KERAJAAN SEKALA BRAK

Kerajaan Sekala Brak (Baca: Sekala Bkhak) adalah sebuah kerajaan yang berlandaskan nilai-nilai agama islam. Diriwayatkan kedatangan AL-Mujahid dari Pasai, Keturunan Sultan Iskandar Zulkarnain Gelar Sultan Yang Dipertuan, Sampainya-n di Pagaruyung, kemudia setelah berdirinya kerajaan di Pagaruyung, dari Pagaruyung Empat Umpu dari keturunan anak Raja ini beranjak ke Muko-moko menyebarkan agama Islam. Setelah itu Kerajaan Skala Brak Kuno ditaklukan oleh Empat Umpu yang menolak ajaran agama islam kemudian Kerajaan Sekala Brak Kuno berubah menjadi Kepaksian Sekala Brak. Dinasti Sekala Brak Sultan Iskandar Zulkarnain terletak di kaki Gunung Pesagi di HANIBUNG (gunung tertinggi di Lampung).

Etimologi

sunting

Sekala Brak, yang dipercaya oleh sebagian masyarakat Lampung sebagai salah satu tempat asal mula bangsa Lampung, yaitu sebuah Kerajaan yang letaknya di dataran tinggi di tengkuk gunung pesagi, sebelah selatan Danau Ranau yang secara administratif kini berada di Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung Indonesia. Dari dataran Sekala Brak inilah sebagian leluhur bangsa Lampung menyebar ke setiap penjuru dengan mengikuti aliran Way atau sungai-sungai yaitu way semangka, way kanan, way seputih, way sekampung dan way tulang bawang, way komering beserta anak sungainya, sehingga meliputi dataran Lampung dan Palembang serta Pantai Banten.

Sekala Brak memiliki makna yang dalam, dan sangat penting bagi bangsa Lampung. Bukti tentang kemasyuran kerajaan Sekala Brak didapat dari cerita turun temurun yang disebut warahan, warisan kebudayaan, adat istiadat, keahlian serta benda dan situs seperti tambo, dolmen batu brak, batu kayangan, maqom, benteng dan dalung seperti yang terdapat di Kenali, Batu Brak dan Sukau.

Ada beberapa teori tentang etimologi Sekala Brak, yaitu:

Sakala Bhra yang berarti titisan dewa (terkait dengan Kerajaan Sekala Brak Hindu) Segara Brak yang berarti genangan air yang luas (diketahui sebagai Danau Ranau) Sekala Brak yang berarti tumbuhan sekala dalam jumlah yang banyak dan luas (tumbuhan ini banyak terdapat di Pesagi dan dataran tingginya)

Dalam buku Zawawi Kamil (Menggali Babad & Sedjarah Lampung) disebutkan dalam sajak dialek Komering/Minanga:

'"Adat lembaga sai ti pakaisa buasal jak Belasa Kapampang, Sajaman rik tanoh pagaruyung, moko-muko pemerintah bunda kandung, Cakak di Gunung Pesagi rogoh di Sekala Berak, Sangon kok turun temurun jak ninik puyang paija, Cambai urai ti usung dilom adat pusako"

Terjemahannya berarti

"Adat Lembaga yang digunakan ini berasal dari Belasa Kepampang (Nangka Bercabang), Sezaman dengan ranah pagaruyung, muko-muko pemerintah bundo kandung, Naik di Gunung Pesagi turun di Sekala Berak, Memang sudah turun temurun dari nenek moyang dahulu, Sirih pinang dibawa di dalam adat pusaka, Kalau tidak pandai tata tertib tanda tidak berbangsa".

Dalam catatan Kitab Tiongkok kuno yang disalin oleh Groenevelt kedalam bahasa Inggris bahwa antara tahun 454 dan 464 Masehi disebutkan kisah sebuah Kerajaan Kendali yang terletak di antara pulau Jawa dan Kamboja. Prof. Wang Gungwu dengan lebih spesifik menyebutkan bahwa pada tahun tahun 441, 455, 502, 518, 520, 560 dan 563 yang mulia Sapanalanlinda dari Negeri Kendali mengirimkan utusannya ke Negeri Cina.

Menurut Zawawi Kamil (Menggali Babad & Sedjarah Lampung) disebutkan dalam sajak dialek Komering/Minanga: "Adat lembaga sai ti pakaisa buasal jak Belasa Kapampang, Sajaman rik tanoh Pagaruyung dalih muko-muko pemerintah Bundo Kandung, Cakak di Gunung Pesagi rogoh di Sekala Berak, Sangon kok turun temurun jak ninik puyang paija, Cambai urai ti usung dilom adat pusako" Terjemahannya berarti "Adat Lembaga yang digunakan ini berasal dari Belasa Kepampang (Nangka Bercabang), Sezaman dengan ranah Pagaruyung dan muko-muko pemerintah Bundo Kandung (pada abad 15), Naik di Gunung Pesagi turun di Sekala Berak, Memang sudah turun temurun dari nenek moyang dahulu, Sirih pinang dibawa di dalam adat pusaka, Kalau tidak pandai tata tertib tanda tidak berbangsa".

Menurut cerita turun temurun, Kerajaan Sekala Brak ini dihuni oleh Orang Mulia dengan Ibu Negeri Kenali dan Agama resminya adalah Hindu Bairawa. Hal ini dibuktikan dengan adanya Batu Kepampang di Kenali yang fungsinya adalah sebagai alat untuk mengeksekusi Pemuda dan Pemudi yang tampan dan cantik sebagai tumbal dan persembahan untuk para Dewa.

Di lereng gunung Pesagi,dapat ditemukan berbagai peninggalan lain,seperti bebatuan yang tersebar di gunung Pesagi,tapak bekas kaki,altar/tempat eksekusi muda-mudi, Archa Ganesa. Kerajaan Sekala Brak menjalin kerjasama perdagangan antar pulau dengan Kerajaan Kerajaan lain di Nusantara dan bahkan dengan India dan Negeri Cina. Prof. Olivier W. Wolters dari Universitas Cornell, dalam bukunya Early Indonesian Commerce, Cornell University Press, Ithaca, New York, 1967, hal. 160, mengatakan bahwa ada dua kerajaan di Asia Tenggara yang mengembangkan perdagangan dengan Cina pada abad 5 dan 6 yaitu Kendali di Andalas dan Ho-lo-tan di Jawa. Dalam catatan Dinasti Liang (502-556) disebutkan tentang letak Kerajaan Sekala Brak yang ada di Selatan Andalas dan menghadap kearah Samudra India, Adat Istiadatnya sama dengan Bangsa Kamboja dan Siam, Negeri ini menghasilkan pakaian yang berbunga, kapas, pinang, kapur barus dan damar.

Dari Prasasti Hujung Langit (Hara Kuning) bertarikh 9 Margasira 919 Caka yang di temukan di Bunuk Tenuar Liwa terpahat nama raja di daerah Lampung yang pertama kali ditemukan pada prasasti. Prasasti ini terkait dengan Sekala Brak yang masih dikuasai oleh Orang Mulia. Diketahui nama Raja yang mengeluarkan prasasti ini tercantum pada baris ke-7, menurut pembacaan Prof. Damais namanya adalah Baginda Sri Haridewa. Lebih jauh lagi Sekala Brak Hindu adalah juga merupakan cikal bakal Sriwijaya, di mana saat persebaran awal dimulai dari dataran tinggi di tengkuk gunung Pesagi dan Danau Ranau satu kelompok menuju keselatan menyusuri dataran Lampung dan kelompok yang lain menuju kearah utara menuju dataran Palembang. Bahkan seorang keturunan dari Sekala Brak Hindu adalah merupakan Pendiri dari Dinasti Sriwijaya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanaga yang memulai Dinasti Sriwijaya awal dengan ibu negeri Minanga Komering.

Berdasarkan Cerita dari turun temurun dan Sejarah yang disusun di dalam Tambo, dataran Sekala Brak yang pada awalnya dihuni oleh suku bangsa Orang-orang mulia ketutunan Orang Mulia ini mengagungkan sebuah pohon yang bernama Belasa Kepampang atau nangka bercabang karena pohonnya memiliki dua cabang besar, yang satunya nangka dan satunya lagi adalah sebukau yaitu sejenis kayu yang bergetah. Keistimewaan Belasa Kepampang ini bila terkena cabang kayu sebukau akan dapat menimbulkan penyakit koreng atau penyakit kulit lainnya, namun jika terkena getah cabang nangka penyakit tersebut dapat disembuhkan. Karena keanehan inilah maka Belasa Kepampang ini diagungkan oleh suku bangsa Orang-orang mulia ketutunan Orang Mulia (Suku/Buay Tumi).

Berdirinya Kepaksian Sekala Brak

sunting

Didalam buku Kerajaan Jambulipo yang diterbitkan melalui Kelompok Penerbit Diandra Anggota IKAPI (062/DIY/08) pada BAB 2 halaman 31 Sejarah Singkat Kerajaan Jambulipo menjelaskan A.R Chaniago dalam (Firman,20120) berpendapat bahwa Kerajaan Jambulipo merupakan salah satu kerajaan tertua di Minangkabau dan diperkirakan telah ada sejak abad ke-10 Masehi tahun 901 Masehi, Ia juga menyebutkan bahwa Jambulipo dahulunya merupakan nama daerah yang menjadi tempat tinggal raja-raja zaman Dharmasraya (Firman,2012), Dharmasraya merupakan nama daerah yang cukup terkenal di Sumatra bagian tengah ketika agama Budha berkembang pesat pada awal abad ke-13 Masehi Dharmasraya berada di sekitar hulu sungai Batanghari, yaitu salah satu sungai terbesar di pulau Sumatra dengan lebar sekitar 500 m dan panjang 800 km. Sungai batanghari menjadi jalur transportasi dan perdagangan yang ramai di Pulau Sumatra bagian tengah kala itu (Soekmono, 1992:40; Utomo,1992:178). Nama Dharmasraya tercatat dalam Kitab Nagarakertagama sebagai salah satu daerah yang menjai tujuan pasukan Ekspedisi Pamalayu Kerajaan Singasari atas perintah Raja Kartanegara pada tahun 1275 Masehi (Soekmono 1992:40;Utomo 1992:175; Kusumadewi 2012:4-5).Kini Dharmasraya merupakan sebuah Kabupaten Dharmasraya secara adat termasuk dalam wilayah Kerajaan Jambulipo. Diriwayatkan di dalam Tambo bahwa para Pendiri Kerajaan Sekala Brak. dari Pasai, Sampainya-n di Pagaruyung, kemudia setelah berdirinya kerajaan di Pagaruyung, dari Pagaruyung Empat Umpu dari keturunan anak Raja ini beranjak ke Muko-moko menyebarkan agama Islam. Setelah itu Kerajaan Skala Brak Kuno ditaklukan oleh Empat Umpu yang menolak ajaran agama islam kemudian Kerajaan Sekala Brak Kuno berubah menjadi Kepaksian Sekala Brak. Sebagaimana Mataram, Kutai dan Pagaruyung, Sekala Brak mengalami dua era yaitu era Keratuan Hindu Budha dan era Kesultanan Islam. Diriwayatkan di dalam Tambo bahwa empat Umpu keturunan anak Raja dari Pagaruyung, Umpu Ngegalang Paksi Gelar Sultan Ratu Ngegalang Paksi Sampainya-n di Sekala Brak menyebarkan agama Islam. Fase ini merupakan bagian terpenting dari eksistensi masyarakat Lampung. Dengan kedatangan Keempat Umpu ini maka merupakan kemunduran dari Kerajaan Sekala Brak Kuno atau Orang-orang mulia ketutunan Orang Mulia (Suku/Buay Tumi) yang merupakan penganut Hindu Bairawa/Animisme dan sekaligus merupakan tonggak berdirinya Kerajaan Sekala Brak atau Kepaksian Sekala Brak yang Berlandaskan Nilai-Nilai Agama Islam. Keempat Umpu Ngegalang Paksi Gelar Sultan Ratu Ngegalang Paksi masing masing adalah:

Umpu Bejalan Di Way Dia adalah Pendiri Paksi Bejalan Diway memerintah dan dimakamkan di Puncak, Sukarami Liwa Umpu Belunguh Dia adalah Pendiri Paksi Belunguh memerintah di Barnasi, Belalau Umpu Nyerupa. Dia adalah Pendiri Paksi Nyerupa memerintah di Tampak Siring, Sukau Umpu Pernong. Dia adalah Pendiri Paksi Pernong memerintah di Henibung, pad presensi Dolmen Batu Brak saat ini.

Umpu berasal dari kata Ampu Ratu seperti yang tertulis pada batu tulis di Pagaruyung yang bertarikh 1358 A.D. Ampu Tuan adalah sebutan Bagi anak Raja Raja Pagaruyung Minangkabau. Setibanya di Sekala Brak keempat Umpu bertemu dengan seorang Muli yang ikut menyertai para Umpu dia adalah Si Bulan. Di Sekala Brak keempat Umpu tersebut Mereka membuat satu kemufakatan diatas Gunung Pesagi untuk menjadikan Sekala Brak sebagai satu negeri yang dibagi menjadi Empat wilayah bagian, yang kemudian dikenal sebagai Empat Kepaksian/ Empat Ke Khalifahan, Paksi artinya Tinggi, Empat pemegang pucuk tertinggi didalam adat ke Empat Sultan ini Tidak Bersekutu Berpisah tidak Bercerai, mulai berdirinya Kepaksian Sekala Bkhak ditancapkan Bendera AL-LIWA/PANJI SYAHADATAIN diatas puncak Gunung Pesagi Mulailah Menjadi Kepaksian Sekala Bkhak Pada 27 Rajab Sekitar 600 Hijriyah.

Berdasarkan penelitian terakhir diketahui bahwa menyebarnya Agama Islam setelah keempat Umpu memerangi Ratu Sekeghumong yang merupakan anak dari Ratu Sangkan serta cucu dari Ratu Mucah Bawok yang memiliki sistem dan Struktur Organisasi tertua yang ada di tanah Lampung bahkan Ratu Sekeghumong berhasil dibunuh menggunakan sebuah keris bernama “Rakian Istinjak Darah” dan akhirnya dimenangkan oleh perserikatan Keempat Umpu Ngegalang Paksi Gelar Sultan Ratu Ngegalang Paksi sehingga dimulailah era Kesultanan Islam di Sekala Brak. Sedangkan penduduk yang belum memeluk agama Islam melarikan diri ke Pesisir Krui dan terus menyeberang ke pulau Jawa dan sebagian lagi ke daerah Palembang. Raja terakhir dari Buway Tumi Sekala Brak adalah Kekuk Suik sebagai anak laki-laki dari Ratu Sekeghumong dengan wilayah kekuasaannya yang terakhir di Pesisir Selatan Krui -Tanjung Cina.

Dataran Sekala Brak akhirnya dikuasai oleh keempat Paksi yang disertai Si Bulan “ Nabbai Paksi”, Maka Sekala Brak kemudian diperintah oleh keempat Umpu Ratu dengan menggunakan nama Kepaksian Sekala Brak. Inilah cikal bakal Kepaksian Sekala Brak yang merupakan puyang bangsa Lampung. Kepaksian Sekala Brak mereka Membagi wilayah kekuasaan dari Empat Umpu Ratu Kepaksian tersebut yakni :

Umpu Ratu Pernong yang wilayah kekuasaannya membentang mulai dari kecamatan Batu Brak, Kecamatan Suoh, Kecamatan Bandar Negeri Suoh setengah bagian dari Pesisir Tengah Krui yang saat ini merupakan wilayah Kabupaten Pesisir Barat, seluruh Pesisir Selatan sampai ke daerah Tikor Bekhak Tanggamus dengan pusat pemerintahan berada di Hanibung (Pekon Balak saat ini). Umpu Ratu Belunguh wilayah kekuasaannya membentang mulai dari kecamatan Belalau terus ke arah Sumber Jaya sampai mendekati Bukit Kemuning dengan pusat pemerintahan berada di Tanjung Menang. Umpu Ratu Nyerupa wilayah kekuasaannya meliputi Kecamatan Balik Bukit Liwa terus ke arah Ranau, setengah dari Pesisir Tengah Krui, seluruh Pesisir Utara sampai daerah Tebu Tegantung yang berbatasan dengan Kerajaan Sungai Limau di Bengkuludengan pusat pemerintahan berada di Tampak Siring. Adapun Umpu Ratu Bejalan Diway yang paling kecil wilayah kekuasaanya, hanya mencakup sebagian kecil dari kecamatan Batu Brak dengan pusat pemerintahan berada di daerah Puncak.

Sedangkan Si Bulan mendapatkan daerah Cenggiring namun seiring perjalanan waktu kemudian Si Bulan / Putri Bulan /Putri Indrawati ini hijrah dari Kepaksian Sekala Brak menuju kearah matahari hidup ada yang menyebutnya negeri menggala. Oleh karena Si Bulan hijrah maka atas permufakatan dari keempat Paksi tugasnya sebagai bendahara Paksi dipercayakan kepada seorang keturunan dari Si Bulan yaitu Si Nyata yang ada di Pekon Luas (Pekon Simpang Luas Saat ini), ialah yang melanjutkan tugas untuk menyimpan pusaka- pusaka, Indek Ketarau 1890-1910, Kitab tua dari kulit kayu yang disebut Tambo Paksi, Kitab tua dari kulit kayu Panduan Bacaan Sholat termasuk Pepadun dan kemudian diberi kedudukan Buay Belunguh sebagai pangtuha di wilayah Pekon Luas, kepadanya diberikan gelar Raja secara turun temurun. Adanya bendahara yang dipercayakan kepada Sinyata semata mata untuk menghindari perebutan atau perselisihan di antara keturunan keturunan Kepaksian Sekala Brak dikemudian hari.

Suku bangsa Orang Mulia yang lari kedaerah Pesisir Krui menempati marga marga Punggawa Lima yaitu Marga Pidada, Marga Bandar, Marga Laai dan Marga Way Sindi namun kemudian dapat ditaklukkan oleh Lemia Ralang Pantang yang datang dari daerah Danau Ranau dengan bantuan lima orang punggawa dari Kepaksian Sekala Brak. Dari kelima orang punggawa inilah nama daerah ini disebut dengan Punggawa Lima karena kelima punggawa ini hidup menetap pada daerah yang telah ditaklukkannya.

Agar syiar agama Islam tidak mendapatkan hambatan Kemudian pohon Belasa Kepampang atau Nangka yang menjadi sesembahan mereka dahulu ditebang dan dipotong menjadi dua bagian dan diberi nama Pepaduan yang dijadikan tempat untuk melakukan ritual pengislaman. ini merupakan pertanda jatuhnya kekuasaan suku bangsa Orang-orang mulya keturunan Orang mulya (Tumi) sekaligus hilangnya paham animisme di kerajaan Sekala Brak. Sekitar pertengahan abad 12 s/d 13 Masehi para SaiBatin di Sekala Brak berhasil merumuskan dan menggunakan aksara sendiri yang disebut “Had Lampung” sbb :

Tulisan Bahasa dan Aksara Lampung Yang Ditulis William Marsden melalui sejarah Sumatra, terbit pertama kali pada tahun 1779 dengan judul The History Of Sumatra.

Pada Tahun 1939 terjadi perselisihan di antara keturunan Sinyata memperebutkan keturunan yang tertua atau yang berhak menyimpan Pepaduan. Maka atas keputusan kerapatan adat dengan persetujuan Kepaksian Sekala Brak Keresidenan, Pepaduan tersebut disimpan digedung keturunan yang lurus dari Salah satu Umpu Ratu.

TAMBO Silsilah Kepaksian Sekala Brak

sunting
Silsilah Kepaksian Bejalan Di Way :
1. Ratoe Bejalan Di Way
2. Ratoe Tunggal
3. Kun Tunggal Simbang Negara
4. Ratoe Mengkuda Pahawang
5. Puyang Rakian
6. Puyang Raja Paksi
7. Dalom Sangun Raja
8. Raja Junjungan
9. Ratoe Mejengau
10. Pangeran Siralaga
11. Dalom Suluh Iroeng
12. Pangeran Nata Marga
13. Pangeran Raja Di Lampoeng
14. Pangeran Jaya Kesuma I
15. Pangeran Pakoe Alam
16. Pangeran Puspa Negara
17. Pangeran Jaya Kesuma II
18. Ratoe Kemala Jagat
19. Suntan Jaya Kesuma III
20. Suntan Jaya Kesuma IV
Silsilah Kepaksian Nyerupa:
1. Ratoe Nyeroepa
2. Si Gadjah Adoq Ratoe Piekoeloen
3. Tjerana Adoq Dalom Piekoeloen
4. Si Gadjah Adoq Ratoe Piekoeloen
5. Tjerana Adoq Dalom Piekoeloen
6. Si Gadjah Adoq Ratoe Piekoeloen
7. Melawan Adoq Pangeran Piekoeloen
8. Si Rasan Adoq Piekoeloen Ratoe Di Lampoeng
9. Melawan Batin Joenjoengan Adoq Piekoeloen Ratoe Di Lampoeng
10. Si Rasan Adoq Dalom Poerba Jagat Piekoeloen
11. Si Gadjah Adoq Dalom Ratoe Piekoeloen
12. Tjerana Adoq Ratoe Piekoeloen
13. Si Gadjah Batin Mengunang Adoq Piekoeloen Bala Seriboe
14. Si Pokok Adoq Dalom Piekoeloen
15. Si Gadjah Adoq Batin Piekoeloen
16. Merah Hakim Adoq Suntan Ali Akbar
17. Merah Hasan Adoq Suntan Ratoe Piekoeloen
18. Merah Hadis Adoq Dalom Baginda Raja
19. Syaifullah Hakim Adoq Suntan Akbarsyah
20. Salman Marga Alam Adoq Ratoe Piekoeloen Djayadiningrat
21. Dwi Tjakrawati Adoq Ratoe Piekoeloen Permata Alam
Silsilah Kepaksian Belunguh:
1. Oempoe Beloengoeh
2. Oempoe Siak
3. Oempoe Depati Djoendjoengan Sakti
4. Raja Keraton Batin
5. Pangeran Bala Seriboe I
6. Dalom Permata Djagat
7. Pangeran Bala Seriboe II
8. Pangeran Poeloen I
9. Pangeran Bala Seribu III
10. Pangeran Djaja Di Lampoeng I
11. Pangeran Bala Seriboe IV
12. Batin Dengian
13. Pangeran Djaja Di Lampoeng II
14. Suttan Ratoe Pikoeloen
15. Pangeran Permata Djagat II
16. Pangeran Djoendjoengan Sakti II
Silsilah Kepaksian Pernong:
1. Sultan Iskandar Zulkarnain Gelar Sultan Yang Dipertuan
2. Umpu Ratu Mamelar Paksi Gelar Sultan Ratu Mumelar Paksi
3. Umpu Ngegalang Paksi Gelar Sultan Ratu Ngegalang Paksi
4. Umpu Ratu Pernong Gelar Sultan Ratu Buay Pernong
5. Umpu Semula Jadi Gelar Sultan Ratu Semula Jadi (Yang Dipertuan Ke-5)
6. Umpu Ratu Semula Raja Gelar Sultan Ratu Semula Raja
7. Umpu Ratu Selalau Sanghyang Sangun Gukhu Gelar Sultan Umpu Ratu Selalau Sanghyang  Sangun Gukhu. (Yang Dipertuan Ke-7)
8. Umpu Ratu Depati Nyalawati Gelar Sultan Ratu Nyalawati Tanun (1472)
9. Umpu Ratu Depati Raja Gelar Sultan Ratu Depati Tahun (1544)
10. Umpu Raja Dunia Gelar Sultan Umpu Diraja, Pada masa itu sekitar tahun (1571)
11. Umpu Ratu Batin Sesuhunan Gelar Sultan Ratu Sesuhunan tahun (1645)
12. Umpu Batin Ratu Gelar Sultan Batin Ratu tahun (1695) (Yang Dipertuan Ke-12)
13. Umpu Raja Dunia Muda Gelar Sultan Maha Raja Muda tahun (1731)
14. Pangeran Dingadiraja Gelar Sultan Pangeran Umpu Diraja tahun (1747)
15. Pangeran Purba Gelar Sultan Pangeran Purba Jaya tahun ( 1776) 
16. Pangeran Alif Jaya Gelar Sultan Pangeran Alif Jaya tahun (1801)
17. Pangeran Batin Sekhandak Permaisuri Pinang Gelar Sultan Ratu Simbangan Dalom, Tahun (1844)
18. Yang Dipertuan Pangeran Ringgau Gelar Sultan Pangeran Batin Purbajaya Bindung Langit Alam Benggala tahun (1852)
19. Yang Dipertuan Bali Pangeran Hajji Habbiburahman Gelar Sultan Pangeran Sampurna Jaya Dalom Permata Intan Tahun (1879).
20. Pangeran Dalom Merah Dani Gelar Sultan Makmur Dalom Natadiraja tahun (1904), (yang dipertuan ke-20)
21. Pangera H. Suhaimi Gelar Sultan Lelamuda Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi Tahun (1926), (yang dipertuan ke-21)
22. Pangeran Maulana Balyan Gelar Sultan Sempurna Jaya Tahun (1949), (yang dipertuan ke-22)
23. Paduka YM SPDB Drs. H. Pangeran Edward Syah pernong,S.H. Gelar Sultan Sekala Brak Yang Dipertuan Ke-23. 


Perpindahan Warga Negeri Sekala Brak

sunting

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya sebagian besar suku bangsa Lampung, baik yang berada di daerah Lampung, Palembang, dan Pantai Banten berpengakuan berasal dari Bumi Sekala Brak. Perpindahan Warga Negeri Sekala Brak ini bukannya sekaligus melainkan bertahap dari waktu ke waktu yang dipengaruhi oleh beberapa peristiwa penting di dalam sejarah seperti:

Ketika suku bangsa Orang Mulia yang mendiami Sekala Brak terusir dan Skala Brak jatuh ketangan keempat Umpu, hingga mereka menyebar kedaerah lain. Perselisihan dan silang sengketa dikalangan keluarga yang mengakibatkan satu fihak meninggalkan Sekala Brak untuk mencari penghidupan ditempat lain. Adanya bencana alam berupa gempa bumi yang memaksa sebagian Warga Negeri Sekala Brak untuk berpindah dan mencari penghidupan yang baru. Adanya hubungan yang erat antara Kesultanan Banten dan Kebuayan Belunguh -Kenali, di mana dengan sengaja ditinggalkan disepanjang jalan beberapa orang suami istri untuk meluaskan daerah dan memudahkan perjalanan pulang pergi ke Banten. Sehingga berabad kemudian ditempat itu berdiri Pekon Pekon bahkan banyak yang sudah menjadi Marga. Hubungan inilah yang merupakan asal dari Cikoneng Pak Pekon di Pantai Banten. Perpindahan juga terjadi disebabkan peraturan adat yang mengikat yang menetapkan semua hak hak adat jatuh atau diwarisi oleh Putera Tertua, sehingga anak anak yang muda dipastikan tidak sepenuhnya memiliki hak apalagi kedudukan tertentu di dalam adat. Dengan cara memilih untuk pindah kedaerah yang baru maka dapat dipastikan mereka memiliki kedudukan dan tingkatan di dalam adat yang mereka bentuk sendiri ditempat yang baru.


WARISAN BUDAYA KEPAKSIAN SEKALA BRAK

sunting

Upacara Penobatan, tolak bala, Lingkaran hidup, Keagamaan dan Upacara Lainnya

Upacara dalam Kesatuan Proses Kehidupan Upacara adat dalam masyarakat Sai Batin Kepaksian Pernong, tidak terpisahkan dengan proses kehidupan sehari-hari. Artinya, upacara selalu terkait dengan tahapan-tahapan kehidupan. Tidak dijumpai upacara yang berkait dengan hari-hari peringatan tertentu, hari-hari besar tertentu. Upacara adat terkait kehamilan, kelahiran, khitan, pernikahan, dan kematian. Upacara pemberian gelar pun kebanyakan dikaitkan dengan perhelatan suatu keluarga dalam koordinasi para Kepala Jukkuan. Apabila Sultan dan Ratu datang langsung atau mengirim utusan, maka akan ada upacara penyambutan melalui tradisi penghormatan tertentu. Semua upacara itu telah memiliki baku tatacara yang lengkap.

Penattahan Adok dan Nayuh

Salah satu upacara yang cukup penting dalam masyarakat adat Kepaksian Pernong adalah Upacara Pemberian Gelar atau Penattahan Adok. Proses Penattahan Adok dilaksanakan bersamaan dengan berlangsungnya sebuah pesta perkawinan (nayuh) yang diselenggarakan oleh salah satu Jukkuan dalam Sekala Brak. Prosesi puncak berada di tengah acara resmi nayuh dan disaksikan oleh para Raja Kepala Jukku dari Jukkuan Kappung Batin maupun Jukkuan lain dalam Sekala Brak. Kehadiran Sai Batin dalam Penattahan Adok ini sangat diharapkan, baik oleh yang sedang punya hajat nayuh maupun masyarakat adat Sekala Brak. Kehadiran Sai Batin di tengah mereka dianggap sebagai anugerah.

Urutan acara pada Upacara Penattahan Adok, Paduka YM SPDB Drs. H. Pangeran Edward Syahpernong,S.H.. menyebut secara garis besar:

Pembacaan Surat Keputusan Sai Batin yang berisi ketetapan gelar dibacakan oleh Pemapah Dalom atau salah seorang Raja Jukkuan Kappung Batin yang ditunjuk. Dilanjutkan pembacaan nama dan gelar yang akan dianugerahkan Petugas Penattah membaca nama dan gelar yang diberikan disertai Penabuh Canang, yang bertugas memukul canang pada saat-saat tertentu dalam rangkaian pengumuman nama dan gelar.

Mereka ini terus didampingi Pembaca SK Sai Batin dan seorang Raja Jukkuan dari dusun yang sedang menyelenggarakan Tayuhan sebagai saksi.

Petugas Penattahan Adok ini berpakaian adat lengkap: tukkus, jas tutup, serong gantung kanan, kain buppak, dan keris serta seperangkat canang. Tata urutan Penattahan Adok secara garis besar adalah sebagai berikut: Petugas Penattahan Adok menghadap Sai Batin atau yang mewakili untuk minta izin dan perkenan guna mulai menjalankan tugasnya. Petugas duduk

dengan posisi Hejong Sumbah, duduk di atas dua kaki yang dilipat di belakang sedangkan badan berada di atas kaki kiri, bukan di atas lantai. Setelah duduk, petugas terlebih dahulu meletakkan keris pusaka yang dibawanya, letak pangkal (tangkai) keris ke arah Sai Batin.

Setelah meletakkan keris, petugas baru melakukan penghormatan kepada SaiBatin dengan mengangkat ke atas kepala kedua belah telapak tangan dirapatkan/ditangkupkan. Selesai menghaturkan sembah. petugas penattah menyampaikan maksudnya dan melaporkan tugasnya. Setelah mendapat jawaban dan perintah Sai Batin, petugas kembali memberi sembah. Petugas penattah adok segera menuju tempat upacara. Canang dipukul. Petugas penattah mulai berbicara di depan hadirin. Ia menyampaikan salam kepada Sai Batin dan hadirin dengan bahasa yang khusus. (Butattah). Materi yang harus disampaikan dalam butattah :

salam dan tangguhan atau alasan keberadaannya selaku petugas petattah; kilas balik sejarah kebesaran Sekala Brak Paksi Pak Sekala Brak dalam memimpin warga dan kabuayannya; memperkenalkan Jukkuan yang mengadakan hajatan dan figur para calon penerima gelar; pelaksanaan pemberian gelar disertai harapan agar adok yang diberikan selalu dipakai dalam penyebutan hari-hari berikutnya; salam dan pamit kepada Sai Batin dan hadirin. Selesai langsung kembali menghadap Sai Batin, menghatur sembah, melapor bahwa telah selesai menjalankan tugas, dan setelah mendapat perkenan Sai Batin petugas kembali ke tempat semula. Proses Pentattahan Adok berakhir. Dilanjutkan acara lain- lain.

Urutan Prosesi

Adat tradisi proses penyambutan Sai Batin dalam Tayuhan Jukkuan telah turun temurun dilakukan. Telah pula terjadi perubahan dari waktu ke waktu. Terakhir, Sai Batin telah menetapkan urutan prosesi secara lengkap sebagai berikut : Seperti halnya Penyambutan Sai Batin pada Tayuhan Jukkuan Gemutukh Agung Kageringan, pada tanggal 7 Oktober 2003. Sultan Sekala Brak Yang Dipertuan Ke -23 memerintahkan pada Jumat, 3 Oktober 2003 bahwa urutan upacara tersebut ditentukan urutan-urutannya. Raja Sempurna dan Raja Mega menerima perintah dimaksud. Dalam catatan Raja Sempurna, prosesi arak- arakan meliputi :

Sai Batin menunjuk Raja Alamsyah II Suka Rajin Kageringan sebagai Pepatih Arak-arakan.

Urutan Arak-arakan :

Sebelum Sai Batin tiba di lokasi, seluruh yang terlibat harus sudah siap di lokasi.

Saat Sai Batin tiba di lokasi disambut oleh :

- Pepatih Arak-arakan

- Payung Songsong Kuning dipegang oleh Jukkuan Kekhatun

- embawa Pedang, 4 bilah.

- Pembawa Tombak, 4 bilah

- Kebayan

- Payung Songsong Kuning, Parajurit Pedang, Prajurit Tombak, Pepatih Arak-arakan dan Kabayan mengiring Sai Batin dari sejak turun dari mobil hingga masuk ke Awan Geminsir.

- Di kiri kanan Awan Geminsir telah berbaris Mulli Meranai Margaan mendampingi Mulli Batin seluruh Jukkuan Marga.

- Sai Batin memasuki Awan Geminsir

Alat kebesaran Sai Batin semua berada di posisi masing-masing. Kabayan, Mulli Batin Jukkuan berikut Mulli Meranai lainnya serta Babbay berjalan mengikuti Awan Geminsir.

- Setelah dilaksanakan Tari Pedang Samang Begayut. Arak-arakan bergerak berjalan. Sai Batin berjalan dalam Awan Gemisir tanpa Lalamak Sambil terus berjalan, prosesi menyajikan gerak tarian, bunyi-bunyian yang meliputi :

- Terakot – Kekakti;

- Pencak Silat;

- Gamelan ditabuh;

- Hadrah (rebana) dimainkan;

- Muli Meranai dan Babbay Pantun.

Di titik tempat yang ditetapkan, arak-arakan berhenti. Disajikan Tarian Pedang Semang Begayut, para pemikul mengangkat tinggi-tinggi Awan Gemisir dan Sai Batin keluar dari dalamnya. Langsung Sai Batin berjalan di atas Lalamak yang disediakan khusus baginya. Sai Batin berjalan di atas Lalamak sampai dengan Kelasa. Pada saat itu, Sai Batin diiring oleh :

- prajurit berpedang;

- 4 prajurit bertombak;

- payung songsong kuning;

- Kebayan.

Perangkat Arak-arakan dikumpulkan di satu tempat. Bujang Gadis dan Babbai Buar menuju Tempat yang disediakan.

Pada saat Sai Batin keluar dari Awan Geminsir, melewati Lalamak, menuju Kalasa disambut oleh barisan Raja-raja Jukkuan Marga berpakaian adat kebesaran dan memberi salam adat. Salam adat, kedua telapak tangan diangkat bersama di atas kening. Sai Batin membalas dengan meletakkan telapak tangan kanan di dadanya. Jadi, tidak bersalaman. Di ujung barisan Raja-raja Jukkuan berdiri para Haji dari seluruh Marga berpakaian gamis.

Sai Batin memasuki Kelasa. Tetap diiring Payung Songsong Kuning dan pengawalnya sampai di tempat duduk. Payung dan Pengawal berposisi di belakang Sai Batin duduk Setelah Sai Batin duduk di Kelasa, seluruh hadirin duduk. Acara siap dimulai. Diawali Tangguhan kepada Sai Batin oleh yang mewakili Jukkuan Gemuttukh Agung. Setelah selesai Tangguhan, acara resmi dimulai dipandu oleh Pembawa Acara.

Seterusnya, acara penattahan berlangsung.

Biasanya juga dapat ditambah dengan barisan kehormatan berjumlah 48 orang(24 laki-laki dan 24 perempuan) memakai pakaian teluk belanga, sarung gantung ala Melayu dilengkapi dengan selempang khusus, ikat kepala merah, ikat pinggang warna merah. Pria mengenakan topi model Topi Belulang dilengkapi perisai dari rotan.

Pusaka-pusaka Istana dan Pusaka Pribadi Suatu ketika, Paduka YM SPDB Drs. H. Pangeran Edward Syahpernong,S.H. memperlihatkan sebuah tongkat komando yang cukup panjang.

Sekitar 60 cm. Terbuat dari kayu dan terlihat coklat tua mengkilap. Sebagaimana layaknya tongkat komando, memanjang lebih besar sedikit dari ibu jari tangan orang dewasa. Tampak seperti tongkat komando biasa. Tetapi ketika diperhatikan dengan seksama, di sepanjang permukaan tongkat komando terdapat goresan-goresan lembut yang berupa tulisan dalam huruf dan bahasa Lampung.

Untuk membacanya, perlu dibersihkan dengan cara dilap menggunakan kain halus secara perlahan dan terus menerus. Setelah itu, ke atas permukaannya diusap-usapkan tepung beras putih. Setelah merata pada bagian yang terdapat lekukan garis huruf akan terisi tepung halus dan permukaan tanpa lekukan akan tetap coklat. Karenanya guratan dan goresan huruf itu bisa terbaca. Konon, berisi pesan-pesan penting dalam menjalankan amanah sebagai pemimpin. Tongkat ini peninggalan para Sai Batin terdahulu dan tersimpan dengan baik sampai saat ini.

Disamping keris Istinjak Darah, seperti telah diceritakan pada bagian terdahulu, Kerajaan Kepaksian Pernong Sekala Brak juga memiliki begitu banyak keris, tombak, dan pedang. Dalam ingatan Paduka YM SPDB Drs. H. Pangeran Edward Syahpernong,S.H. disamping sejumlah keris pusaka yang tersimpan rapih, kakeknya pernah memperlihatkan begitu banyak keris tanpa penutup, tanpa tangkai pegangan. Besi-besi keris itu teronggok begitu saja di kotak-kotak kayu. Paduka YM SPDB Drs. H. Pangeran Edward Syahpernong,S.H. kemudian membersihkan dan memperbaiki, melengkapi keris-keris itu. Kini, sebagian dari keris itu sudah diberi sarung dan tangkai yang bagus. Beberapa di antaranya telah dianugerahkan kepada sejumlah Raja Jukkuan, para Penggawa dan orang- orang yang dipandang pantas.

Sistem Pemerintahan Adat Di Kepaksian Pernong Sekala Brak.

Inilah warna kekayaan budaya di Tanah Lampung, jadi bicara tentang Lampung maka bicara tentang SaiBatin dan Pepadun, 2 komunitas yang saat ini tersublimasi menjadi satu peradaban baru yang menata kehidupan bermasyarakat, menjaga ketertiban dan menciptakan pranata pranata sosial dari zaman ke zaman yang dianut oleh masyarakat Lampung hingga saat ini. Eksistensi Kerajaan Kepaksian Pernong Sekala Brak sampai saat ini masih terjaga secara utuh.

Sultan merupakan pucuk pimpinan tertinggi didalam adat istiadat sekala brak dengan sebutan Dudungan Mulia atau Puniakan Dalom Beliau dari masyarakat kepada sang pimpinan adat. Segala titah Sai Batin atau Sultan adalah amanat yang musti dijalankan oleh siapapun yang menerima titahnya, seperti termaktub dalam pantun azimat yang berbunyi “ Khiah Khiah Kik Dawah, Kekunang Kak Debingi, Kak Saibatin Mekhittah, Tisansat Kipak Mati “ , maknanya adalah sifat kesetiaan masyarakat adat terhadap amanah yang dititahkan oleh sultannya, sekalipun untuk menunaikannya harus mempertaruhkan nyawa.

Dalam menjalankan pemerintahan adat, sai batin memiliki struktur adat yang tersusun rapi sebagaimana pranata adat yang diteruskan dari para sultan sebelumnya, Struktur pemerintahan adat di Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak sifatnya bertingkat dari atas hingga bawah, seluruh jabatan memiliki tanggun jawab dan pranata adat tersendiri. Terdapat 7 hierarki gelar dalam Kerajaan Paksi Pak Sekala Brak yang dapat menentukan kedudukan atau jabatan seseorang didalam adat, dimulai dari yang tertinggi yaitu Sultan, Raja Suku/ Jungku/ Jukku, Batin, Radin, Minak, Kimas dan Mas/ Inton.

Di dalam Kerajaan Kepaksian Pernong Sekala Brak, seorang Sultan yang berkedudukan selaku Sultan/RaiBatin Raja Adat Dikepaksian memiliki Pemapah Dalom yang mengurusi bagian internal kerajaan, sedangkan tugas eksternal dipegang oleh Perdana Menteri. Kedudukan Pemapah Dalom biasanya dipercayakan kepada paman atau adik Sultan. Para Pemapah Dalom atau Pemapah Paksi bergelar Raja/Jukuan.

Adapun Masyarakat adat di dalam pemerintahan Kepaksian Pernong terkelompok dalam tingkatan wilayah pehimpunan adat, sebagai berikut :

Wilayah Adat Jukku dipimpin Kepala Jukku bergelar Raja, seorang raja jukuan memimpin sejumlah orang yang bergelar Batin. Wilayah Adat Sumbai dipimpin Kepala Sumbai bergelar Batin, seorang batin memimpin sejumlah orang yang bergelar Radin. Wilayah Adat Kebu dipimpin Kepala Kebu bergelar Radin. seorang radin memimpin sejumlah Ragah ( kepala keluarga ). Lamban (Rumah/ Keluarga) dipimpin Kepala Keluarga atau Ragah.

Dalam menyelesaikan masalah ditengah masyarakat, berlaku Permufakatan Sidang Adat atau yang disebut “HIMPUN”, diantaranya ada Himpun Keluarga, Himpun Bahmekonan ( dalam satu kampung ), Himpun Kampung Batin ( Tingkat Petinggi Lingkungan Istana ), Himpun Paksi / Marga ( Tingkat Tertinggi yang dihadiri oleh Sultan ). Tata petiti didalam melaksakan himpun sangat diatur, mulai dari busana yang biasanya menggunakan kopiah dikepala serta kain sarung belipat, sikap dan sopan santun, serta tutur kata tersusun. Kedua belah pihak yang sedang melakukan percakapan didalam sebuah himpun menggunakan kata-kata yang penuh penghormatan serta alur pembicaraan yang teratur, percakapan itu biasa disebut "betetangguh ". Hasil dari sebuah musyawarah adat nantinya menjadi aturan yang musti dijalankan setelah diputuskan dan ditetapkan oleh Saibatin.

Tata Petiti Adok ( Gelar)

Adok yang menjadi bagian dari tradisi asli masyarakat Lampung adalah merupakan warisan yang terus disimbangkan ( disandangkan) kepada seorang dari generasi ke generasi. Gelar yang dimiliki seseorang menunjukkan peran dan tanggung jawabnya ditengah –tengah masyarakat, karena dengan menyandang suatu gelar maka sudah selayaknya seseorang membawa kehormatan dirinya, mewujudkan kebesaran gelarnya menjadi sebuah bentuk perilaku dan karya terbaik, serta menjaga nama baik keluarganya sebagaimana gelar yang diwariskan padanya itu telah memeberi kebesaran dimasa lalu.

Terdapat tata aturan adok yang harus tetap dihormati dan dijalankan hingga kapanpun. Wujud tata petiti adok dipersonifikasikan menjadi “tungku” yaitu tiga buah batu perapian, dimana letak dan posisi ketiga batu itu harus saling berkesesuaian, tidak akan dapat digunakan jika salah satunya tiada. Kaidah adok itu berbunyi sebagai berikut, “Adok Nitutuk Tutokh, Tutokh Nutuk Di Jujjokh” artinya Gelar diikuti Panggilan, Panggilan ikut kepada Kedudukan/Nasab/Garis Keturunan. Ketiga hal tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya.

Adok

Adok diartikan dengan Gelar, dianugerahkan kepada seseorang setelah menginjak jenjang pernikahan dan dilekatkan kepada seseorang melalui prosesi adat butettah didalam rangkaian upacara adat atau Tayuhan. Diwilayah tanoh unggak sekala brak, adok memiliki hierarki atau tingkatan sebagai berikut :

Sultan ( untuk Saibatin Paksi ) Raja / Dipati. Batin Radin Minak Kimas Mas/Inton

Setiap jenjang adok memiliki “ rukun pedandan” atau ketentuan adat tersendiri yang dilarang dipakai oleh adok lain, melekat bagi dirinya tatanan adat mengenai “alat di lamban, alat dibadan , dan alat dilapahan”. Oleh karena kekhususan tatanan tersebut, dengan melihat tatanan yang dikenakan seseorang, maka dengan mudah dapat diketahui kedudukan dan adoknya.

Tutokh / Tutukh / Panggilan.

Masyarakat adat Lampung dalam berkomunikasi sangatlah mengedepankan etika sopan santun sesuai tata petiti adat yang ada, diantaranya dalam hal panggilan atau tutokh yang harus disesuaikan dengan adok seseorang.

Tutokh “ Pun “ ( pria ) dan “ Kaka Ratu “ ( wanita ) adalah panggilan kepada kakak tertua bagi keluarga Sai Batin atau yang beradok Sultan / pangeran / Dalom. Dan untuk tutokh kepada orang tuanya adalah Pak Dalom dan Ina Dalom. Secara umum tutokh untuk seorang Sultan adalah Puniakan Dalom Beliau. Tutokh “ Atin” adalah untuk panggilan kepada kakak tertua bagi keluarga Dipati atau yang beradok Raja. Dan untuk tutokh kepada orang tua nya adalah Pak Batin dan Ina Batin. Tutokh “ Dang” ( pria ) dan “ Cik Wo “ ( wanita ) adalah panggilan untuk kakak tertua bagi keluarga Batin. Dan untuk tutokh kepada orang tua nya adalah Tuan Tengah dan Cik Tengah. Tutokh “ Udo Ngah “ ( pria ) dan “ Cik Ngah “ ( wanita ) adalah panggilan kakak tertua bagi keluarga dari seorang yang ber adok Radin. Dan untuk tutokh kepada orang tua nya adalah Pak Balak dan Ina Balak. Tutokh “Udo” dan “uwo” adalah panggilan kakak tertua bagi keluarga dari seorang yang beradok Minak . Dan untuk tutokh kepada orang tua nya adalah Pak Ngah dan Mak Ngah.

Tutokh “abang dan ngah” adalah panggilan untuk kakak bagi jenjang di bawah nya . Dan untuk tutokh kepada orang tua adalah Pak Lunik dan Ina Lunik, Pak Cik dan Mak Cik.

Jujjokh

Jujjokh dapat diartikan sebagai kedudukan. Ada beberapa macam ketentuan mengenai jujjokh yaitu Adok Sultan berkedudukan sebagai Saibatin Paksi, seorang beradok Raja memiliki kedudukan sebagai kepala jukkuan atau suku, seorang Batin memiliki kedudukan sebagai kepala sumbai, seorang Radin berkedudukan sebagai kepala kebu, adok Minak / Kimas / Mas berkedudukan sebagai Ragah atau kepala keluarga.

Dalam tata petiti adat, sejatinya seluruh adok adalah mutlak anugerah dari Pimpinan Adat Tertinggi yaitu Sultan atau Sai Batin, meski demikian adok juga dianugerahkan mempertimbangkan atas jasa seseorang kepada adat. Sai Batin mengambil keputusan bukan tanpa dasar dan menutup diri atas aspirasi dari bawah. Untuk seseorang yang akan diberi adok Para.

Raja / Depati berkewajiban menyusun angkat tindih ( tingkatan ) status anak buah seoseorang tersebut, untuk kemudian dilaksanakan musyawarah atau disebut Himpun/Hippun. Para kepala Jukku berkewajiban menyusun akkat tindih (tingkatan) status anak buah yang akan diberi gelar. Akkat tindih itu kemudian dimusyawarahkan dengan raja-raja Kappung Batin. Pengusulan pakkal ni adok ini harus menimbang gelar dari ayahnya (lulus kawai); cakak adok (naik tingkatan gelar) dan adanya pemekaran Jukkuan. Hasil musyawarah diserahkan kepada Sai Batin melalui Pemapah Dalom/Pemapah Paksi untuk dimintakan persetujuan. Apa pun keputusan Sai Batin itulah yang harus diterima.

Jika seorang menyandang adok yang tidak sesuai tata adatnya maka masyarakat mengistilahkan dengan “ Busuk Huwak ” atau memakai baju yang ukurannya kebesaran sehingga terlihat janggal dan tidak pantas maka menimbulkan “ Upok Bujuk “ atau cemo’ohan masyarakat atas perilaku tersebut. Masyarakat adat Lampung yang memegang teguh tata petiti adat saibatin “ Pandai Dihejonganni Dikhi” yang berarti faham letak dan peran dirinya dalam masyarakat adat untuk senantiasa berbuat yang terbaik sesuai kapasitas diri.

Negeri baru bentukan dari Si Bulan (Buay Bulan) atau Putri Indarwati yang berasal dari Sekala Brak mendirikan negeri yang baru diluar Bumi Sekala Brak yaitu di daerah Tulang Bawang

Falsafah Hidup Masyarakat Lampung

Menurut kitab Kuntara Raja Niti, Ulun Lampung haruslah memiliki Lima Falsafah Hidup:

Piil-Pusanggiri (malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri), Juluk-Adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya), Nemui-Nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi, selalu mempererat persaudaraan serta ramah menerima tamu), Nengah-Nyampur (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis), Sakai-Sambayan (gotong-royong dan saling membantu dengan anggota masyarakat lainnya).

Tujuh Pedoman Hidup Ulun Lampung:

Berani menghadapi tantangan: mak nyerai ki mak karai, mak nyedor ki mak bador. Teguh pendirian: ratong banjir mak kisir, ratong barak mak kirak. Tekun dalam meraih cita-cita: asal mak lesa tilah ya pegai, asal mak jera tilah ya kelai. Memahami anggota masyarakat yang kehendaknya tidak sama: pak huma pak sapu, pak jelma pak semapu, sepuluh pandai sebelas ngulih-ulih, sepuluh tawai sebelas milih-pilih. Hasil yang kita peroleh tergantung usaha yang kita lakukan: wat andah wat padah, repa ulah riya ulih. Mengutamakan persatuan dan kekompakan: dang langkang dang nyapang, mari pekon mak ranggang, dang pungah dang lucah, mari pekon mak belah. Arif dan bijaksana dalam memecahkan masalah: wayni dang rubok, iwani dapok.

Sekilas Tentang Seni Dan Tradisi

Bangsa Lampung memiliki ragam kesenian yang kaya akan keragaman, keindahan dan keanggunan budaya.

Tarian yang dibawakan oleh Muli Meghanai Lampung memiliki ciri khas gerak serta langgam tersendiri. Tarian klasik yang diselenggarakan pada saat upacara kerajaan adalah suatu bentuk tarian yang dikenal dengan nama Tarakot Kataki atau Lalayang Kasiwan yang masing masing diperagakan oleh dua belas Meghanai secara bersama sama sebagian memegang kipas dan sebagian lagi tidak memegang kipas.

Ragam tarian lain adalah Tari Tanggai yang ditampilkan oleh satu, dua, atau empat orang Muli yang masing masing memegang kipas. Di dalam membawakan Tari Tanggai para Muli ini menggunakan aksesoris berupa kuku kuku panjang yang terbuat dari perak yang dipasang diujung jari para penari. Tari tersebut diiringi oleh irama Gamulan/Kulintang dengan ditingkahi para Meghanai yang membawakan bait tertentu yang dinamakan Ngadidang. Dalam sepuluh hari di dalam bulan Syawal diadakan Sekuraan yaitu Festival Topeng yang diselenggarakan sebagai ungkapan suka cita setelah sebulan penuh berpuasa dan mendapatkan Hari Kemenangan. Sekuraan ini diadakan dibeberapa Pekon di Sekala Brak dengan berbagai suguhan Kesenian seperti Silek, Muwayak, Hadra, dan Nyambai oleh para Sekura.

Ada dua tipe Sekura yaitu Sekura Helau yang melambangkan kebajikan dan kebijaksanaan dan Sekura Kamak yang melambangkan Ketamakan dan Keangkaramurkaan. Sekura Helau mengenakan kostum yang indah dan bagus seperti bawahan yang mengenakan kain yang bermotifkan Tapis dan atasan yang mengenakan Kain Panjang, sedangkan Sekura Kamak mengenakan Topeng yang menyeramkan dan kostum yang kebanyakan berwarna hitam hitam. Setiap sehari sebelum Idul Fitri dan Idul Adha ada tradisi Ngelemang pada Paksi Paksi di Sekala Brak terutama di Paksi Buay Bejalan Di Way, ada beberapa jenis Lemang seperti Lemang Siwok yang terbuat dari ketan, Lemang Bungking yang terbuat dari ketan–pisang, dan Lemang Ceghughut yang terbuat dari ketan–gula merah. Tradisi ini sebenarnya adalah tradisi lanjutan seperti yang berlaku di daerah Minangkabau.

Bangsa Lampung dikenal memiliki kain tenun yang indah dan anggun yang dikenal dengan Kain Tapis. Tapis adalah kain yang agung dan sakral yang pada mulanya hanya dikenakan oleh Para Saibatin dan keluarganya saja terutama dikenakan dalam Gawi dan Upacara adat. Namun dalam perkembangannya Kain Tapis telah diproduksi secara massal sehingga setiap khalayak dapat berkesempatan untuk memiliki dan mengenakannya.

Saat ini Kain Tapis telah dikomersialkan dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan telah melanglangbuana hingga ke mancanegara. Kini Kain Tapis telah mengalami perkembangannya hingga semakin variatif dengan berbagai macam bentuk dan telah merambah dunia fasion seperti pakaian dan aksesoris aksesoris yang bermotifkan Tapis.

Referensi

sunting
1.  Prof. Wang Gungwu, dalam majalah ilmiahJournal of Malayan Branch of the Royal Asiatic Society
2.  Prof. Dr. Louis-Charles Damais dalam buku Epigrafi dan Sejarah Nusantara yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta, 1995, halaman 26-45
3.  Van Royen:1927
4.  Arlan Ismail:2003
5.  Cortesão, Armando, (1944), The Suma Oriental of Tomé Pires, London: Hakluyt Society, 2 vols.
6.  a b Hill, A. H., (1960), Hikayat Raja-raja Pasai, Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland, London. Library, MBRAS.
7.  Moquette, Jean Pierre, (1913), De Oudste Vorsten van Samudra-Pase, Rapporten van den Oudheidkundigen Dienst, Batavia, hlm. 1-12.