Suku Pakpak

sunting

Suku Pakpak adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di Pulau Sumatra Indonesia dan dikenal dengan ciri khas salam/sapaan NJUAH-NJUAH. Wilayah Suku Pakpak tersebar di beberapa kabupaten/kota di Sumatera Utara dan Aceh, yakni di Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Humbang Hasundutan, Tapanuli Tengah (Sumatera Utara), Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam (Aceh). Nenek moyang Suku Pakpak adalah Khada dan Lona, mereka berasal dari India Selatan (India Tondal) yang terdampar di Pantai Barus. Kemudian mereka menetap di Muara Tapus dekat Kota Berus lalu berkembang di tanah Pakpak dan kemudian menjadi Suku Pakpak. Dari pernikahan mereka lahirlah seorang putra yang bernama Hyang, dan setelah dewasa menikah dengan Putri Raja Barus.

sunting

Dari Pernikahan Hyang dengan Putri Raja Barus menghasilkan 8 (Delapan) keturunan yakni 7 (Tujuh) Laki-Laki dan 1 (Satu) Perempuan diantaranya :

  1. Si Haji,mempunyai Kerajaan di Banua Harhar yang mana saat ini dikenal dengan nama Hulu Lae Kombih,Kecamatan Siempat Rube. dengan keturunannya : bermarga Padang, Berutu dan Solin.
  2. Mbello (Perbaju Bigo), menurut kisah telah tenggelam oleh suatu peristiwa.
  3. Ronggar Jodi, pergi ke arah Utara dan membentuk Kerajaan yang bernama Jodi Buah Leuh dan Nangan Nantampuk Emas, saat ini masuk Kecamatan STTU Jehe.
  4. Mpu Bada, pergi ke arah Barat melintasi Lae Cinendang lalu tinggal di Mpung Si Mbentar Baju. Keturunannya bermarga : Manik, Beringin, Tendang, Bunurea, Gajah, Siberasa. Mpu Bada adalah yang terbesar dari pada saudara-saudaranya semua, bahkan dari pihak Suku Toba pun kadangkala mengklaim bahwa Mpu Bada adalah Keturunan dari Parna dari marga Sigalingging.sedangkan pada sejarah sudah jelas-jelas bahwa Mpu Bada adalah anak ke 4 dari Hyang. Makanya perlu hati-hati jika memperhatikan pembalikan fakta sejarah yang sering dilakukan oleh Pihak Toba dewasa ini. Marga Manik diturunkan oleh Mpu Bada yang mempunyai 4 orang anak yaitu : 1. Tondang 2. Rea sekarang menjadi Banurea 3. Manik 4. Permencuari yang kemudian menurunkan marga Boang Menalu dan Bancin.
  5. Raja Pako, pergi ke arah Timur Laut membentuk Kerajaan Si Raja Pako dan bermukim di Sicike-cike. Keturunannya bermarga  : Marga Ujung, Angkat, Bintang Capah, Sinamo, Kudadiri dan Gajah Manik (Si Pitu Marga)
  6. Bata, dengan keturunannya : Tinambunen, Tumangger, Maharaja, Turuten, Pinanyungen dan Anak Ampun.
  7. Sanggir, Sanggir pergi ke arah Selatan tp lebih jauh daripada Bata dan membentuk Kerajaan di sana,dipercaya menjadi nenek moyang marga Meka,Mungkur dan Kelasen.Keturunannya bermarga : Meka, Mungkur dan Kelasen.
  8. Suari Menikah dengan Putra Raja Barus dan memdiam di Lebbuh Ntua

Wilayah Suku Pakpak terbagi menjadi 5 (Lima) berdasarkan Suak/Sub-Suku, Yaitu :

sunting

1. Pakpak Simsim, yakni orang Pakpak yang menetap dan memiliki hak ulayat di daerah Simsim.

Antara lain, marga :

  • Berutu
  • Banurea
  • Sinamo
  • Boang manalu
  • Padang
  • Sitakar
  • Manik
  • Lingga
  • Tinendung
  • Kabeaken
  • Limbong
  • Cibro
  • Solin
  • dll

Dalam administrasi pemerintahan Republik Indonesia, kini termasuk dalam wilayah Kabupaten Pakpak Bharat.

2. Pakpak Kepas, yakni orang Pakpak yang menetap dan berdialek Keppas.

Antara lain. marga :

  • Ujung
  • Angkat
  • Bintang
  • Capah
  • Bako
  • Kudadiri
  • Maha
  • Gajah
  • Manik
  • Gajah
  • dll.

Dalam administrasi pemerintahan Republik Indonesia, kini termasuk dalam wilayah Kecamatan Silima Pungga-pungga, Tanah Pinem, Parbuluan, dan Kecamatan Sidikalang di Kabupaten Dairi.

3. Pakpak Pegagan, yakni orang Pakpak yang berasal dan berdialek Pegagan.

Antara lain, marga

  • Lingga
  • Maibang
  • Matanari
  • Manik
  • Siketang
  • dll

Dalam administrasi pemerintahan Republik Indonesia, kini termasuk dalam wilayah Kecamatan Sumbul, Pegagan Hilir, dan Kecamatan Tiga Lingga di Kabupaten Dairi.

4. Pakpak Kelasen, yakni orang Pakpak yang berasal dan berdialek Kelasen.

Antara lain, marga :

  • Tumangger
  • Anak ampun
  • Siketang
  • Kesogihen
  • Tinambunan
  • Maharaja
  • Meka
  • Berasa
  • Mungkur
  • dll

Dalam administrasi pemerintahan Republik Indonesia, kini termasuk dalam wilayah Kecamatan Parlilitan dan Kecamatan Pakkat (di Kabupaten Humbang Hasundutan), serta Kecamatan Barus (di Kabupaten Tapanuli Tengah).

5. Pakpak Boang, yakni orang Pakpak yang berasal dan berdialek Boang.

Antara lain, marga :

  • Sambo,
  • Penarik, dan
  • Saraan.

Dalam administrasi pemerintahan Republik Indonesia, kini termasuk dalam wilayah Singkil (Nanggroe Aceh Darussalam).

Meskipun oleh para antropolog orang-orang Pakpak dimasukkan sebagai salah satu sub etnis Batak di samping Toba, Mandailing, Simalungun, dan Karo. Namun, orang-orang Pakpak mempunyai versi sendiri tentang asal-usul jatidirinya. Berkaitan dengan hal tersebut sumber-sumber tutur menyebutkan antara lain (Sinuhaji dan Hasanuddin,1999/2000:16) :

sunting
  1. Keberadaan orang-orang Simbelo, Simbacang, Siratak, dan Purbaji yang dianggap telah mendiami daerah Pakpak sebelum kedatangan orang-orang Pakpak.
  2. Penduduk awal daerah Pakpak adalah orang-orang yang bernama Simargaru, Simorgarorgar, Sirumumpur, Silimbiu, Similang-ilang, dan Purbaji.
  3. Dalam Lapiken/Laklak (buku berbahan kulit kayu) disebutkan penduduk pertama daerah Pakpak adalah pendatang dari India yang memakai rakit kayu besar yang terdampar di Barus.
  4. Persebaran orang-orang Pakpak Boang dari daerah Aceh Singkil ke daerah Simsim, Keppas, dan Pegagan.
  5. Terdamparnya armada dari India Selatan di pesisir barat Sumatera, tepatnya di Barus, yang kemudian berasimilasi dengan penduduk setempat.

Berdasarkan sumber tutur serta sejumlah nama marga Pakpak yang mengandung unsur keindiaan (Lingga, Maha, dan Maharaja), boleh jadi di masa lalu memang pernah terjadi kontak antara penduduk pribumi Pakpak dengan para pendatang dari India. Jejak kontak itu tentunya tidak hanya dibuktikan lewat dua hal tersebut, dibutuhkan data lain yang lebih kuat untuk mendukung dugaan tadi. Oleh karena itu maka pengamatan terhadap produk-produk budaya baik yang tangible maupun intangible diperlukan untuk memaparkan fakta adanya kontak tersebut. Selain itu waktu, tempat terjadinya kontak, dan bentuk kontak yang bagaimanakah yang mengakibatkan wujud budaya dan tradisi masyarakat Pakpak sebagaimana adanya saat ini. Untuk itu diperlukan teori-teori yang relevan untuk menjelaskan sejumlah fenomena budaya yang ada.

HUKUM ADAT TANAH SUKU PAKPAK

sunting

Tanah merupakan satu kesatuan dengan kehidupan masyarakat Pakpak atau menunjukkan identitas tentang keberadaan anggota masyarakat tersebut sehingga tanah menentukan hidup matinya masyarakat tersebut. Tanah dikuasai oleh marga sebagai pemilik ulayat tanah tersebut. Adapun bentuk-bentuk tanah sebagai berikut :

a. Tanah tidak diusahai, yaitu “Tanah Karangan Longo-longoon”, “Tanah Kayu Ntua”, “Tanah Talin Tua”, “Tanah Balik Batang” dan Rambah Keddep”.

b. Tanah yang diusahai yaitu “Tahuma Pargadongen”, “Perkenenjenen”, dan “Bungus”.

c. Tanah Perpulungen yaitu embal-embal, Jampalan, dan Jalangen.

d. Tanah Sembahen, yaitu tanah-tanah yang mempunyai sifat magis (keramat) terdiri dari tanah Sembahen Kuta (tidak dapat diperladangi) dan tanah Sembahen Balillon (dapat diperladangi).

e. Tanah Pendebaan yaitu tanah yang diperuntukkan bagai perkuburan.

f. Tanah Persediaan yaitu tanah cadangan dimana tanah ini tetap hak marga, tanah yang dijaga oleh Permangmang (kelompok tertua) dan tidak boleh diganggu.

Menyangkut pergeseran/pengalihan tanah tidak ada dalam hukum adat Pakpak, kecuali tanah Rading Beru (tanah yang diberikan kepada anak perempuan atau menantu sepanjang masih dipakai ) dan bila tidak dapat dipakai lagi harus dikembalikan kepada kula-kulanya atau yang memberikan tanah rading berru.

Bila ada permasalahan mengenai pertanahan, penyelesaiannya diserahkan kepada Sulang Silima.

MOTTO ADAT PAKPAK

sunting

Banyak motto terdapat di Sumatera Utara, dengan motivasi spesifik intrinksik maupun ekstrinksik terhadap budaya masyarakatnya. Tapanuli mempunyai motto “Anakhonhi do hamoraon di ahu”, Simalungun terkenal dengan “Habonaron do bona”, Karo mempunyai motto “Sada gia manukta gellah takuak” dan Melayu Deli mempunyai motto setampuk sirih sejuta pesan.”

Motto adat pakpak adalah “Ulang telpus bulung” (merugikan diri sendiri) muncul pada zaman dahulu saat ilmu pengetahuan dan teknologi belum menjamah kehidupan Pakpak. Bila diartikan secara harfiah yaitu “Daun jangan sampai terkoyak atau bocor”. Daun yang dimaksud adalah daun pisang yang dipakai sebagai alas makanan pengganti pinggan pasu yaitu piring. Dimana pada saat itu pinggan pasu atau piring hanya diperuntukkan bagi pertaki(ulubalang)/raja.

Pada saat makan menggunakan daun pisang sebagai pengganti pinggan (piring) tadi jika satu tangan dengan kelima jari menahan dua lapis daun pisang, diletakkan 5 potong ubi rebus di atasnya maka daun pisang akan koyak, tidak kuat menahan beban. Bayangkan zaman sekarang anda membeli lontong satu bungkus dengan porsi lebih, maka daun pisang pembungkusnya akan koyak dan lontong anda tumpah semua. Oleh karena itu diperlukan kedua tangan untuk menahan ke-5 potong ubi rebus tersebut agar daun pisangnya tidak koyak. Hal ini berarti kita memerlukan tangan orang lain membantu kita mengambil dan meletakkan sesuatu ke atas daun pisang yang kita pegang dengan kedua tangan kita.

Demikian pula pada saat pesta (pesta njahat maupun mende), orang hanya boleh memakan makanan yang jumlahnya, porsinya sesuai (pas) dengan daun pisang yang tersedia. Sebab bila serakah dengan porsi lebih malah akan tumpah dan tidak dapat menikmati apa-apa. Orang narahup, rakus maksudnya akan kennan uhut (sekam padi). Oleh karena itu harus ada keseimbangan antara daya tampung dengan yang ditampung. Keikhlasan orang pemberi makan dan sukacita orang yang diberi makan, jangan ngut-nguten, bersungut-sungut maksudnya. Jadi semacam “take and give”. Boleh juga disebut saya tidak berarti apa-apa apabila orang lain tidak ada, saya tidak dapat hidup sendirian tanpa kehadiran orang lain. Tetapi saya tidak dapat memaksa orang lain memberi lebih kepada saya, karena daya tampung saya sendiri juga terbatas. Orang lain bukanlah dispenser yang bila dipencet akan keluar air panas atau air dingin sesuai dengan keinginan kita.

Motto ini berlaku pula dalam pelaksanaan adat Pakpak. Contoh sederhana apabila seseorang diundang menghadiri acara pesta mengadati pernikahan. Sebutlah posisinya sebagai Puang atau Simemupus dari pengantin pria harus membawa manuk, bellagen mbentar dan kembal selampis berisi beras atau pinahpah dan lemmang maupun nditak tasak (Ayam, tikar putih dan sumpit) selanjutnya persinabul, perkata-kata (MC, Master of ceremony pesta) mewakili pengantin akan memberikan oles atau mandar (Ulos atau Sarung) dan sejumlah uang minimal senilai yang dibawa kula-kula tadi. Demikian pula bila posisi undangan sebagai perberru apabila membawa oles akan menerima balasannya seekor ayam lengkap dengan selampis dan tikar, lemmang, pinahpah atau nditak tergantung nilai oles yang dibawa. Jadi tercipta semacam balancing, keseimbangan antara pihak berru, kula-kula hingga ke sulang silima.

ISTILAH KEKERABATAN PAKPAK

sunting

A. Istilah Kekerabatan ego dengan Saudara Inti dan Keluarga Sekandung (Sinina)

Istilah-istilah kekerabatan yang dikenal yaitu Bapa (Ayah), Inang (Ibu), Kaka/Abang (Kakak lk. Abang), Dedahen/Anggi (Adik laki-laki/adik pr.), Turang (Kakak/Adik pr. ), Mpung/Poli (Kakek), Mpung Daberru (Nenek), Patua (Sdr lk. tertua Ayah), Nantua (Istri Sdr lk. tertua Ayah), Tonga (Sdr lk. tengah Ayah), Nan Tonga (Istri Sdr lk. tengah Ayah), Papun (Sdr lk. termuda Ayah). Nangampun (Istri Sdr lk. termuda Ayah), Inanguda (Sdr pr. Ibu yg lebih muda), Panguda (Suami Sdr pr. Ibu yg lebih muda), Nan Tua (Sdr pr. Ibu yg lebih tua), Patua (Suami Sdr pr. Ibu yg lebih tua).

B.Istilah Kekerabatan ego dengan Kelompok Berrunya

Istilah-istilah kekerabatan yang dikenal yaitu Turang (Sdr Pr), Silih (Suami Sdr Pr), Beberre (Anak Sdr Pr), Berru (Anak Pr. Ego), Kela (Menantu Lk), Namberru (Sdri Ayah), Mamberru (Suami Sdri Ayah), Impal (Anak lk Sdri Ayah), Turang (Anak Pr .Sdri Ayah), Mamberru (Mertua lk. Sdri Ego), Namberru (Mertua Pr. Sdri Ego).

C.Istilah Kekerabatan ego dengan Kelompok Puangnya

Istilah-istilah kekerabatan yang dikenal yaitu Puhun (Sdr Lk Ibu), Nampuhun (Istri Sdr Lk Ibu), Impal (Anak Lk/Pr Sdr Lk. Ibu), Sinisapo (Istri Ego), Silih (Sdr Lk Istri), Bayongku (Istri Sdr Lk Istri Ego), Puhun (Mertua Lk), Nampuhun (Mertua Pr), Kalak Purmaen (Menantu Pr), Purmaen (Anak Sdr Lk Istri Ego).