Penyakit hewan menular strategis

Penyakit hewan menular strategis (disingkat PHMS) adalah istilah dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang merujuk pada sejumlah penyakit hewan yang ditetapkan pemerintah dalam rangka pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan. Definisi PHMS dalam Undang-Undang adalah penyakit hewan yang dapat menimbulkan angka kematian dan/atau angka kesakitan yang tinggi pada hewan, dampak kerugian ekonomi, keresahan masyarakat, dan/atau bersifat zoonotik.[1]

Ayam yang menderita flu burung, salah satu penyakit hewan yang ditetapkan sebagai PHMS

Latar belakang

sunting

Istilah PHMS dijumpai dalam Undang-Undang (UU) Peternakan dan Kesehatan Hewan, yaitu UU Nomor 18 Tahun 2009 dan perubahannya, UU Nomor 41 Tahun 2014. Pembentukan istilah PHMS dapat dilihat dari tiga definisi yang ditemukan dalam tersebut, yaitu:

  • Penyakit hewan adalah gangguan kesehatan pada hewan yang disebabkan oleh cacat genetik, proses degeneratif, gangguan metabolisme, trauma, keracunan, infestasi parasit, prion, dan infeksi mikroorganisme patogen.[2]
  • Penyakit hewan menular adalah penyakit yang ditularkan antara hewan dan hewan, hewan dan manusia, serta hewan dan media pembawa penyakit hewan lain melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan media perantara mekanis seperti air, udara, tanah, pakan, peralatan, dan manusia, atau melalui media perantara biologis seperti virus, bakteri, amuba, atau jamur.[3]
  • Penyakit hewan menular strategis adalah penyakit hewan yang dapat menimbulkan angka kematian dan/atau angka kesakitan yang tinggi pada hewan, dampak kerugian ekonomi, keresahan masyarakat, dan/atau bersifat zoonotik.[1]

Pengaturan mengenai PHMS diuraikan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan (P3H), yang merupakan salah satu produk hukum turunan UU Peternakan dan Kesehatan Hewan. Upaya P3H sendiri dilakukan dalam bentuk (1) Pengamatan dan pengidentifikasian penyakit hewan, (2) pencegahan penyakit hewan, (3) pengamanan penyakit hewan, (4) pemberantasan penyakit hewan, dan (5) pengobatan penyakit hewan. Pengamanan penyakit hewan meliputi beberapa kegiatan, di antaranya penetapan PHMS dan penetapan kawasan pengamanan PHMS.[4]

Penetapan

sunting

Penetapan PHMS adalah salah satu wujud pelaksanaan pengamanan penyakit hewan. Penetapan PHMS dilakukan oleh menteri[5] berdasarkan rekomendasi pejabat otoritas veteriner nasional.[6] Pada tahun 2013, Menteri Pertanian menetapkan 25 jenis PHMS yang terdiri dari 22 penyakit yang sudah ada di Indonesia dan tiga penyakit yang belum ada di Indonesia.[7] Sepuluh tahun kemudian, yaitu pada tahun 2023, Menteri Pertanian memperbarui daftar PHMS dengan menetapkan 18 penyakit yang telah ada di Indonesia dan tiga penyakit yang belum ada di Indonesia.[8]

Keberadaan di Indonesia Penetapan 2013 Penetapan 2023
PHMS yang telah ada di Indonesia Antraks Antraks
Bruselosis (B. abortus) Bruselosis
Bruselosis (B. suis)
Demam babi Afrika
Demam babi klasik Demam babi klasik
Diare ganas sapi
Flu burung patogenisitas tinggi (HPAI) dan flu burung patogenisitas rendah (LPAI) Flu burung
Koronavirus zoonotik
Leptospirosis Leptospirosis
Penyakit Jembrana Penyakit Jembrana
Penyakit kulit berbenjol
Penyakit mulut dan kuku
Penyakit surra Penyakit surra/tripanosomiasis
Rabies Rabies
Rhinotrakeitis sapi infeksius/vulvovaginitis pustular infeksius Rhinotrakeitis sapi infeksius/vulvovaginitis pustular infeksius
Salmonelosis Salmonelosis pada unggas
Septisemia epizotik Septisemia epizotik
Sindrom reproduksi dan respirasi babi Sindrom reproduksi dan respirasi babi
Tuberkulosis pada sapi Tuberkulosis zoonotik
Demam Q
Ensefalitis virus Nipah
Flu babi
Helmintiasis
Kampilobakteriosis
Paratuberkulosis
Sistiserkosis
Toksoplasmosis
PHMS yang belum ada di Indonesia Demam lembah rift Demam lembah rift
Penyakit mulut dan kuku
Penyakit sapi gila Penyakit sapi gila
Penyakit sampar ruminansia kecil

Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan pengamanan terhadap PHMS.[9] Setiap orang yang memelihara dan/atau mengusahakan hewan wajib melakukan pengamanan terhadap PHMS.[10] Adapun pengamanan terhadap jenis penyakit hewan selain PHMS dilakukan oleh masyarakat.[10]

Kegiatan pengamanan dilakukan melalui penerapan prosedur keamanan hayati; pengebalan hewan; pengawasan lalu lintas hewan, produk hewan, dan media pembawa penyakit hewan lainnya di luar wilayah kerja karantina; pelaksanaan kesiagaan darurat veteriner; dan/atau penerapan kewaspadaan dini.[4]

Kawasan pengamanan

sunting

Selain menetapkan jenis-jenis PHMS, pemerintah juga menetapkan kawasan pengamanan PHMS, yaitu kompartemen, zona, unit konservasi, dan tempat terisolasi yang diberlakukan tindakan pengamanan untuk melindungi hewan dan lingkungan hidup dari penyakit hewan.[11]

Kawasan pengamanan PHMS yang ditetapkan pemerintah terdiri dari kawasan tertular PHMS dan kawasan bebas PHMS.[12] Kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan tertular PHMS dan kawasan bebas PHMS harus diawasi oleh otoritas veteriner kabupaten/kota, otoritas veteriner provinsi, dan otoritas veteriner kementerian sesuai dengan kewenangannya.[13]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting

Catatan kaki

sunting

  1. ^ a b Pemerintah Indonesia (2014a), Pasal 1 angka 36.
  2. ^ Pemerintah Indonesia (2014a), Pasal 1 angka 34.
  3. ^ Pemerintah Indonesia (2014a), Pasal 1 angka 35.
  4. ^ a b Pemerintah Indonesia (2009), Pasal 42 ayat (1).
  5. ^ Pemerintah Indonesia (2009), Pasal 43 ayat (1).
  6. ^ Pemerintah Indonesia (2014b), Pasal 30 ayat (1).
  7. ^ Kementerian Pertanian RI (2013).
  8. ^ Kementerian Pertanian RI (2023).
  9. ^ Pemerintah Indonesia (2009), Pasal 43 ayat (2).
  10. ^ a b Pemerintah Indonesia (2009), Pasal 43 ayat (3).
  11. ^ Pemerintah Indonesia (2014b), Penjelasan Pasal 29 ayat (1) huruf b.
  12. ^ Pemerintah Indonesia (2014b), Pasal 31.
  13. ^ Pemerintah Indonesia (2014b), Pasal 32.

Daftar pustaka

sunting

Pranala luar

sunting