinan dibatasi ke pasangan heteroseksual dan memiliki sifat transaksional, dimana istri sering menjadi bentuk properti yang ditukarkan antara ayah dan suami, dan harus melayani fungsi reproduksi. Di Eropa, masyarakat menekan orang untuk berpasangan; di Tiongkok, masyarakat "menuntut orang melakukan perkawinan sebelum memiliki hubungan seksual"[3] dan banyak masyarakat menemukan bahwa suatu hubungan yang diakui secara resmi antara pria dan wanita adalah cara terbaik membesarkan dan mendidik anak sekaligus menghindari konflik dan kesalahpahaman mengenai kompetisi untuk pasangan.
Umumnya, selama banyak sejarah tercatat peradaban manusia, dan hingga Abad Pertengahan di Eropa, perkawinan dipandang sebagai pengaturan bisnis antar-keluarga, sementara percintaan adalah sesuatu yang terjadi di luar perkawinan secara diam-diam, seperti pertemuan rahasia.[4] Buku abad ke-12 Seni Cinta Bahaduri mengatakan "Tidak ada tempat cinta sejati antara suami dan istri".[4] Menurut salah satu pandangan, pertemuan rahasia antara pria dan wanita, secara umum di luar/sebelum perkawinan, adalah pendahulu pacaran sekarang.[4]
Sejak sekitar tahun 1700, pergerakan global[rujukan?] yang mungkin dapat dideskripsikan sebagai "pemberdayaan individu"[butuh rujukan] muncul dan memicu emansipasi wanita dan kesetaraan individu. Pria dan wanita menjadi lebih setara secara politik, finansial, dan sosial di banyak negara. Pada awal abad ke-20, wanita perlahan-lahan mendapatkan hak suara (pertama di negara bangsa pertama Norwegia pada 1913), memiliki properti, dan mendapatkan perlakuan hukum yang sama, dan perubahan tersebut menyebabkan dampak besar terhadap hubungan pria-wanita dan pengaruh orangtua menurun. Dalam banyak masyarakat, individu dapat memilih sendiri apakah mereka sebaiknya menikah, siapa yang mereka nikahi, dan kapan mereka menikah dalam "ritual pacaran dimana wanita muda menghibur penelpon pria, biasanya di rumah, di bawah pengawasan pendamping",[5] tetapi di banyak negara Barat, pacaran mulai menjadi aktivitas yang dimulai sendiri dengan 2 orang muda bepergian bersama sebagai pasangan di masyarakat. Namun, pacaran masih banyak bervariasi menurut negara, kebiasaan, agama, teknologi, dan kelas sosial, dan pengecualian penting mengenai kebebasan individu masih ada karena banyak negara masih melakukan perjodohan, meminta harta sesan, dan melarang hubungan sesama jenis. Walaupun menonton film bersama, makan bersama, dan bertemu di rumah kopi dan tempat lain, serta buku panduan strategi pacaran untuk pria & wanita populer di banyak negara,[6] di bagian dunia lain, seperti Asia Selatan dan banyak bagian Timur Tengah, bersendirian di masyarakat sebagai pasangan tidak hanya dilarang tetapi bahkan bisa mengakibatkan salah satu orang dikucilkan secara sosial.
Buku 1849 The Whole Art of Polite Courtship; Or the Ladies & Gentlemen's Love Letter Writer[a] menunjukkan pentingnya surat cinta dalam pacaran abad ke-19 dengan tujuan perkawinan.[7] Buku ini mengandung 31 sampel surat cinta untuk pria dan wanita dalam karier yang berbeda, kiranya bagi pembaca untuk mencari inspirasi ketika menulis korespondensi romantis mereka sendiri. Buku etiket, seperti buku Etiquette of Courtship and Matrimony[b] tahun 1852, menjelaskan cara pantas menemui kekasih, berpacaran, mengadakan upacara pernikahan, berbulan madu, dan menghindari argumen.[8]
Pada abad ke-20, pacaran kadang-kadang dipandang sebagai pendahulu perkawinan, tetapi itu juga dapat dilihat sebagai tujuan akhir itu sendiri, yaitu aktivitas sosial informal seperti pertemanan. Itu umumnya terjadi sebelum perkawinan,[9] tetapi seiring kekekalan perkawinan berkurang dengan adanya perceraian, pacaran juga dapat terjadi pada waktu yang lain. Orang lebih banyak bergerak.[10] Teknologi yang cepat berkembang memiliki peran yang sangat besar: teknologi komunikasi baru seperti telepon,[11] Internet,[12] dan pesan teks[13] memungkinkan pertemuan direncanakan tanpa kontak wajah-ke-wajah. Mobil memperluas jangkauan pacaran serta memungkinkan eksplorasi seksual di tempat duduk belakang.
Pada pertengahan abad ke-20, munculnya pengaturan kelahiran dan prosedur aborsi yang lebih aman mengurangi tekanan menikah sebagai cara memenuhi keinginan seksual. Jenis hubungan baru terbentuk; orang dapat hidup bersama tanpa perkawinan dan tanpa anak. Informasi seksualitas manusia bertambah, dan dengan itu penerimaan semua jenis orientasi seksual yang konsensual menjadi lebih umum. Sekarang, institusi pacaran terus cepat berevolusi dan muncul kesempatan dan pilihan baru terutama melalui pacaran online.[butuh rujukan]
Manusia telah dibandingkan dengan spesies lain dalam hal perilaku seksual. Neurobiolog Robert Sapolsky membuat spektrum reproduksi, dengan sisi satunya berupa spesies turnamen, dimana jantan bersaing secara sengit untuk hak istimewa reproduksi dengan betina, dan sisi satunya lagi berupa ikatan pasangan, dimana jantan dan betina membentuk ikatan sepanjang kehidupan mereka.[14] Menurut Sapolsky, manusia agak berada di tengah spektrum ini, artinya manusia membentuk ikatan pasangan, tetapi ada kemungkinan perselingkuhan atau pergantian pasangan.[14] Pola perilaku spesies-spesies tersebut memberikan konteks untuk aspek reproduksi manusia, termasuk pacaran. Namun, salah satu ciri khas spesies manusia adalah ikatan pasangan sering dibentuk tanpa keinginan reproduksi. Pada masa modern, penekanan institusi perkawinan, secara tradisional dideskripsikan sebagai ikatan pria-wanita, telah mengaburkan ikatan pasangan sesama jenis dan transgender dan fakta bahwa banyak pasangan heteroseksual berpasangan seumur hidup tanpa anak atau pasangan yang punya anak dapat bercerai. Oleh karena itu, konsep perkawinan sedang berubah di banyak negara.
Durasi
suntingDurasi rata-rata pacaran di berbagai bagian dunia bervariasi. Selain itu, ada banyak variasi individu di antara pasangan. Pacaran mungkin tidak ada, seperti kasus beberapa perjodohan dimana pasangan tidak bertemu sebelum upacara pernikahannya.
Di Britania Raya, polling 3.000[15] pasangan telah bertunang/kawin menunjukkan bahwa durasi rata-rata antara pertemuan pertama dan lamaran perkawinan yang disetujui adalah 2 tahun dan 11 bulan,[15][16] sementara wanita merasa siap untuk menyetujui lamaran dalam (rata-rata) 2 tahun dan 7 bulan.[15] Mengenai durasi antara pelamaran dan upacara pernikahan, poll di atas memberikan rata-rata 2 tahun dan 3 bulan.[16]
Tradisi
suntingDalam sebagian besar budaya yang dipengaruhi Eropa, pacaran biasanya kasual, namun dalam sebagian masyarakat tradisional, pacaran adalah aktivitas yang sangat terstruktur dengan aturan formal yang sangat spesifik.
Dalam beberapa masyarakat, orangtua atau komunitas mengusulkan pasangan potensial dan kemudian membolehkan pacaran terbatas untuk menentukan apakah pasangannya cocok. Di Jepang, ada jenis pacaran bernama Omiai, dengan praktik yang serupa bernama "Xiangqin" (相親) di Tiongkok Raya.[17] Orangtua menggunakan pencari jodoh untuk memberikan gambar dan résumé pasangan potensial, dan apabila pasangan setuju, ada pertemuan formal yang dihadiri pencari jodoh dan seringkali orangtua.[17] Pencari jodoh dan orangtua sering menekan pasangan untuk menentukan apakah mereka ingin menikah setelah beberapa kencan.
Pacaran di Filipina memiliki jenis pacaran yang kompleks. Tidak seperti masyarakat lain, pacaran di sana jauh lebih lembut dan tidak langsung.[18] Ada tahapan-tahapan, dan pacaran yang berlangsung selama setahun atau lebih dianggap normal. Pria umum mengirim surat dan puisi cinta, menyanyikan lagu romantis, dan membeli hadiah untuk wanita. Orangtuanya juga dipandang sebagai bagian dari praktik pacaran, karena persetujuan mereka umum diperlukan sebelum pacaran dapat dimulai/sebelum wanita memberikan pria jawaban kepada rayuan dia.[18]
Dalam masyarakat yang lebih tertutup, pacaran hampir dieliminasi oleh praktik perjodohan[17] dimana pasangan dipilih untuk orang muda, biasanya oleh orangtua mereka. Melarang pacaran eksperimental dan serial dan hanya menyetujui perjodohan sebagian berupa cara menjaga kesucian orang muda dan sebagian berupa cara memajukan keinginan keluarga, yang mungkin dianggap lebih penting daripada preferensi romantis individual.[19]
Sepanjang sejarah, pacaran sering termasuk tradisi seperti menukarkan valentine, korespondensi tertulis (difasilitasi oleh pembuatan layanan pos pada abad ke-19), dan tradisi berbasis komunikasi lain.[20] Namun selama beberapa dekade terakhir, konsep perjodohan telah berubah atau bercampur dengan jenis kencan lain, termasuk di dunia Timur dan India. Pasangan potensial memiliki kesempatan bertemu dan berkencan satu sama lain sebelum menentukan apakah ingin melanjutkan hubungan mereka.
Orang modern
suntingPada awal 1800-an, orang muda diharapkan berpacaran dengan niat mencari pasangan perkawinan, bukan untuk alasan sosial. Dalam bentuk Kristen tradisional, konsep pacaran tetap ada; periodenya dimulai setelah Ritus Pertunangan dan berakhir dengan perayaan perkawinan.[1][21] Teologis Kristen John Piper membedakan pacaran dari kencan, dan mengajarkan bahwa:[22]
Pacaran biasanya dimulai ketika seorang pria lajang mendekati seorang wanita lajang melalui ayah wanitannya, dan kemudian melaksanakan hubungannya dengan wanita di bawah otoritas ayah, keluarga, atau gereja wanitanya, manapun yang lebih tepat. Pacaran selalu memiliki perkawinan sebagai tujuan langsungnya... Kencan, pendekatan yang lebih modern, dimulai ketika pria/wanita memulai hubungan lebih-daripada-teman dengan pasangannya, dan kemudian mereka melaksanakan hubungannya di luar pengawasan/otoritas apapun. Kencan mungkin memiliki perkawinan sebagai tujuannya.
Menteri Kristen Patricia Bootsma menggambarkan perbedaan ini, dan menulis bahwa dibandingkan dengan gambaran modern kencan, dalam "pacaran, waktu bersama keluarga/teman dianjurkan, dan ada pengawasan dan akuntabilitas oleh orangtua/mentor".[23] Dia terus mengatakan bahwa dengan pacaran, "komitmen terjadi sebelum keintiman".[23]
Di Amerika, pada 1820-an, kata "date" (kencan) sering dikaitkan dengan prostitusi. Tetapi, pada Era Jaz 1920-an, berkencan untuk bersenang-senang menjadi harapan budaya, dan pada 1930-an, orang muda populer apapun diasumsikan memiliki kencan yang banyak. Jenis kencan ini biasanya dilakukan di tempat publik, sebelum seks pranikah lebih diterima secara sosial setelah revolusi seksual 1960-an.[24]
In the early 1800s, young adults were expectedTemplat:Where? to court with the intention of finding a marriage partner, rather than for social reasons. In more traditional forms of Christianity, this concept of courtship has been retained, with the period of courtship beginning after the Rite of Betrothal and concluding with the celebration of marriage.[1][21] Christian theologian John Piper distinguished courtship from dating, teaching that:[22]
Courtship ordinarily begins when a single man approaches a single woman by going through the woman's father, and then conducts his relationship with the woman under the authority of her father, family, or church, whichever is most appropriate. Courtship always has marriage as its direct goal... Dating, a more modern approach, begins when either the man or the woman initiates a more-than-friends relationship with the other, and then they conduct that relationship outside of any oversight or authority. Dating may or may not have marriage as its goal.
Christian minister Patricia Bootsma delineates this distinction, writing that in contrast to the modern conception of dating, in "courtship, time together in groups with family or friends is encouraged, and there is oversight by and accountability to parents or mentors".[23] She further states that with courtship, "commitment happens before intimacy".[23]
In America, in the 1820s, the phrase "date" was most closely associated with prostitution. However, by the Jazz Age of the 1920s, dating for fun was becoming a cultural expectation, and by the 1930s, it was assumed that any popular young person would have many dates. This form of dating was usually conducted in public places, before pre-marital sex became more socially acceptable after the sexual revolution in the 1960s.[24]
Pacaran dalam teori sosial
suntingPacaran digunakan oleh beberapa ahli teori untuk menjelaskan identitas seksual dan proses pembentukan jenis kelamin. Penelitian ilmiah pacaran dimulai pada 1980-an, setelah itu peneliti akademik mulai mengusulkan teori mengenai praktik dan norma pacaran modern. Peneliti menemukan bahwa, tidak seperti yang dipercaya, pacaran biasanya dipicu dan dikontrol oleh wanita,[25][26][27][28][29] utamanya didorong oleh perilaku non-verbal, yang direspon oleh pria. Salah satu fungsi cinta romantis adalah pacaran.[30]
Ini secara umum didukung oleh ahli teori lain yang berspesialisasi dalam studi bahasa badan.[31] Tetapi ada beberapa sarjana feminis yang menganggap pacaran sebagai proses sosial (yang dipimpin oleh pria) yang diorganisasikan untuk menaklukkan wanita.[32][33] Contohnya, Farrell melaporkan bahwa 98% pembaca majalah perkawinan dan fiksi percintaan adalah wanita.[34] Penelitian sistematis proses pacaran dalam tempat kerja[35] serta 2 studi 10-tahun yang meneliti norma dalam letak internasional yang berbeda[36][37] tetap mendukung pandangan bahwa pacaran adalah proses sosial yang menyosialisasikan kedua jenis kelamin untuk menerima jenis hubungan yang memaksimalkan peluang berhasil membesarkan anak.
Courtship is used by a number of theorists to explain gendering processes and sexual identity. Scientific research into courtship began in the 1980s, after which time academic researchers started to generate theories about modern dating practices and norms. Researchers have found that, contrary to popular beliefs, courtship is normally triggered and controlled by women,[25][26][27][28][29] driven mainly by non-verbal behaviours, to which men respond. One of the functions of romantic love is courtship.[30]
This is generally supported by other theorists who specialise in the study of body language.[31] There are some feminist scholars, however, who regard courtship as a socially constructed (and male-led) process organised to subjugate women.[32][33] Farrell reports, for example, that magazines about marriage and romantic fiction continue to attract a 98% female readership.[34] Systematic research into courtship processes inside the workplace[35] as well two ten-year studies examining norms in different international settings[36][37] continue to support a view that courtship is a social process that socialises both sexes into accepting forms of relationship that maximise the chances of successfully raising children.
Layanan kencan komersial
suntingSelama teknologi semakin maju, cara berkencan juga berubah. Dalam Time-line oleh Metro, sebuah bisnis statistik pertunangan dibuka pada 1941, acara kencan TV realita pertama dikembangkan pada 1965, dan pada 1980-an, kencan video diperkenalkan kepada masyarakat.[38] Kencan video adalah sebuah cara untuk orang lajang untuk duduk di depan kamera dan memberi tahu siapapun yang menonton mengenai diri sendiri. Proses eliminasi signifikan karena sekarang pelihat bisa mendengar suara mereka, melihat wajah mereka dan melihat bahasa badan mereka untuk menentukan ketertarikan fisik terhadap kandidatnya.
Dalam kencan online, individu membuat profil yang meliputi informasi personal, foto-foto, hobi, minat, agama dan harapan. Kemudian pengguna dapat mencari ratusan ribu akun dan menghubungi beberapa orang secara bersamaan, yang memberikan pengguna lebih banyak opsi dan kesempatan untuk mencari seseorang yang memenuhi standar mereka. Kencan online telah mempengaruhi ide pilihan. Dalam Modern Romance: An Investigation (Percintaan Modern: Sebuah Investigasi), Aziz Ansari menyatakan bahwa dalam sepertiga perkawinan di Amerika Serikat antara 2005–2012, orang pertama kali bertemu melalui layanan kencan online.[39] Sekarang ada ratusan website kencan dan ada juga website untuk keperluan tertentu seperti Match, eHarmony, OkCupid, Zoosk, dan ChristianMingle. Aplikasi mobile, seperti Grindr dan Tinder memungkinkan pengguna mengupload profil yang kemudian dinilai oleh pengguna lain. Dalam profil, pengguna dapat menggeser ke kanan (yang menandakan minat) atau ke kiri (yang memberikan kandidat lain).
Teknologi
suntingInternet sedang mengubah cara orang-orang bertemu; Facebook, Skype, WhatsApp, dan aplikasi lain telah memungkinkan koneksi jarak jauh.
Alat pacaran online adalah cara alternatif bertemu pasangan potensial.[40][41] Banyak orang mengugnakan aplikasi smartphone seperti Tinder, Grindr, atau Bumble yang memungkinkan pengguna menyetujui atau menolak pengguna lain melalui 1 geser jari.[42] Beberapa kritikus mengatakan bahwa algoritma pencomblangan tidak sempurna dan "tidak lebih baik daripada peluang" untuk mengidentifikasi pasangan cocok.[42] Orang lain mengusulkan bahwa kecepatan dan ketersediaan teknologi yang muncul mungkin merusak kesempatan pasangan untuk memiliki hubungan jangka panjang yang berarti karena mencari pasangan pengganti mungkin menjadi terlalu mudah.
The Internet is shaping the way new generations meet; Facebook, Skype, WhatsApp, and other applications have made remote connections possible.
Online courtship tools are an alternate way to meet potential mates.[40][41] Many people use smartphone apps such as Tinder, Grindr, or Bumble which allow a user to accept or reject another user with a single swipe of a finger.[42] Some critics have suggested that matchmaking algorithms are imperfect and are "no better than chance" for the task of identifying acceptable partners.[42] Others have suggested that the speed and availability of emerging technologies may be undermining the possibility for couples to have long-term meaningful relationships when finding a replacement partner has potentially become too easy.[42]
Pada hewan
suntingBanyak spesies hewan memiliki ritual pemilihan pasangan kawin yang juga dikenal sebagagi "pacaran" secara antropomorfis. Pacaran hewan mungkin melibatkan tari yang rumit atau persentuhan, vokalisasi, atau penampilan kecantikan atau kemampuan bertarung. Sebagian besar pacaran hewan tidak terlihat manusia dan oleh karena itu sering menjadi perilaku hewan yang paling sedikit didokumentasikan. Salah satu hewan dengan ritual pacaran yang telah dipelajari dengan baik adalah namdur, dimana hewan jantan membangun "punjung" objek terkumpul.
Dari pandangan ilmiah, pacaran hewan adalah proses dimana spesies memilih pasangan mereka untuk tujuan reproduksi. Umumnya hewan jantan memulai pacarannya, dan hewan betina memilih berkawin atau menolak hewan jantannya berdasarkan "performanya".
Many animal species have mate-selection rituals also referred to as "courtship" anthropomorphically. Animal courtship may involve complicated dances or touching, vocalizations, or displays of beauty or fighting prowess. Most animal courtship occurs out of sight of humans and so it is often the least documented of animal behaviors. One animal whose courtship rituals are well studied is the bower bird, whose male builds a "bower" of collected objects.
From the scientific point of view, courtship in the animal kingdom is the process in which the different species select their partners for reproduction purposes. Generally speaking, the male initiates the courtship, and the female chooses to either mate or reject the male based on his "performance".
Penyu
suntingSemua hewan memiliki ritual pacaran yang berbeda yang merefleksikan kebugaran, kecocokan dengan hewan lain, dan kemampuan memberi. Penyu berpacaran selama waktu reseptif yang terbatas. Selama pacaran, penyu jantan akan menyondol kepala betina untuk menunjukkan kasih sayang atau menggigit secara lembut bagian belakang leher dia.[43] Ini mungkin berlangsung lama, tergantung apakah penyu betina merespon kepada jantannya. Jika betinanya merespon (tidak melarikan diri), jantannya akan menempelkan dirinya di bagian belakang cangkang betina menggunakan sirip depan jantan.[43] Dia akan merentangkan ekor panjang dia di bawah bagian belakang cangkang betinanya untuk memulai kopulasi.
Pacaran bisa menjadi kompetitif di antara para penjantan. Penyu jantan yang memiliki daya tahan terbaik memenangi betinanya. Kepada penyu betina, daya tahan adalah sifat yang baik untuk diwariskan kepada keturunannya; semakin tinggi daya tahan keturunan dia, semakin tinggi kemungkinan mereka untuk bertahan hidup.[43] Penyu belimbing betina juga akan memilih berbagai macam hewan jantan yang berbeda untuk kopulasi untuk memberagamkan keturunannya, karena telah diketahui bahwa penyu belimbing memiliki keturunan berbasis betina.
Kuda nil
suntingWalaupun merupakan hewan yang agresif, kuda nil betina sangat sayang dan sensitif ketika mengasuh anaknya.[44] Perkawinan dan kelahiran keduanya terjadi di air. Ini karena ini memberikan mereka privasi ketika bersanggama dan membantu menjaga energi selama kelahiran. Kuda nil betina biasanya berumur 5–6 tahun, sementara kuda nil jantan rata-rata berumur 7–8 tahun.[44] Selama musim kawin, kuda nil jantan akan mencari pasangan di luar kawanan, dan menunjukkan ketertarikannya dengan membaui ujung posterior betina.[45] Selama jantan bersikap tunduk selama musim pacaran, kuda nil dewasa dalam kawanan tidak akan mengganggu. Setelah pejantan menemukan betina yang diinginkan, dia mulai memprovokasi betina tersebut. Dia kemudian mendorong betinanya ke air dan bersanggama dengan dia. Untuk memperingati kawanan atau hewan lain yang mungkin mengintai, hewan jantan mengeluarkan suara mengi yang keras.[45] Sebelum anaknya lahir, hewan betinanya agresif dan meninggalkan kawanannya hingga setelah kelahiran anaknya. Meskipun kuda nil dapat kawin kapan saja sepanjang tahun, musim kawin bervariasi dari Februari hingga Agustus. Karena beban energinya tinggi, hewan betinanya biasanya hanya memiliki 1 anak dalam 2 tahun.[44]
Despite being aggressive animals, the female hippopotamus is very nurturing and sensitive when caring for offspring.[44] Mating and birth both occur in the water for hippopotamus. This is because it gives them privacy when conceiving and helps conserve energy during birth. The female hippo normally averages around 5–6 years, while males are average an age of 7–8.[44] During mating season the male hippopotamus will find a mate out of the herd, showing interest by smelling the female's posterior end.[45] As long as the male acts submissive during courting season, the adults in the herd will not interfere. Once the male finds the female he wants to mate with, he begins provoking the female. He then will push the female into the water and mount her. In order to alert the herd or other animals that may be lurking around, the male will let a loud wheezing sound.[45] Preceding birth, the female exhibits aggressive behavior, leaving the herd until after the birth of the calf. Although hippopotamuses can mate anytime of the year, the mating season ranges from February to August. Because the energy cost is high, the female generally only has one offspring in a two-years span.[44]
Lebah madu
suntingsection atau beberapa bagian di dalam artikel ini membingungkan atau bergaya propaganda dan/atau indoktrinasi kepada pembaca. Tolong bantu memperbaiki artikel ini, dengan memberikan sumber referensi yang tepercaya. |
Perilaku pacaran lebah madu memiliki 2 jenis: perkawinan sekitar sarang lebah dan perkawinan perkumpulan drone.[46] Perkawinan sekitar sarang biasanya berlangsung pada cuaca yang dingin dan lebih dekat ke sarang lebah di mana ratunya berada.[46] Dronenya berada di sarang yang sama, tetapi ini bukan berarti bahwa ini akan memicu perkawinan sekerabat. Drone berkumpul di tempat dengan udara hangat, dekat atau jauh dari sarang lebah. Mereka waspada ketika ratunya terbang keluar dari sarangnya dan akan mengikuti dia. Ini diikuti suara bersenandung/berdengung yang cepat oleh populasi lebah umum yang mengikuti gradien temperatur ke atas.[46] Drone jantannya menunggang ratunya dan memasukkan endophalusnya dan mengejakulasi air mani.[47] Lebah madu jantannya kemudian menarik keluar dari ratunya, tetapi endophallusnya akan putus dari tubuh dia dan tetap berada di ratu yang telah difertilisasi. Lebah madu jantan berikutnya akan melepaskan endophallus yang sebelumnya dan akan berejakulasi dan endophallusnya putus.[47] Frekuensi kawin lebah madu jantan adalah 7–10 kali selama sesi perkawinan. Sebagian besar dronenya cepat mati langsung setelah berkawin, dan perutnya robek karena endophallusnya telah lepas.[47] Yang bertahan hidup pun biasanya disingkirkan dari sarang mereka, karena mereka telah melakukan tujuan satu-satunya dengan berkawin.
Mereka hanya mengikuti 1 sesi perkawinan, dan ratunya menyimpan hingga 100 juta sperma dalam oviduk dia selama sesi ini, tetapi hanya 5–6 juta sperma disimpan di bagian spermatheca ratunya.[47] Hanya beberapa sperma digunakan oleh ratu setiap saat untuk membuahi telurnya sepanjang kehidupan dia. Generasi ratu baru akan berkawin dan memproduksi koloni mereka jika ratunya kehabisan sperma dalam kehidupan dia. Jenis kelamin keturunannya dikontrol oleh ratu lebah madu, selama telur yang melewati oviduk bisa ditentukan apakah difertilisasi ratu atau tidak.[47] Penelitian menunjukkan bahwa telur yang difertilisasi berkembang menjadi pekerja betina dan ratu, sementara telur yang tidak difertilisasi menjadi lebah madu drone. Pekerja betina dapat menghasilkan telur tidak difertilisasi tetapi tidak berkawin. Telur tidak difertilisasinya menjadi lebah madu jantan. Telur ratunya diletakkan dalam sel struktural berbentuk oval yang biasanya menempel ke atap sarangnya. Royal jelly kemudian diisi dengan sel tersebut untuk mencegah larvanya jatuh.[47] Lebah madu yang akan menjadi pekerja diberi makan royal jelly selama 2 hari pertama. ebah madu yang akan menjadi ratu diberikan royal jelly selama seluruh periode larva. Setiap perkembangan anggota koloni bergantung pada kasta. Untuk pertumbuhan yang benar dari telur menjadi dewasa, lebah madu jantan membutuhkan 24 hari, pekerja membutuhkan 21 hari, dan ratu hanya membutuhkan 16 hari.
The courtship behaviour of honey bees follows through two distinct types: apiary vicinity mating and drone assembly mating.[46] Apiary vicinity mating usually takes place in cool weather and is more local to the apiary from which the queen resides.[46] The drones are in the same apiary too, but this doesn't not mean that it will lead to inbreeding. Drones assemble in a bulb of warm air close or far from the apiary. They are alert when the queen has flown out of the hive and will follow her route. This is followed by a sort of fast hum or buzz in the general bee population that follows an upward temperature gradient.[46] The male drone mounts on the virgin queen and inserts his endophallus, ejaculating semen.[47] The male honey bee will then pull away from the queen, but his endophallus will be ripped from his body and remain attached to the newly fertilized queen. The next male honey bee will remove the endophallus that was previously left by the other male honey bee and will eventually ejaculate and lose his own.[47] The frequency of mating for the male honey bees is 7 to 10 times during a mating flight. Most of the drones die quickly immediately after mating, and their abdomen rips open since the endophallus has been removed.[47] The few that survive are usually ejected from their nests, as they have served their sole purpose by mating.
They only attend one mating flight, and the queen stores up to 100 million sperm within her oviducts during this flight, but only 5–6 million are stored in the spermatheca of the queen.[47] Only a few of this sperm are used by the queen at a time to fertilize the eggs throughout her life. New queen generations will mate and produce their colonies if the queen runs out of sperm in her lifetime. The sex of the offspring is controlled by the honey bee queens, as the eggs passing through the oviduct can be determined whether they are fertilized or not by the queen.[47] Research has indicated that eggs that are fertilized develop into female workers and queens, while the unfertilized eggs become drone honey bees. Female workers can lay infertile eggs but do not mate. The infertile eggs become male honey bees. The eggs of the queen are laid in oval-shaped structural cells that usually stick to the nest ceiling. Royal jelly is then filled with these cells to prevent larvae from falling.[47] Soon-to-be workers are fed royal jelly during the first two days. The future queens are given royal jelly throughout the entire larval period. Each member colony development depends on caste. For proper growth from eggs to adult, the male honey bees need 24 days, 21 for workers and only 16 for the queens.
Serangga
suntingBeberapa spesies serangga juga menampilkan perilaku pacaran untuk menarik pasangan. Misalnya, spesies Ceratitis capitata. Selama fase pacaran, sinyal ditukar antara jantan dan betina untuk menampilkan keinginan berkawin. Jantannya mulai dengan rangkaian pergerakan kepala, kemudian setelah 1–2 detik, juga mulai mengapakkan sayap dia dan bergerak lebih dekat ke betinanya. Setelah jantannya dekat dengan betinanya, jantannya akan melompat ke bagian belakang betina dan memulai kopulasi. Contoh lainnya adalah spesies laba-laba Maratus volansv, dimana jantannya akan melakukan tarian kipas yang rumit. Jantannya akan membuka kipas berwarnanya dan mulai bergetar untuk menarik perhatian laba-laba betina. Jantannya akan bergerak lebih dekat ke betinanya hingga kopulasi.[48]
Certain insect species also display courtship behavior in order to attract mates. For example, the species Ceratitis capitata (also known as the medfly) exhibits these behaviors. During the courtship phase, signals are exchanged between males and females to display willingness for mating. The male begins with a series of head movements, then after 1–2 seconds of movement, also begins to fan its wings and moves closer to the female. Once the male is close enough to the female, the male will leap onto the female's back and begin copulation. Another example is seen in the spider species Maratus volans, where the male will perform an elaborate fan dance. The male will open his colorful fan and begin to vibrate in order to draw the attention of the female spider. The male will begin to move closer and closer to the female until copulation.[48]
Allobates femoralis
suntingAllobates femoralis menampilkan perilaku pacaran melalui "barisan pacaran", dimana jantannya memulai pacarannya dan memimpin betinanya ke tempat posisi bertelur.[49] Perilaku mereka juga termasuk komponen visual, seperti penampilan mulut, pengangkatan lengan, berputar-putar, dan meregangkan kaki.[49] Antara katak beracun, durasi pacaran Allobates femoralis adalah yang paling lama. Walaupun betina jarang menolak jantan atau mengevaluasi kebugaran jantan selama pacaran, mereka kadang-kadang meminta durasi pacaran yang lebih panjang.[50] Dan walaupun betina tidak menampilkan agresi selama pacaran, jantannya dapat berinteraksi secara agresif dengan jantan lain untuk menjaga wilayah dan bersaing untuk katak wanita.[49]
Allobates femoralis displays courtship behavior through “courtship march,” in which the male begins the courtship and leads the female to the oviposition site.[49] Its behavior also includes visual components, such as throat display, limb lifting, circling, and leg stretching.[49] Among poison frogs, Allobates femoralis’s courtship duration is the longest. Although females rarely reject males nor evaluate the male’s fitness during courtship, they occasionally demand an extended duration of courtship.[50] And while females to not show aggression during courtship, males can interact aggressively with other males in the purpose of territorial defense and competition for female.[49]
Lihat juga
suntingCatatan
suntingReferensi
sunting- ^ a b c Pilip T. Weller (1948). Rite of Betrothal [Ritus Pertunangan]. Society of Saint Pius X. hlm. 2.
- ^ Kris Paap; Douglas Raybeck (2005). "A Differently Gendered Landscape: Gender and Agency in the Web-based Personals" [Lanskap Berbeda Gender: Jenis Kelamin dan Agensi pada Hal Pribadi Berbasis Web]. Electronic Journal of Sociology. CiteSeerX 10.1.1.107.993 .
most marriages in the world are arranged...
[sebagian besar perkawinan di dunia berupa perjodohan...] - ^ "Parents explore dating scene for choosy children" [Orangtua menjelajahi tempat kencan untuk anak yang rewel]. China Daily. 2005-11-11. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-04-29. Diakses tanggal 2010-12-09.
... in earlier times society demanded people get married before having a sexual relationship.
[pada zaman dahulu masyarakat menuntut orang melakukan perkawinan sebelum memiliki hubungan seksual.] - ^ a b c "Raw dater" [Penkencan mentah]. The Guardian. 24 Januari 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-11-09. Diakses tanggal 2010-12-08.
..."True love can have no place between husband and wife," ...
[..." Tidak ada tempat cinta sejati antara suami dan istri," ...] - ^ Brenda Wilson (8 Juni 2009). "Sex Without Intimacy: No Dating, No Relationships" [Seks Tanpa Keintiman: Tanpa Kencan, Tanpa Hubungan]. National Public Radio. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-11-25. Diakses tanggal 2010-12-08.
Dating itself ... evolved out of a courtship ritual where young women entertained gentleman callers, usually in the home, ...
[Kencan sendiri ... berevolusi dari ritual pacaran dimana wanita muda menghibur penelpon pria, biasanya di rumah, ...] - ^ Maureen Dowd quoting poet Dorothy Parker (2005). "What's a Modern Girl to Do?" [Apa yang Harus Dilakukan oleh Gadis Modern?]. The New York Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-04-10. Diakses tanggal 2010-12-08.
...What our grandmothers told us about playing hard to get is true. ...
[...Apa yang dikatakan nenek kita mengenai bermain keras untuk mendapatkannya itu benar. ...] - ^ The Whole Art of Polite Courtship; Or the Ladies & Gentlemen's Love Letter Writer: Being a Complete Collection of Information and Advice on the Subject of Love, with New Hints to be Observed for the Choice of a Husband [Seluruh Seni Pacaran Sopan; Atau Penulis Surat Cinta Pria & Wanita: Koleksi Informasi dan Saran Mengenai Cinta yang Lengkap, dengan Petunjuk-Petunjuk Baru yang Diperhatikan untuk Pemilihan Suami] (dalam bahasa Inggris). Webb. Millington & Company. 1849. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-19. Diakses tanggal 2023-03-15.
- ^ The Etiquette of Courtship and Matrimony: with a Complete Guide to the Forms of a Wedding (dalam bahasa Inggris). Etiket Pacaran dan Perkawinan: dengan Panduan Lengkap Jenis Upacara Pernikahan: George Routledge and Son. 1852. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-19. Diakses tanggal 2023-03-15.
- ^ "Raw dater" [Penkencan mentah]. The Guardian. 24 Januari 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-11-09. Diakses tanggal 2010-12-08.
24 was the average age for a person to get married in 1851....
[24 adalah umur rata-rata seseorang menikah pada 1851....] - ^ Neil Offen (13 Februari 2010). "Sociologists: Internet dating on the rise" [Sosiolog: Kencan Internet meningkat]. The Herald-Sun. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-09-24. Diakses tanggal 2010-12-08.
..."But people are moving more now, they're not getting married at 22 and they are removed from their traditional social networks for mate selection..."
[..."Namun sekarang orang lebih banyak bergerak, mereka tidak menikah pada usia 22 tahun dan mereka dikeluarkan dari jaringan sosial tradisional mereka untuk pemilihan pasangan..." - ^ Chester F. Jacobson (7 Februari 2010). "A long-ago first date: More than 60 years later, would that special girl remember me?" [Kencan pertama dahulu kala: Lebih dari 60 tahun kemudian, akankah gadis spesial itu mengingat saya?]. Boston Globe. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-12-23. Diakses tanggal 2010-12-09.
After the movie, Finney and I took Helen home to her mother, ....
[Setelah filmnya, Finney dan saya membawa Helen pulang ke ibunya, ....] - ^ Sharon Jayson (2010-02-10). "Internet changing the game of love" [Internet mengubah game cinta]. USA Today. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-06-28. Diakses tanggal 2010-12-08.
"The rise of the Internet as a way of meeting people makes a bit of an end run around family," ...
["Bangkitnya internet sebagai cara bertemu dengan orang lain mengurangi pentingnya keluarga," ...] - ^ Vanessa Fuchs (16 Juni 2010). "Shy guys switching on to text message courtship – and girls say it's OK" [Pria pemalu pindah ke pacaran melalui pesan teks – dan wanita mengatakan itu OK]. Courier-Mail. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-08-16. Diakses tanggal 2010-12-14.
... men are more likely than women to ‘flirtext’ but for those who consider themselves in a relationship, women are more likely to engage in the activity.
[... pria lebih banyak 'flirtext' (main mata melalui pesan teks) daripada wanita namun untuk orang yang berada dalam hubungan, wanita lebih banyak 'flirtext'.] - ^ a b Robert Sapolsky (2005). "Biology and Human Behavior: The Neurological Origins of Individuality, 2nd edition" [Biologi dan Perilaku Manusia: Asal Usul Neurologis Individualitas, edisi ke-2]. The Teaching Company. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-08-24. Diakses tanggal 2010-12-07.
(lectures on CD-audio)
[(ceramah dalam CD-audio}] - ^ a b c "Average man proposes after three years" (Pria rata-rata melamar setelah 3 tahun), Marie Claire, 18 Februari 2008.
- ^ a b "Average man takes 3 years to propose" (Pria rata-rata membutuhkan waktu 3 tahun untuk melamar), Metrosexual, Sunday, 17 Februari 2008.
- ^ a b c Thelmaw, Ritgerõ (September 2015). "Courtship in Japan and Iceland" [Pacaran di Jepang dan Islandia] (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 5 Juni 2016. Diakses tanggal 15 Mei 2016.
- ^ a b "COURTSHIP IN PHILIPPINE CULTURE" [PACARAN DALAM BUDAYA FILIPINA]. www.phrasebase.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 Februari 2020. Diakses tanggal 13 Mei 2016.
- ^ "Reading: Marriage and Courtship Patterns | Sociology" [Membaca: Pola Perkawinan dan Pacaran | Sosiologi]. courses.lumenlearning.com. Diakses tanggal 28 Desember 2021.
- ^ Maurer, Elizabeth (2017), The History of Romance, National Women's History Museum .
- ^ a b Maxson, J. Robin (2012). Singleness, Marriage, and the Will of God: A Comprehensive Biblical Guide (dalam bahasa English). Kesatuan, Perkawinan, dan Keinginan Tuhan: Panduan Komprehensif Al-Kitab: Harvest House Publishers. hlm. 326. ISBN 978-0-7369-4549-3.
In the courtship paradigm, the prospect of marriage is broached toward the beginning of the process and romance is postponed until the couple is out in the middle of the bridge. One of the major objectives of the betrothal arrangement is to stave off romance as long as possible—until the period just before the wedding or, following the biblical pattern, after it. Proponents of courthsip and betrothal are very aware of the twitterpating effects of romance on sound judgment, so they seek a structure that delays that influence on the decision-making process as long as possible. (Dalam paradigma "pacaran", prospek perkawinan dilihat pada awal prosesnya dan percintaan ditunda sampai pasangannya berada di tengah jembatan. Salah satu objektif utama aransemen "pertunangan" adalah untuk menghindari pecintaan selama mungkin—sampai periode sebelum perkawinan atau, mengikuti pola kitab, setelahnya. Pendukung pacaran dan pertunangan sangat sadar efek percintaan terhadap pemilihan yang baik, sehingga mereka mencari sebuah struktur yang menunda pengaruhnya terhadap proses pemilihan selama mungkin.)
- ^ a b Piper, John; Taylor, Justin (14 June 2005). Sex and the Supremacy of Christ [Seks dan Keagungan Kristus]. Crossway. hlm. 146. ISBN 9781433517907.
- ^ a b c d Bootsma, Patricia (9 April 2015). Raising Burning Hearts: Parenting and Mentoring Next Generation Lovers of God. Membesarkan Hati yang Membakar: Mengasuh dan Menasihati Pecinta Tuhan Generasi Berikutnya: Forerunner Publishing. hlm. 81. ISBN 9781938060229.
- ^ a b The Invention of Dating (Penemuan Kencan).
- ^ a b Cohen, L. L.; Shotland, R. L. (1996). "Timing of first sexual intercourse in a relationship: Expectations, experiences, and perceptions of others" [Waktu persetubuhan pertama dalam hubungan: Ekspektasi, pengalaman, dan persepsi orang lain]. Journal of Sex Research. 33 (4): 291–299. doi:10.1080/00224499609551846.
- ^ a b Simpson, J. A.; Gangestad, S. W. (1992). "Sociosexuality and Romantic Partner Choice" [Sosioseksualitas dan Pilihan Pasangan Romantis]. Journal of Personality. 60: 31–51. doi:10.1111/j.1467-6494.1992.tb00264.x.
- ^ a b Perper, T. (1985) Sex Signals: The Biology Of Love (Sinyal Seks: Biologi Cinta), Philadelphia, ISI Press.
- ^ a b Moore, N. (1985). "Nonverbal courtship patterns in women: contact and consequences" [Pola pacaran nonverbal dalam wanita: kontak dan akibatnya]. Ethology and Sociobiology. 6 (4): 237–247. doi:10.1016/0162-3095(85)90016-0.
- ^ a b Peplau, L. A.; Rubin, Z.; Hill, C. T. (1977). "Sexual Intimacy in Dating Relationships" [Keintiman Seksual dalam Hubungan Kencan]. Journal of Social Issues. 33 (2): 86–109. doi:10.1111/j.1540-4560.1977.tb02007.x.
- ^ a b Bode, Adam; Kushnick, Geoff (2021). "Proximate and Ultimate Perspectives on Romantic Love". Frontiers in Psychology (dalam bahasa English). 12: 573123. doi:10.3389/fpsyg.2021.573123 . ISSN 1664-1078. PMC 8074860 Periksa nilai
|pmc=
(bantuan). PMID 33912094 Periksa nilai|pmid=
(bantuan). - ^ a b Pease, A. and Pease, B. (2004) The Definitive Book Of Body Language (Buku Definitif Bahasa Badan), London: Orion Books.
- ^ a b Hearn, J. & Parkin, W. (1987) Sex at work: The power and paradox of organisation sexuality (Seks dalam pekerjaan: Kekuatan dan paradoks seksualitas organisasi), Brighton: Wheatsheaf.
- ^ a b Connell, R. W. (1995) Gender and Power (Jenis Kelamin dan Kekuatan), Cambridge: Polity Press.
- ^ a b Farrell, W. (2000) Women Can’t Hear What Men Don’t Say (Wanita Tidak Bisa Mendengar Apa yang Tidak Dikatakan Pria), New York: Tarcher/Putnam.
- ^ a b Williams, C. L.; Guiffre, P. A.; Dellinger, K. (1999). "Sexuality in the Workplace: Organizational Control, Sexual Harassment and the Pursuit of Pleasure" [Seksualitas dalam Tempat Kerja: Kontrol Organisasional, Penganiayaan Seksual dan Pengejaran Kenikmatan]. Annual Review of Sociology. 25: 73–93. doi:10.1146/annurev.soc.25.1.73.
- ^ a b Molloy, J. (2003) Why Men Marry Some Women and Not Others (Mengapa Pria Menikah dengan Beberapa Wanita dan Tidak Yang Lain), London: Element.
- ^ a b Buss, D. M., Abbott, M., Angleitner, A., Biaggio, A., Blanco-Villasenor, A., BruchonSchweittzer, M. [& 45 additional authors] (1990). "International preferences in selecting mates: A study of 37 societies [Preferensi internasional memilih pasangan: Sebuah studi 37 masyarakat]". Journal of Cross-Cultural Psychology, 21: 5–47.
- ^ Mulshine, Molly. "The 80s version of Tinder was 'video dating' — and it looks incredibly awkward" [Versi 80-an Tinder adalah "kencan video" — dan itu terlihat sangat aneh]. Tech Insider.
- ^ Ansari, Aziz (2015). Modern Romance [Percintaan Modern]. New York, New York: Penguin Press. hlm. 79. ISBN 978-1-59420-627-6.
- ^ a b Lgbt Identity and Online New Media [Identitas Lgbt dan Media Baru Online] – Halaman 235, Christopher Pullen, Margaret Cooper – 2010
- ^ a b Gaydar Culture: Gay Men, Technology and Embodiment in the Digital Age [Budaya Gaydar: Pria Gay, Teknologi dan Perwujudan Diri pada Era Digital] – Halaman 186, Sharif Mowlabocus – 2010
- ^ a b c d e CQ Press, CQ Researcher, Barbara Mantel, Online dating: Can apps and algorithms lead to true love? [Kencan online: Apakah aplikasi dan algoritma bisa menuntun Anda ke cinta sejati?] Diarsipkan 2016-08-25 di Wayback Machine., Diakses 12 Juni 2016, "...Yet some researchers say matchmaking algorithms are no better than chance for providing suitable partners.[butuh rujukan] At the same time, critics worry that the abundance of prospective dates available online is undermining relationships..." ["... Tetapi beberapa peneliti mengatakan bahwa algoritma pencomblangan tidak lebih baik daripada peluang untuk memberikan pasangan yang cocok.[butuh rujukan] Kritikus sekaligus khawatir bahwa banyaknya kencan online potensial merusak hubungan..."]
- ^ a b c "Information About Sea Turtles: General Behavior" [Informasi Mengenai Penyu: Perilaku Umum]. Sea Turtle Conservancy. Diakses tanggal 16 Mei 2016.
- ^ a b c d e f "Hippopotamus Reproduction" [Reproduksi Kuda Nil]. Hippoworlds. Diakses tanggal 16 Mei 2016.
- ^ a b c d "Hippopotamus amphibius (hippopotamus)". Animal Diversity Web. Diakses tanggal 16 Mei 2016.
- ^ a b c d e f Cushman, Dave. "Mating Behaviour in Honey Bees" [Perilaku Perkawinan pada Lebah Madu]. www.dave-cushman.net. Diakses tanggal 16 Mei 2016.
- ^ a b c d e f g h i j k l "Mechanics of Honey Bee Mating: Honey Bee Mating Habits" [Mekanika Perkawinan Lebah Madu: Kebiasaan Perkawinan Lebah Madu]. Orkin.com. Diakses tanggal 16 Mei 2016.
- ^ a b Girard, Madeline B.; Endler, John A. (7 Juli 2014). "Peacock spiders" [Laba-laba merak]. Current Biology (dalam bahasa Inggris). 24 (13): R588–R590. doi:10.1016/j.cub.2014.05.026 . ISSN 0960-9822. PMID 25004358.
- ^ a b c d e f Montanarin, A.; Kaefer, I.L.; Lima, A.P. (13 April 2011). "Courtship and mating behaviour of the brilliant-thighed frog Allobates femoralis from Central Amazonia: implications for the study of a species complex" [Perilaku pacaran dan kawin katak berpaha-cemerlang Allobates femoralis dari Amazonia Tengah: implikasi studi sebuah kompleks spesies]. Ethology Ecology & Evolution (dalam bahasa Inggris). 23 (2): 141–150. doi:10.1080/03949370.2011.554884. ISSN 0394-9370.
- ^ a b Stückler, Susanne; Ringler, Max; Pašukonis, Andrius; Weinlein, Steffen; Hödl, Walter; Ringler, Eva (December 2019). "Spatio-Temporal Characteristics of the Prolonged Courtship in Brilliant-Thighed Poison Frogs, Allobates femoralis" [Karakteristik Karakteristik Spatio-Temporal Pacaran Berkepanjangan Katak Racun Berpaha-Cemerlang, Allobates femoralis]. Herpetologica. 75 (4): 268–279. doi:10.1655/Herpetologica-D-19-00010.1 . ISSN 0018-0831.
Bacaan lanjut
sunting- Moira Weigel (2016). Labor of Love: The Invention of Dating [Kerja Cinta: Penemuan Kencan]. Farrar, Straus and Giroux. ISBN 978-0374182533.
Pranala luar
sunting- "Sea Turtle Reproduction" [Reproduksi Penyu Laut]. BioExpedition. 2015.
- Okuayama, J.; Kagawa, S.; Arai, N. (2014). "Random Mate Searching: Male Sea Turtle Targets Juvenile for Mating Behavior" [Pencarian Pasangan Acak: Penyu Laut Jantan Menargetkan Anak untuk Perilaku Perkawinan]. Chelonian Conservation and Biology. 13 (2): 278–282. doi:10.2744/CCB-1086.1.
- Stewart, K. R.; Dutton, P. H. (2014). "Breeding Sex Rations in Adult Leatherback Turtles (Dermochelys coriacea) May compensate for Female-Biased hatchling Sex Rations" [Rasio Jenis Kelamin Keturunan Penyu Belimbing Dewasa (Dermochelys coriacea) Mungkin Mengimbangi Rasio Jenis Kelamin Tukik yang Cenderung Wanita]. PLOS ONE. 9 (2): 1–5. Bibcode:2014PLoSO...988138S. doi:10.1371/journal.pone.0088138 . PMC 3913748 . PMID 24505403.
- Stevenson-Hamilton, J (1912) Animal Life in Africa. [Kehidupan Hewan di Afrika.] New York: E. P. Dutton and Company.
- Barklow, W. (2004). "Amphibious communication with sound in Hippopotamus amphibius" [Komunikasi amfibi dengan suara pada Hippopotamus amphibius]. Animal Behaviour. 68 (5): 1125–1132. doi:10.1016/j.anbehav.2003.10.034.
- Mason, k. 2013. "Hippopotamus amphibius", Animal Diversity Web. Diaksees 8 Desember 2015.
- Klingel, H. (1995). "Fluctuating fortunes of the river horse. (Cover story)" [Keuntungan turun naik kuda sungai. (Sampul cerita)]. Natural History. 104 (5): 46.
- Sandigeo Zoo library (2001). Hippopotamus, Hippopotamus amphibious, & Pygmy Hippopotamus, Cheoropsis liberiensis. Direvisi 2011. Diarsip 8 Desember 2015.
- Fletscher, D. J. C.; Tribe, G. D. Natural emergency queen rearing by apis mellifera adansonii ii. [Pemeliharaan ratural darurat alami oleh apis mellifera adansonii ii.] Dalam African Bees: Taxonomy, Biology and Economic Use; Fletscher, D. J. C., Ed.; Apimondia: Pretoria, Afrika Selatan, 1977; pp. 132–140.
- Heidinger, Ina Monika Margret; et al. (2014). "Factors Influencing the Duration and Frequency of Nuptial Flights" [Faktor yang Mempengaruhi Durasi dan Frekuensi Penerbangan Upacara Perkawinan]. Insects. 5 (3): 513–527. doi:10.3390/insects5030513 . PMC 4592583 . PMID 26462822.
- Sabar, Nassar; Ayob, Masri; Kendall, Graham; Qu, Rong (2012). "A honey-bee mating optimization algorithm for educational timetabling problems;" [Sebuah algoritma pengoptimalan perkawinan lebah madu untuk masalah penjadwalan pendidikan:]. European Journal of Operational Research. 216 (3): 533–543. CiteSeerX 10.1.1.298.7164 . doi:10.1016/j.ejor.2011.08.006.
- Neumann, Peter; Moritz, Robin F. A.; Praagh, Jobvan (1999). "Queen mating frequency in different types of honey bee mating apiaries" [Frekuensi perkawinan ratu dalam beberapa jenis perkawinan lebah madu di tempat pemeliharaan lebah]. Journal of Apicultural Research. 38 (1–2): 11–18. doi:10.1080/00218839.1999.11100990.
Templat:Interpersonal relationships footer
Category:Dating
Category:Philosophy of love
Category:Social constructionism