Fearlyta Shibani Al Takhta
CERITA SI ANAK BROKEN HOME
Memiliki orang tua utuh dan keluarga bahagia udah dipastiin jadi keinginan setiap anak. Cewek atau cowok, semua mau kedamaian dalam hidupnya. Rasa ‘solid’ yang membangun tiap langkah yang dijalani. Kebetulan ane punya temen yang ngalamin paitnya keluarga terpecah belah karena minimnya rasa tanggung jawab salah satu orang tuanya. Kita sebut aja, Sinta. Gadis cantik berumur 19 tahun, lahir di Jakarta, 27 Agustus 2002 ini menjadi korban perpisahan kedua orang tuanya.
Kelahiran anak kedua membuat pasangan yang menikah setelah 7 bulan berpacaran ini merupakan hari terbahagia. Diselimuti rasa haru menyambut kedatangannya, rasanya lengkap sudah mempunyai 2 anak perempuan dengan segala doa baik kedepannya. Dapat dikatakan, Sinta lahir dari keluarga yang berkecukupan. Ibu seorang pemilik butik dan ayah karyawan swasta, membuatnya tidak pernah kekurangan dalam soal finansial. Apapun yang diinginkannya dan kakaknya, pasti akan diperjuangkan mati-matian oleh Ibunya agar bisa terwujud.
Perbedaan 11 tahun antara Sinta dan kakaknya membuat ia memiliki sosok seperti ibu kedua yang menemani ketika Ibu Putri, yang udah ane ceritain di thread ini, sedang bekerja. Ohiya, di cerita ini, ane bakalan kasih lengkap pandangan menurut anak dari Ibu Putri yang kehilangan sang suami karena kasus berujung perceraian.
Saat itu, gadis cantik sunda ini berumur 5 tahun. Hidup serasa sempurna dan normal sampai ia melihat ayahnya diusir dari rumah tanpa alasan yang jelas. Anak kecil mana yang peka ketika Ibu dan Ayahnya bermasalah? Yang Sinta tau adalah pertanyaan-pertanyaan polos bak anak 5 tahun,
“Kenapa ayahku diusir? Kok mamah tega banget?”
Ketika dirinya melontarkan semua tanda tanya yang ia miliki, jawaban yang keluar dari mulut ibunya hanya. “Nanti kamu juga mengerti” dan mendapat tertawaan dari kakak perempuannya yang saat itu sudah lebih mengerti mengenai apa yang terjadi karena gadis kecil ini terus menyalahkan ibunya.
Seiring waktu berjalan, ayah Sinta tetap diizinkan untuk bertemu anak-anaknya. Ketika bertemu, sang ayah kerap kali mengajak anaknya untuk bertemu dengan seorang wanita. Sekali, dua kali, berkali-kali, lama-lama ayahnya menyuruh manggil wanita itu dengan panggilan ‘Ibu’.
“Ini temen papah, kamu panggil Ibu, ini juga adek kamu.” ucap sang ayah.
“Lah, gue kan bingung ya waktu itu. Orang dia sebagai ayah, kita udah gak tinggal bareng, kok wanita lain gue disuruh panggil ibu? Orang itu bukan ibu gue. Terus kok ini anak siapa? Ngapain gue panggil adek? Kan nyokap gue gak pernah hamil hahaha. Akhirnya ya gue nanya ke nyokap karena tau ada yang gak beres. Baru deh, nyokap ngasih tau semuanya, alesan harus pisah sama bokap dan hidup yang sebenernya harus gue jalanin.” ucap Sinta.
Perpisahan dikarenakan sang ayah yang menjalin kasih dengan wanita lain dan disembunyikan 10 tahun lamanya. Gak berenti sampe di situ, ternyata yang dimaksud ‘adek’ adalah anak dari ayah Sinta dan wanita itu. Bagi anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar tentu belum bisa mencerna apa yang dimaksud oleh ayahnya. Namun, lambat laun Sinta merasa ada yang tidak beres dan akhirnya memutuskan untuk ‘lost contact’ saat kelas 6 SD. keputusan itu ditempuh karena rasa kecewa seorang anak kepada laki-laki pertama yang paling dicintai.
Sinta harus menerima kenyataan dan segala amarah yang dimilikinya. Hidup bertiga dengan ibu dan kakaknya tanpa sosok ayah dalam keluarga, memang kenyataan itulah yang ada di depan mata. Setiap manusia bakal ngerasain berat di awal ketika ngadepin suatu masalah, sebesar atau sekecil apapun itu. Tapi, pasti lama kelamaan akan tumbuh yang namanya ‘terbiasa’ tidak lagi menangis karena kehilangan sosok ayah, mencoba mensyukuri segala yang dimiliki dan menjaga sang ibu merupakan fokus hidup cewek yang sekarang merintis karirnya sebagai model ini.
“Bunda gue udah ngelengkapin semuanya kok. Sosok ayah, kepala rumah tangga, bahkan ngehidupin gue juga. Udah gak ada lagi yang beda walau gak ada ‘dia’. Kangen sih kangen, tapi gimana, udah rusak, gue tau kalo semuanya gak bisa lagi kayak dulu.” ucapnya.
Di atas merupakan bukti hubungan Sinta sekarang dengan ayahnya. Tidak ada perdebatan tapi kedekatan anak dan ayah.Kejadian ini juga ternyata mempengaruhi kehidupan yang ia jalani. Untuk mencari seorang pasangan, Sinta menjadi orang yang sangat pemilih. Dengan melihat apa yang terjadi dengan ibunya, tentunya gak mau segalanya terulang lagi.
“Pastinya, lah. Gue picky banget soal pasangan. Gue kasian ngeliat nyokap gue digituin, apa-apa sendiri. Jadi gue ga mau itu semua keulang lagi. “
Pernikahan kakaknya memang memaksa dirinya harus bertemu dan berkomunikasi lagi dengan ayahnya. Hubungan yang sudah hilang selama 5 tahun, akhirnya berusaha ia kembalikan lagi, tapi, rasanya memang tidak akan pernah sama. Ibunya tidak pernah memaksa sang ayah untuk memberikan yang sudah menjadi ‘tanggung jawabnya’. Orang ketiga yang hadir dalam rumah tangga kedua orang tuanya ternyata sekarang sudah menjadi istri dari sang ayah.
Sinta memang anak kandung, tapi ia merasa diperlakukan tidak adil. Sosok ayah yang direbut, kasih sayang terbatas, bahkan sampai masalah finansial pun ia tidak mendapatkan yang sudah menjadi haknya.
“Istri yang sekarang ngatur duitnya jadi dapet juga susah. Bunda emang gak pernah minta sih ke bokap, tapi kan itu hak gue. Kadang heran aja, itu cewek udah ngerebut bokap full, gue minta duit aja dipersulit, gak cukup apa ngancurin keluarga gue?” ucap Sinta.
Rasa kecewa seorang anak ke orang tua emang rasanya udah gak ada obatnya lagi. Mungkin di depan setiap orang, dirinya bisa tampil kuat dan menerima segala keadaan. Ternyata di balik itu semua rasa trauma dan keresahan terus ada dalam lubuk hati. Kira-kira gimana nih cara memaafkan orang yang paling kita sayangin dan gimana sih hubungan Sinta dan ayahnya sekarang? Tungguin thread berikutnya, GanSis!
Untuk itu kita ambil hikmahnya aja
Tangisan hanya mengacaukan segalanya, tapi senyuman membuat mereka yakin aku tegar." "Aku tahu di rumah ini sebagai siapa, tapi tolong beri sedikit waktu saja agar aku bisa bernafas dengan tenang." "Setiap anak ingin keluarga yang sempurna, tapi tidak semua anak memilikinya."