Trima Selviani
Positivisme
Paradigma positivisme mendifinisikan komunikasi sebagai suatu proses linier atau proses sebab akibat, yang mencerminkan pengirim pesan (komunikator, encoder) untuk mengubah pengetahuan (sikap atau perilaku) penerima pesan (komunikan / decoder) yang pasif (Mulyana, 2000:58). Model komunikasi linear atau komunikasi satu arah merupakan salah satu model yang paling banyak dikenal dan mudah dipahami. Model ini adalah model komunikasi yang menggunakan perspektif mekanistis, sehingga metodologi ilmu-ilmu alam digunakan dalam merumuskan data meneliti, dan menyimpulkan kebenaran tindakan komunikasi. Positivisme yang dikembangkan Auguste Comte disebut juga sebagai positivisme sosial. Paham ini meyakini bahwa kehidupan sosial hanya dapat dicapai melalui penerapan ilmu-ilmu positif. Positif berarti “apa yang berdasarkan fakta objektif”. Secara tegas, yang “positif” berarti yang nyata, yang pasti, yang tepat, yang berguna, serta yang mengklaim memiliki kesahihan mutlak. Savoir Pour Recoir (mengetahui untuk meramalkan) merupakan salah satu prinsip dasar positivisme sebagai hasil dari penggunaan pengandaian penelitian ilmu-ilmu alam. Pengandaian penelitian ilmu alam (keberjarakan, netralitas, manipulasi, hukum-hukum deduktif-nomologis, bebas kepentingan, universal, instrumental) oleh positivisme diterapkan, hanya saja objeknya bukan air atau tikus putih di laboratorium biologi melainkan tindak tanduk masyarakat. Dengan merujuk pada hukum deduktif-nomologis, siapapun penelitinya, asal memenuhi tata aturan prosedur penelitian, akan menghasilkan kesimpulan yang sama. Sehingga hasil penelitiannya dapat dipakai secara instrumental oleh siapapun dan di mana pun. Melalui cara ini, ilmu sosial dapat menemukan potret tentang fakta sosial yang bebas nilai (apa adanya, tidak mengandung penafsiran subjektif dari penelitinya). Positivisme adalah aliran filsafat ilmu yang didasarkan atas keyakinan atau asumsi-asumsi dasar : (1) Ontologi : Realisme. Semesta luaran digerakkan oleh hukum-hukum alam secara mekanis dalam hukum jika....maka.... Ilmu pengetahuan bertujuan untuk menemukan huku-hukum kausalitas; (2) Epistemologi : Dualisme. Teori menggambarkan semesta apa adanya tanpa keterlibatan nilai-nilai subjektif peneliti; (3) Metodologi: eksperimental. Hipotesis dirumuskan lebih awal dalam bentuk proposisi yang lalu dihadapkan pada verifikasi atau falsifikasi di bawah situasi yang banar-benar terkontrol. (Doni Gahral Adian, 2002:136) Doktrin pertama positivisme adalah kesatuan ilmu. Doktrin ini menyatakan bahwa keabsahan ilmu harus disandarkan pada kesatuan metode dan bahasa. Doktrin ini mengajukan kriteria batas-batas ilmu pengetahuan. Suatu pengetahuan dapat disebut ilmu pengetahuan bila a) bebas nilai, b) dihasilkan dari metode verifikasi-empiris, c) menggunakan bahasa logis-empiris, dan d) eksplanatoris. Atau dapat disederhanakan dalam menganut tiga prinsip positivisme : bersifat empiris-objektif, deduktif-nomologis, instrumental-bebas nilai. Inilah salah prinsip positivisme logis, yaitu bahwa “sebuah pernyataan mengandung arti jika dan hanya jika dapat dibuktikan secara analitis atau empiris”. Atau dengan kalimat yang sederhana dapat dikatakan, “jika sesuatu tidak dapat dilihat atau diukur, maka hal itu tak berarti dan tidak layak diperbincangkan”.