KERAJAAN SRIWIJAYA

BUMI SRIWIJAYA

A. Pendirian

Berdasarkan keterangan catatan dinasti Tang tahun 670M Sriwijaya yang mereka sebut Shelifoshi telah mengirim utusan ke Tiongkok .

Kemudian Seorang biksu Tiongkok Bernama Itsing Tahun 671 tinggal di Sriwijaya yang dia sebut dalam catatannya Negri Shelifoshi yang ibu kotanya Foshi terletak di sungai Foshi. Dari kota foshi ibukota kerajaan Shelifoshi Itu Itsing berlayar ke Melayu dan singgah di Melayu yang dalam catatan Itsing disebut Moloyo. Itsing tinggal dua bulan di Melayu. Dari Kota Foshi ke Melayu Itsing mencatat 15 hari pelayaran. Dari Melayu Itsing menuju Kedah di Semenanjung yang dia sebut dalam catatannta chaca. Setelah itu barulah Itsing menuju India.

Tahun 685 Itsing pulang dari India dan singgah lagi di Kedah. Itsing mencatat Kedah sekarang telah menjadi Shelifoshi / Sriwijaya. Kemudian Itsing menuju Melayu lagi Itsing juga mencatat Moloyo/ Melayu juga telah menjadi Shelifoshi/ Sriwijaya juga seperti Kedah. Tanpa sengaja dari Melayu Itsing pulang keTiongkok.

Tahun 685 itu juga Itsing datang lagi ke kota Foshi ibu kota Shelifoshi[1]. Itsing menyebut Shelifoshi/ Sriwijaya dan ibukotanya Foshi masih dengan sebutan yang sama pada tahun 671M. Kemudian Itsing tinggal di Shelifoshi 10 tahun lebih. Selama Itsing di India rupanya terjadi peristiwa Sidhayatra Sriwijaya di bawah pimpinan Dapuntahyang Sri Jaya tahun 683M. Peristiwa itu tercatat pada Prasasti Kedukan Bukit Palembang. Dari Prasasti kedukan Bukit di jelaskan setelah satu bulan naik perahu mangalap Sidhayatra Dapuntahyang marlapas dari Minangatamwan membawa pasukannya 20.000 di perahu dengan 200 koli rampasan dan 1312 pasukan berjalan kaki menuju Ibu kota Shelifoshi/ Sriwijaya yakni tempat ditemukannya Prasasti Kedukan Bukit ini. Yakni kota Foshi atau Palembang sekarang.

Dari catatan Itsing tahun 671 dan tahun 685 serta prasasti kedukan bukit 683 dapat diperoleh keterangan bahwa 1. Shelifoshi itu adalah Sriwijaya

2. Itsing menyebut Sriwijaya tahun 685 dengan sebutan yang sama pada tahun 671. Yakni Kerajaan Shelifoshi, ibu kotanya Foshi terletak di sungai foshi.

3. Tidak ada pemindahan ibu kota Shelifoshi. Tetap kota foshi ibu kota Shelifishi. Sebab jika ada pemindahan ibukota 683 pastilah Itsing akan menyebut dengan sebutan yang berbeda pada tahun 671 dengan tahun 685.

4. Tidak ada pergantian nama kerajaan Sriwijaya. Sebab Itsing menyebut Kerajaan Sriwijaya/ Shelifoshi tahun 685 sama dengan tahun 671 yakni kerajaan Shelifoshi artinya nama Sriwijaya tidak berubah.

5. Itsing mencatat Kedah dan Melayu pada tahun 685 telah menjadi milik Shelifoshi/ Sriwijaya. Artinya wilayah Shelifoshi/ Sriwijaya telah semakin luas.

6. Wilayah Melayu terletak di tengah- tengah antara Sriwijaya dan Kedah di semenanjung.

7. Tahun 683 pristiwa Sidhayatra pada Prasasti kedukan bukit itu bukanlah pristiwa pendirian kerajaan Shelifoshi/ Sriwijaya melainkan penaklukan Sriwijaya atas Minangatamwan. sebab tahun 671 Shelifoshi/ Sriwijaya sudah ada Itsing sudah tinggal 6 bulan di Shelifoshi/ Sriwijaya. Bahkan tahun 670 Shelifoshi/ Sriwijaya sudah mengirim utusan Ke kaisar dinasti Tang di Tiongkok.

B. Sriwijaya menurut perdebatan para ahli.

B. 1. Teori Palembang.

Teori ini dikemukakan oleh G. Codes, Nia Kurnia, slamet Mulyana, Vierre Yves Manguin, K. A. Nila Kanta Sastri, B. Bronson, O. W. Wolters, J. G. Kasparis.

G. Codes

G. Codes adalah seorang sarjana ahli sejarah dan ahli arkeologi francis. Beliau adalah orang yg pertama mengemukakan kalau Sriwijaya itu adalah kerajaan dan berpusat di Palembang.[2] teori G. Codes juga mengemukakan kalau Sanfotsi itu adalah Sriwijaya juga. Sebagaimana pernyataan G. Codes yang mengatakan Shelifoshi dan Sanfotsi itu adalah merujuk kepada kerajaan yang sama.[3] Bisa dibilang teori G. Codes ini adalah induk dari segala teori tentang kerajaan Sriwijaya. Semua para ahli pada dasarnya merujuk kepada teori G. Codes ini. Baik itu teori yang mendukung atau menguatkan, menyempurnakan, melenkapi dan teori yang berseberangan atau membantah. Teori G. Codes sejauh ini belum bisa di patahkan oleh teori manapun yang akan dibahas satu persatu.

Nia Kurnia

Nia Kurnia adalah pengarang buku Sejarah Kerajaan Sriwijaya. Didalam bukunya itu banyak menjelaskan teori- teori tentang kerajaan Sriwijaya. Nia Kurnia pada dasarnya sepakat dengan teori G. Codes bahwa Sriwijaya itu berada di Palembang. Namun dalam beberapa hal Nia kurnia juga mengemukakan pendapatnya sendiri diantaranya teori. Nama Sanfotsi dalam kronik-kronik Tiongkok abad 9-abad 12 adalah kerajaan Sriwijaya yg berpusat di Palembang. Sedangkan Sanfotsi dalam kronik-Tiongkok abad 13-abad 14 adalah kerajaan Malayu- Jambi[4]. Tetapi Kerajaan Malayu dan Jambi dalam Kronik-Kronik Cina tidak ada yang merujuk kepada Sanfotsi. Dalam Kronik Cina/ Tiongkok malayu tetap disebut melayu sedangkan Jambi disebut Chanpi maka Sanfotsi itu bukanlah Melayu atau Jambi. Sedangkan Sriwijaya dipalembang abad 9- abad 12 disebut dalam Kronik Cina sebagai Sanfotsi. Kenapa tiba-tiba tiba sanfotsi abad 13- 14 berubah jadi kerajaan Malayu Jambi. Apakah Malayu Jambi telah Menaklukan Palembang? Atau raja Palembang pindah ke Malayu Jambi. Sejauh ini tidak ada prasasti yang berasal dari abad 13- 14 baik di palembang atau di Jambi yang menerangkan Jambi menguasai Palembang. Begitu pula dengan catatan- catatan sejarah klasik seperti Sulalatussalatin, sejarah Melayu, Pararaton Negara kertagama, Hikayat pasai atau yang semisal itu belum ada juga yg menyebutkan kalau jambi abad 13-14 menguasai Palembang sebagai negri yg dikenal Sanfotsi.

Berdasarkan kronik-kronik Cina dan India Sriwijaya sejak di kalahkan kerajaan Cola di perintah oleh dinasti raja raja dari dinasti Rajendra dan keluarga warma dewa raja- raja Sriwijaya. pada tahun 1079 Kolothungga atau Diwakara raja Sanfotsi diPalembang mengirim bantuan 600.000 keping emas untuk pembangunan kuil di kanton tiongkok . Prasasti Grahi bertahun 1187 menyebutjan nama seorang raja Srimat Traylokya raja Mauli Warma Dewa. Dari gelar nama ini ada yg berpendapat Dinasti Mauli. Namun sebenarnya Dinasti Srimat traylokya raja Mauli Warma dewa ini adalah gelar Dinasti Rajendra dan Sailendra ( Seiwijaya ).

Begitu juga Srimat Tri Buwana Raja Mauli warmadew Prasasti Padang Roco adakah keturunan percampuran Dinasti Rajendra dengan Dinasti Sailendra sampai pada masa Aditya warman menjadi Raja di Malaya pura Minang Kabaw bergelar Srimat Udayaditya Warman Pratapa Parakrama Rajendra Mauli Warma Dewa. Maka jelas kalau Raja raja itu adalah keturunan Rajendra dan keturunan Palembang atau Sriwijaya. Namun yang jelas sejak Sriwijaya menaklukkan Melayu tahun 683 itu sudah barang tentu Raja sriwijaya dan putri Melayu terjadi perkawinan dan selanjutnya Melayu di kuasai raja raja keturunan Sriwijaya - melayu.

Slamet Mulyana

Beliau adalah seorang filolog dan ahli sejarah. Selamet Mulyana pada garis besarnya mendukung teori G. Codes atau mendukung teori Palembang tentang Sriwijaya pada masa awal abad 7 berasal dari Palembang dan berpusat di Palembang. Hanya saja teorinya agak lain tentang Sriwijaya dipertengahan abad 9 atau 850 M, menurutnya Sriwijaya tahun 850 itu sudah hancur sudah tidak ada lagi karena diserang Bala Putra Dewa. Yang ada tahun itu adalah kerajaan Swarna Dwipa dengan raja pertamanya Bala Putra Dewa dan berpusat di Jambi.[5] Slamet Mulyana yakin Sriwijaya hanya bertahan sampai tahun 850 setelah itu Sriwijaya tidak ada lagi. Teori Slamet Mulyana ini terpatahkan secara meyakinkan dengan adanya prasasti tanjor tahun 1025- M yang dengan jelas menyebutkan Serangan Kerajaan Cola terhadap kerajaan Sriwijaya. Artinya tahun 1025 Sriwijaya masih tegak berdiri. Maka dengan sendirinya teori Slamet Mulyana tentang kehancuran Sriwijaya tahun 850 dan Kerajaan Swarna Bumi itu bukan Kerajaan Sriwijaya sudah tidak berlaku lagi, tidak dapat dipertahankan lagi.

B. 2. Teori Jambi

Teori ini dikemukakan oleh: Soekmono, beliau adalah seorang ahli arkeologi. Menurut beliau Sriwijaya berada di Jambi karena jambi lebih strategis. Menurutnya berdasarkan garis pantai timur Sumatra abad 7 jauh berada di pedalaman. Jambi Abad Ke 7 terletak disebuah teluk dalam dan menghadap laut lepas. Sedangkan Palembang berada di ujung tanjung yang sempit sehingh mustajil menjadi ibukota Sriwijaya[6]. Sedangkan kabupaten OKI dan kabupaten MUBA dan sungai lematang, sungai Ogan, sungai Komering sekakarang ini dulu pada abad 7 belum ada masih berupa laut. Terjadi penambahan garis pantai Sumatra timur sekarang ini karena sungai sungai di sumatra membawa endapan lumpur ke pantai Sumatra timur. Sepertinya pendapat ini terlalu mengada ada, teori ilmu geomorfologi itu semakin lama bentuk daratan itu berkurang karena terjadi abrasi pantai, banjir rob, dan naiknya permukaan air laut dari waktu kewaktu, bukannya malah bertambah. Kalau endapan lumpur yg dibawa sungai tidak akan menambah garis pantai secara signifikan melainkan akan membentuk pulau pulau ditengah sungai seperti pulau Kemaro dan pulau Rimau di Palembang. Garis pantai Sumatra timur pada abad 7 tidak jauh berbeda dengan sekarang. Sungai Lematang, Ogan, dan Komering abad ke7 sudah ada. Begitu juga daratan OKI dan MUBA abad 7 suda ada. Dan pula para ahli sejarah sepakat Sriwijaya bisa besar dan maju bukan karena terletaknya yang strategis, tapi karena Sriwijaya bisa memperluas dan menguasai jalur- jalur Strategis. Artinya bukan pada letak tapi pada kemampuan Politik leadership rajanya yang mampu memaksa untuk berlabuh di Sriwijaya. Dan pula teori Soekmono ini secara meyakinkan jelas dan nyata terbantah dengan di temukannya situs Karang Anyar dan Situs Air Sugihan di kabupaten MUBA dan OKI Sumsel. Dengan demikian gugurlah teori Soekmono ini.

B. 3. Teori Riau

Teori ini dikemukakan oleh: R. Sukarto K Atmojo, Sartono Karto Direjo, Buchari, Purbacaraka

Purbacaraka

Belliau adalah seorang budayawan Jawa dan seorang abdi dalam kesusuhunan Surakarta. Pendapat Purbacaraka tentang Sriwijaya adalah terletak di pertemuan sungai Kampar kanan Dan sungai Kampar kiri berdasrkan petunjuk prasasti kedukan bukit yang menyebut Minanga tamwan yang artimya minanga artinya sungai tamwan artimya temu. Jadi maksudnya pertemuan dua sungai kembar atau sama artinya dengan minanga kamvar. Pendapat Purbacaraka ini terlalau mengada ada menempatkan posisi Sriwijaya hanya berdasar pada kata minanga adalah sungai dan tamwan yang artinya temu tanpa ada penelitian secara ilmiah dan mendalam. Tanpa didukung bukti bukti arkeologi dan prasasti prasasti yang ada. Purbacaraka tidak mengetahui isi prasasti Sriwijaya yang lain seperti prasasti Talang Tuwo yang dengan sangat jelas menulis temu. Artinya kata temu itu sudah ada dan sudah dipakai dalam tata bahasa Sriwijaya bukanlah tamwan. Teori Pubacaraka ini tidak bisa dipakai secara meyakinkan dimentahkan oleh prasasti Talang Tuwo Palembang. Teori Purbacaraka pada dasarnya mendukung teori Moens yang beranggapan Sriwijaya berada di Muara takus Riau. Lebih lanjut teori Moens yang banyak memaparkan teori riau secara ilmiah.

B. 4. Teori Semenanjung

Teori ini dikemukakan oleh J. L. Moens

B. 5. Teori Thailan

Teori ini dikemukakan oleh H. G. Quatric. Wales.

B. 6. Teori Jawa

Teori ini dikemukakan oleh R. C. Majumdar.


  1. ^ Takakusu, Junjiro (1896). "Arecord of the Budhist religion as practised in India and the Malay archipelago by Itsing Oxford London". 
  2. ^ Codes, George (1918). "Le Royaume de Criwijaya". Buletinde Ecole Francis de Xtreme orrien. 
  3. ^ Krom, N. J. (1938). Hindoe Tijd perk. Stapel Ges chiedenis Van Nederlandsch Indie Amsterdam. 
  4. ^ Kurnia, Nia (1983). Sejarah Kerajaan Sriwijaya. Girimukti Pusaka Jakarta . 
  5. ^ Mulyana, Slamet (1981). Kuntala, Sriwijaya, dan Swarna Bumi. Idayu Jakarta. 
  6. ^ Soekmono, R (1958). "tentang lokasi Sriwijaya". laporan kongres ilmu pengetahuan nasional I.