Faisol Riza

Di kalangan aktivis 90-an, nama Faisol Riza sudah tidak asing lagi. Dia merupakan salah satu pentolan aktivis yang berani dan kritis terhadap kebijakan rezim orde baru, sehingga menjadi salah satu target penculikan oknum tentara di masa akhir kekuasaan Presiden Soeharto. Ketika sebagian aktivis pro demokrasi kemudian masuk ke kancah politik lewat organisasi partai politik resmi pasca reformasi, pria berkacamata ini menjadi salah seorang yang bisa sampai ke posisi penting dan mengisi jabatan strategis di partai politik dan pemerintahan.

Sempat menjabat sebagai Ketua Partai Rakyat Demoratik (PRD) di Pemilu 1999, Faisol Riza yang lahir dari keluarga pesantren, terpanggil untuk bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang berbasis pada kaum Nahdliyyin. Ia kemudian menjadi salah satu orang kepercayaan Ketua Umum PKB saat ini, Muhaimin Iskandar. Saat Cak Imin menduduki posisi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2009-2014), Riza menjadi Staf Khusus.

Pada masa Pemilihan Presiden 2014 yang memunculkan kandidat Joko Widodo (Jokowi) versus Prabowo, Faisol Riza menjadi politisi yang getol dan all out mendukung Jokowi. Bagaimana tidak, pengalaman getir menjadi korban penculikan oknum militer di penghujung rezim Orde Baru, menjadi alasan kuat untuk mendukung Jokowi sekaligus menghadang Prabowo.

Riza, pria kelahiran Probolinggo (Jawa Timur) 1 Januari 1973 dan sempat berkuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM), merupakan satu diantara sejumlah aktivis pro-demokrasi dihilangkan paksa oleh alat-alat negara menjelang pelaksanaan Pemilu 1997 dan Sidang Umum MPR 1998. Dalam catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), 23 orang telah dihilangkan pada periode itu. Dari jumlah tersebut, satu orang ditemukan meninggal (Leonardus Gilang), 9 orang dilepaskan penculiknya dan 13 lainnya masih hilang hingga hari ini. Riza merupakan satu dari 9 orang yang dibebaskan.

Akibat kasus tersebut, 11 aggota Tim Mawar sebutan untuk tim kecil Kopassus Grup IV sudah dihukum dan dipecat dari militer lewat proses di Mahkamah Militer. Letjen Prabowo Subianto merupakan Danjen Kopassus saat peristiwa itu terjadi, dan dia dicopot dari militer atas keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP).

Meski selamat dari maut saat diculik, namun trauma disiksa kejam sehingga merasa berada diantara hidup dan mati pada saat diculik, menjadi kampanye Faisol untuk menolak Prabowo. Mendukung Jokowi, diyakni Riza lebih bisa menjaga kesinambungan dan kenyamanan hidup berdemokrasi di Tanah Air. “Dan jika dia (Prabowo) menjadi Presiden, mungkin lebih baik saya meninggalkan negeri ini,” kata Faisol Riza dalam Video Melawan LUPA - Kesaksian dari korban penculikan 1998 (https://www.youtube.com/watch?v=xghzyum1j-w) yang diunggah pada 29 Juni 2014 atau menjelang Pilpres.

Setelah Jokowi memenangkan Pilpres 2014 dan membentuk Kabinet Kerja, Faisol Riza mendapat mandat untuk mendampingi Imam Nahrawi yang dipercaya Jokowi menjadi Menpora. Riza diangkat sebagai Staf Khusus Bidang Komunikasi dan Kemitraan dan menjadi figur penting yang membantu Imam Nahrawi melakukan gebrakan-gebrakan.

Salah satunya adalah menjalankan misi melakukan reformasi PSSI guna mendongkrak prestasi sepakbola Indonesia yang terpuruk, sekaligus memberantas jejaring mafia sepakbola yang sudah menggurita di lingkaran persepakbolaan nasional. Meski mendapat perlawanan sengit rezim lama PSSI dibawah pimpinan La Nyalla Mattaliti, Faisol bisa menopang Menpora Imam Nahrawi untuk tetap berdiri tegak, tidak gentar sekaligus menunjukkan kewibawaan pemerintah. Kemenpora pun berhasil menunjukkan marwah bahwa negara tidak boleh dikalahkan Mafia. Reformasi tata kelola sepakbola yang digariskan perintah berjalan sesuai harapan dan setelah itu diserahkan kembali ke pengurus baru PSSI.

Saat mendampingi Menpora, Faisol yang sudah cukup berpengalaman menjadi Staf Khusus dala menata birokasi, ikut mendorong dibentuknya BSANK (Badan Standarisasi dan Akreditasi Nasional Keolahragaan) di bawah Kemenpora. Keberadaan badan ini sangat penting yang bertugas menjaga kualitas mutu standar keolahragaan nasional, dan sebenarnya lembaga ini sudah dikehendaki oleh Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional yang disahkan sekitar 10 tahun sebelumnya.

Menjelang tugasnya mendampingi Menpora Imam Nahrawi berakhir, Faisol Riza ikut menyaksikan bagaimana eforia bangsa Indonesia menyambut keberhasilan kontingen Merah Putih mengembalikan tradisi emas pada Olimpiade 2016 Rio de Jenairo.

Usai mendampingi Menpora, Faisol Riza, kemudian bergeser menjadi Staf Khusus Menteri Ristek dan Dikti Muhammad Nasir sejak awal 2017. Sembari menjalani tugas Staf Khusus Menteri Ristek dan Dikti Muhammad Nasir, Faisol Riza yang menjabat sebagai Wasekjen di PKB, tidak bisa sepenuhnya meninggalkan dinamika olahraga di Senayan. Sebab, ia telah didaulat menjadi Ketua Umum Pengurus Pusat Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) hingga 2019. Dia cukup konsen memimpin FPTI karena panjat tebing harus mempersiapkan diri menghadapi Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang.

Selain Asian Games 2018, FPTI menjadi organisasi olahraga penting karena untuk pertama kalinya, panjat tebing bakal dipertandingkan di Olimpiade 2020 Tokyo. Karena sudah menunjukkan prestasi bersinar di kawasan Asia dan bahkan level dunia, panjat tebing menjadi salah satu cabang olahraga yang potensial bisa menjawab harapan pemerintah dan masyarakat agar Indonesia meraih lebih banyak medali di level Olimpiade, tidak terus hanya bertumpu pada bulutangkis dan angkat besi. Faisol Riza sebagai nakhoda PP FPTI, otomatis juga berada di posisi yang menentukan untuk mewujudkan harapan tersebut.

Pada April 2018, ia dilantik menjadi Anggota DPR RI menggantikan Malik Haramain yang mencalonkan diri sebagai Bupati Probolinggo. Riza akan bertugas di DPR hingga 2019.