Kehidupan

sunting

Muhammad Sirod, S.T.P atau biasa dipanggil Kang Sirod oleh teman-temannya merupakan anak pertama dari 3 bersaudara dari pasangan Rasoma bin Djoemja asal Padalarang dan Titin binti Umin asal Purwakarta. Lahir di Purwakarta pada tanggal 26 Oktober 1978. Walau lahir di tatar sunda, Sirod memiliki darah tionghoa dari sang kakek yang menikahi perempuan menak bernama Rd. Siti Hawa. Sampai usia 2 tahun ia tinggal di Desa Cikumpay, kecamatan Campaka, Kabupaten Purwakarta (dahulu masih kota administratif). Setelah itu ayahnya membawanya pindah ke Kecamatan Samalantan, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat dengan alasan untuk mendapatkan kesempatan karier yang lebih baik. Rasoma bekerja di PTP XII Monterado dan Kinande, kini perusahaan perkebunan BUMN itu bernama Perkebunan Nusantara VIII dan manajemen Jawa Barat dan Kalimantan terpisah.

 

Pendidikan

sunting

Usia 5 tahun, Sirod kecil (dipanggil Mumu oleh keluarga mereka) mengecap pendidikan taman kanak-kanak di TK Tunas Karya Monterado Sambas. Hidup bersama dengan anak-anak kompleks perkebunan yang umumnya adalah orang-orang jawa yang transmigrasi ke Kalimantan. Usia 7 tahun dia sekolah di SDN 1 Samalantan dan keluarganya pindah ke Kampung Pasukayu kecamatan Samalantan. Ia biasa bersepeda ditemani anjing peliharaannya ke sekolah yang berjarak 2 kilometer dari rumah kompleks PTP XII Pasukayu. Masa-masa hidup di Kalimantan ini membentuk karakter Sirod kecil yang tidak pilih-pilih dalam berteman, dan membentuk karakternya yang supel mengenali banyak suku. Ia berteman dengan suku Sunda dan Jawa di kompleks rumahnya, lalu bertemu dengan suku Melayu, Dayak dan Madura di sekolahnya. Selain sekolah formal, Sirod kecil juga belajar mengaji dengan guru agama bernama Pak Sahani. Beliau sangat telaten mengajari anak-anak muridnya mengaji ba'da ashar setiap hari kecuali hari jum'at. Ibunda Sirod sangat keras mendidik anak-anaknya, jika si Mumu lupa atau sengaja tidak mengaji pada sore itu, maka pukulan sapu lidi sudah pasti didapatnya.