Pertempuran Ambon

artikel daftar Wikimedia

Pertempuran Ambon adalah pertempuran yang terjadi di pulau Ambon yang saat itu merupakan koloni Hindia Belanda pada tanggal 30 Januari-3 Februari 1942 selama Perang Dunia II. Invasi Jepang dilawan oleh pasukan KNIL dan Australia. Sebuah pertempuran yang kacau dan berdarah, diikuti aksi-aksi kejahatan perang Jepang.

Battle of Ambon
Bagian dari Perang Dunia II, Perang Pasifik

Lapangan udara Laha, Ambon pada tahun 1945. Teluk Ambon dan Semenanjung Laitimor ada pada latar belakang gambar.
Tanggal30 Januari-3 Februari 1942
LokasiAmbon, Maluku, Indonesia
Hasil Kemenangan Jepang
Pihak terlibat
 Belanda
 Australia
 Amerika Serikat
Kekaisaran Jepang
Tokoh dan pemimpin

BelandaJ. R. L. Kapitz

AustraliaJohn Scott
Kekaisaran Jepang Ibo Takahashi (angkatan laut)
Kekaisaran JepangTakeo Ito (angkatan darat)
Kekuatan
3.900 5.300
Korban

Belanda: tidak diketahui;
Australia: 15 tewas, 35 terluka.
Lebih dari 300 personel Australia dan Belanda dibantai setelah menyerah

Amerika Serikat: tidak diketahui.
55 tewas, 135 terluka

Latar Belakang

sunting

Pada tahun 1941, ketika Sekutu memperhitungkan kemungkinan pecahnya perang dengan Jepang, Ambon merupakan lokasi yang dianggap strategis,[1] karena potensial menjadi pangkalan udara utama. Pemerintah dan petinggi-petinggi militer Australia melihat bahwa Ambon bisa digunakan sebagai basis penyerbuan ke Australia Utara dan mereka pun memutuskan untuk memperkuat pasukan KNIL yang mempertahankan pulau tersebut. Pada 14 Desember 1941, sebuah konvoi kapal laut yang terdiri dari kapal pengawal HMAS Adelaide dan HMAS Ballarat dengan kapal Belanda Both, Valentijn, dan Patras mengangkut 1.000 1,090 tentara "Gull Force" meninggalkan Darwin dan tiba di Ambon pada 17 Desember. HMAS Swan mengawal Bantam tiba dengan penambahan pasukan pada 12 Januari 1942.[2]

Geografi

sunting

Ambon terletak di Kepulauan Maluku, di selatan pulau Seram yang jauh lebih besar. Ambon memiliki bentuk yang bisa digambarkan sebagai "angka 8" atau "jam pasir", dan terdiri dari 2 semenanjung yang terpisah oleh tanah genting (isthmus) yang sempit, dengan teluk sempit yang memanjang di kedua sisi tanah genting tersebut. Lapangan terbang kunci ada di Laha, di barat Semenanjung Hitu — di bagian utara pulau dan menghadap ke Teluk Ambon. Kota Ambon sendiri berada di sisi seberang teluk di bagian selatan pulau, Semenanjung Laitimor.

Pasukan

sunting

Sekutu

sunting

Ketika Perang Pasifik pecah pada 8 Desember 1941, Ambon dijaga oleh 2800 tentara infantri Molukken Brigade dari KNIL, dipimpin oleh Overstee Joseph Kapitz dan terdiri dari tentara kolonial Hindia Belanda, dipimpin perwira Eropa. Garnisun ini berperlengkapan minim dan kurang terlatih, sebagian karena negara induknya, Belanda sudah kalah dan diduduki oleh Nazi Jerman. Unit-unit pasukan KNIL tidak perlengkapi dengan radio dan bergantung kepada jaringan telepon dan komunikasi tertulis. Mereka termasuk 300 pasukan cadangan yang kurang terlatih.

Angkatan Darat Australia menempatkan 1100 tentara Gull Force, dipimpin oleh Lt. Col. Leonard Roach, yang tiba pada 17 Desember 1941. Pasukan ini terdiri dari Batalion ke-2/21 dari Divisi 8 Royal Australian Army, dengan dukungan artileri dan unit-unit pendukung lainnya. Kapitz ditunjuk sebagai komandan Sekutu di Ambon. Roach sudah mengunjungi pulau ini sebelum pasukannya tiba dan meminta tambahan artileri dan senapan mesin dari Australia.

Pada 6 Januari 1942, setelah koloni-koloni Belanda dan Inggris di utara jatuh ke tangan Jepang, Ambon menjadi sasaran penyerangan pesawat-pesawat tempur Jepang. Roach mengeluh tentang lambatnya respons atas saran-sarannya, dan justru malah ia digantikan oleh Lt. Col. John Scott pada 14 Januari 1942.

Markas besar Kapitz terletak di pangkalan angkatan laut Halong, di antara Paso dan kota Ambon. Di situ terdapat 4 mobil lapis baja, 1 detasemen senapan anti pesawat udara dan 4 meriam anti pesawat (AA gun) 40mm. Percaya bahwa daratan di pantai selatan Laitimor terlalu tidak bersahabat untuk pendaratan pasukan dan bahwa serangan apapun akan datang dari timur, di sekitar Teluk Baguala, pasukan KNIL terkonsentrasi di Paso, dekat tanah genting, di bawah komando Mayoor H.L. Tieland. Ada beberapa detasemen kecil KNIL di lokasi-lokasi yang potensial untuk pendaratan di utara Hitu.

2 kompi dari Batalyon 2/21 dan 300 tentara KNIL berada di lapangan terbang Laha, di bawah komando [[Major]Mayor]] Mark Newbury. Mereka diperkuat dengan artileri KNIL: 4 artileri medan 75mm, 4 senapan anti tank 37mm, 4 AA gun 75mm, 4 AA gun 40mm, 1 peleton senapan anti pesawat dan 1 baterai artileri.

Akan tetapi, Lt Col. Scott, Markas Gull Force dan sebagian besar tentara Australia terkonsentrasi di bagian barat Semenanjung Laitimor Peninsula, untuk menangkal serangan dari Teluk Ambon. Kompi "A" dari Batalyon 2/21 dan 1 kompi KNIL ditempatkan di Eri, di bagian barat daya teluk. Peleton perintis dari Batalyon 2/21 berposisi di plateau di sekitar Gunung Nona (titik tertinggi di Laitimor), dengan 1 detasemen AA gun KNIL. Detasemen-detasemen Australia yang lebih kecil ditempatkan di: Latuhalat, dekat ujung barat daya Laitimor dan di Tanjung Batuanjut, di utara Eri. Markas Gull Force dan pasukan cadangan strategis, Kompi "D", ditempatkan di jalur dari plateau Nona ke pantai Amahusu, antara Eri dan kota Ambon.

Sekutu memiliki beberapa pesawat. Dinas Udara KNIL (ML-KNIL) menempatkan skuadron 2-Vl. G.IV (2 Vlieg Group IV) dari Jawa ke Laha. Dari 4 pesawat Brewster Buffalo yang dikirimkan, 2 jatuh dalam perjalanan ke Ambon. Angkatan Udara Australia (RAAF) mengirimkan 2 skuadron, terdiri dari 12 pesawat pembom ringan Lockheed Hudson Mk2, dari Skuadron RAAF No. 13 dan No. 2, di bawah Wing Commander Ernest Scott (bukan kerabat Lt.Col. John Scott). Satu skuadron berbasis di Laha, dan yang lain dikirim ke Namlea di Pulau Buru.

Skuadron patroli U.S. Navy Wing 10, dengan pesawat amfibi PBY Catalina, berbasis di pangkalan laut Halong sejak 23 Desember 1941. Markas Wing pindah ke Jawa pada 9 Januari 1942, namun pesawat patroli Amerika tetap melanjutkan patroli dari Halong hingga serangan udara 15 Januari 1942, dan kemudian meninggalkan pangkalan tersebut karena terlalu terbuka. Seluruh ke-5 pesawat PBY USN hancur di sana karena serangan udara.

Dinas Udara KNIL (Militaire Luchtvaartdienst, ML-KNIL) menerbangkan patroli dari Ambon/Halong; GVT 17 dengan pesawat amfibi Catalina yang tetap berlangsung sampai 14 Januari 1942, saat mereka ditarik ke Jawa.

Pesawat-pesawat U.S. Navy dan RAAF melakukan beberapa penerbangan evakuasi yang sangat berbahaya ke Ambon/Laha pada hari-hari terakhir bulan Januari 1942.

Kapal ranjau Hr.Ms. Gouden Leeuw dari Angkatan Laut Kerajaan Belanda (Koninlijke Marine), meninggalkan Ambon di awal Januari 1942, setelah menebar ranjau laut di sekitar Pulau Ambon. Pada pertengahan Januari HMAS Heron merupakan satu-satunya kapal perang Sekutu di Ambon.

Jepang

sunting

Gugus Tugas Angkatan Laut Kekaisaran Jepang (Imperial Japanese Navy; IJN) untuk invasi ke Ambon, dipimpin oleh Laksamana Muda Ibō Takahashi,[3] termasuk kapal induk Hiryū dan Sōryū, kapal penjelajah berat Nachi dan Haguro, kapal penjelajah ringan Jintsu, 15 kapal perusak, 2 seaplane tender, 4 kapal penyapu ranjau, 4 kapal anti kapal selam dan 2 kapal patroli.

Pasukan darat Jepang terdiri dari 5300 prajurit: Detasemen Itō Angkatan Darat Kekaisaran Jepang (Imperial Japanese Army; IJA), di bawah Mayor Jenderal Takeo Ito,[4] terdiri dari Markas Besar Divisi ke-38 dan Resimen Infantri ke-228, bersama marinir dari Special Kure Landing Force ke-1" (bagian dari China Area Fleet), dan 2 peleton Sasebo SNLF di bawah Laksamana Muda Koichiro Hatakeyama.

Pertempuran

sunting

30 Januari

sunting

Sejak 6 Januari, Ambon diserang pesawat-pesawat Jepang. Pesawat-pesawat Sekutu melakukan beberapa sortie terhadap armada Jepang yang akan datang, meski hasilnya kurang menggembirakan. Pada 13 Januari, 2 pesawat Buffalo, dipiloti oleh Lettu Broers dan Sersan Blans, menyergap 10 pesawat tempur Mitsubishi A6M Zero.[5] Pesawat Broers tertembak dan terbakar, namun ia tetap melanjutkan serangan hingga pesawatnya tidak terkontrol lagi, dan ia pun melompat keluar dengan parasutnya dan jatuh di laut. Blans juga tertembak jatuh dan sempat melompat keluar dengan parasutnya, dan mendarat di hutan pulau Ambon. Keduanya selamat, namun Broers menderita luka bakar yang parah sementara Blans luka ringan.

Pangkalan penerbangan angkatan laut di Halong tidak bisa dipergunakan lagi karena rusak akibat serangan udara Jepang, dan ditinggalkan pada pertengahan Januari 1942.[6]

Pada 30 Januari, sekitar 1000 marinir dan angkatan darat Jepang mendarat di Hitu-lama di pantai utara. Elemen lain dari Resimen ke=228 mendarat di pantai selatan Semenanjung Laitimor. Meskipun secara jumlah pasukan darat Jepang tidak terlalu banyak dibandingkan dengan pasukan Sekutu, namun Jepang memiliki keunggulan dalam dukungan udara, artileri laut dan medan, dan tank. Sisa-sisa skuadron Sekutu mundur pada hari itu juga, meskipun staf darat RAAF tetap tinggal. Pada hari yang sama dengan pendaratan Jepang, detasemen KNIL di dekat mereka sudah menyerah dan/atau mundur ke Paso. Perusakan jembatan di Hitu tidak dikerjakan sesuai perintah, semakin mempercepat gerak maju Jepang.

Ada gelombang pendaratan ke-2 di Hutumori di tenggara Laitimor, dan di Batugong, dekat Paso. Sebuah peleton infantri Australia ditugaskan untuk memperkuat satuan perintis di plateau Nona. Pertahanan di Paso dirancang untuk menangkal serangan dari utara dan barat dan sekarang dari selatan. 1 peleton KNIL yang dikirim dari Paso untuk menahan serangan di Batugong, membuat ada celah dalam garis pertahanan Belanda. Jepang memanfaatkan peluang ini, dan dibantu oleh kegagalan sambungan telepon KNIL.

31 Januari

sunting

Batugong jatuh pada 31 Januari dini hari, memungkinkan Jepang untuk mengepung lambung timur posisi pasukan Sekutu di Paso. Sementara itu, Kapitz memerintahkan kompi Ambon KNIL di Eri untuk mengambil posisi di Kudamati, yang tampaknya lebih rentan diserang.

Pada tengah hari, Kapitz memindahkan markasnya dari Halong ke Lateri, lebih dekat ke Paso. Komunikasi telepon antara Kapitz dan anak buahnya, termasuk Lt.Col. Scott, terputus ketika Jepang memotong kabel telepon. Pasukan Jepang yang sudah mendarat di Hitu-Lama kemudian menyerang pertahanan Paso dari timur laut. Kemudian dalam penuturan sejarahwan resmi Australia:

Pada jam 18.00 sebuah sepeda motor dengan sespan terlihat di jalan ke barat posisi Paso mengibarkan bendera putih dan bergerak menuju posisi pasukan Jepang. Tembakan dari batas pertahanan Paso terhenti atas perintah komandan kompi KNIL, dan prajurit diijinkan untuk beristirahat dan makan."[7]

Tidak jelas siapa yang memerintahkan untuk menyerah. Tidak ada respons cepat dari pihak Jepang, dan - dalam rapat dengan para komandan kompi - Kapitz dan Tieland memerintahkan pasukan KNIL untuk tetap bertempur. Akan tetapi, ketika Tieland dan komandan-komandan kompi kembali ke posisi mereka, mereka menjumpai anak buah mereka sudah ditawan musuh, dan mereka dipaksa untuk menyerah.

Serangan darat pertama ke Laha berlangsung pada 31 Januari sore hari. Peleton Australia yang berada di timur laut lapangan terbang diserang oleh pasukan Jepang yang lebih kuat, yang bisa mereka halau.

Pasukan Jepang juga mendekati pusat kota Ambon dari arah barat daya. Sekitar pukul 16.00, pasukan Jepang sudah menguasai pusat kota, termasuk menawan unit pertolongan medis Australia.

1 Februari

sunting

Beberapa serangan Jepang dilancarkan secara simultan pada tanggal 1 Februari

  • Kapitz dan staf markasnya ditawan di dini hari. Kapitz memerintahkan menyerah kepada pasukan yang tersisa di kawasan Paso dan mengirim pesan tertulis untuk Lt.Col. Scott memerintahkannya untuk melakukan hal yang sama. (Pesan ini tidak sampai ke Scott hingga 2 hari kemudian.)
  • Unit transportasi Australia dan posisi pertahanan KNIL di Kudamati diserang oleh pasukan infantri.
  • Meriam gunung di atas bukit menembaki baterai artileri KNIL di pantai Benteng, yang terpaksa mundur, menambah tekanan terhadap Kudamati.
  • Pasukan infantri Jepang menyerang lambung timur posisi pasukan Australia di Amahusu.
  • Di Plateau Nona, sebuah pijakan dibuat terlepas dari posisi pasukan Australia yang terjepit.
  • Pesawat dan artileri kapal Jepang menembaki posisi Australia dan KNIL di Eri.

Posisi pasukan Australia juga menerima sejumlah besar personil pasukan KNIL yang mundur dari Paso. Pada pukul 22:30, Scott memerintahkan mundur pasukan Sekutu di Amahusu dan di barat daya, ke Eri. Posisi di Kudamati secara efektif sudah terkepung.

2 Februari

sunting

Pada tanggal 2 Februari (beberapa sumber menyebut 1 Februari), Kapal penyapu ranjau Jepang W-9 menabrak ranjau laut yang digelar oleh kapal ranjau Belanda Gouden Leeuw di Teluk Ambon dan tenggelam. Dua kapal penyapu ranjau Jepang lainnya juga rusak akibat ranjau laut.

Selepas matahari terbit, pasukan utama Australia di plateau Nona, dipimpin oleh Letnan Bill Jinkins, dalam ancaman bahaya terkepung. Jinkins memerintahkan mundur ke Amahusu, dimana ia baru sadar bahwa Belanda sudah menyerah. Tidak tahu dimana keberadaan pasukan atasannya, Lt.Col Scott, Jinkins memutuskan menemui perwira senior Jepang dengan mengibarkan bendera putih di pusat kota Ambon.[8] Mereka mengijinkannya berbicara dengan Kapitz, yang menulis pesan lainnya yang menghimbau agar komandan pasukan Australia untuk menyerah. Jinkins pergi mencari Lt.Col. Scott.

Sementara itu, pasukan Jepang yang menyerang Laha sudah diperkuat dan serangan yang terkonsentrasi terhadap Sekutu pun dimulai, termasuk artileri kapal laut, pesawat pembom tukik, pesawat pemburu dan serangan menyelidik oleh infantri. Serangan malam Jepang di ilalang tinggi di dekat pantai, di antara 2 posisi pasukan Sekutu, dipukul mundur oleh peleton Australia. Namun, sebuah serangan masif Jepang dilakukan pada saat fajar. Pada pukul 10:00, hanya sekitar 150 prajurit Australian dan beberapa personil KNIL yang masih bertahan dan mampu bertempur di Laha, dan Newbury memerintahkan mereka untuk menyerah.

3 Februari

sunting

Di pagi hari tanggal 3 Februari, pasukan Australia di sektar Eri berjuang untuk mengatasi serangan udara dan laut yang meningkat, prajurit Australia yang luka-luka, arus pengungsi personil Belanda, menipisnya persediaan dan kelelahan. Bendera Jepang terlihat sudah berkibar di tepi seberang teluk, di Laha. Saat Jinkins berhasil menemui Lt Col. Scott, Scott sudah memutuskan untuk menemui perwira Jepang dan menyerah. Posisi pasukan Sekutu di Kudamati menyerah secara terpisah saat tengah hari.

Pembantaian Laha

sunting
 
Ambon War Cemetary saat ini menampung makam-makam 1956 prajurit, kebanyakan Australia, Belanda dan Inggris.[9]

Jumlah korban jiwa di pihak Sekutu dalam pertemuran relatif kecil. Akan tetapi, malam setelah penyerahan pasukan Sekutu, prajurit IJN memilih lebih dari 300 orang tawanan perang Australia dan Belanda secara acak dan dieksekusi di atau dekat lapangan terbang Laha.[10] Sebagian, ini merupakan balas dendam atas tenggelamnya kapal penyapu ranjau Jepang, lantaran beberapa awak kapal penyapu ranjau tersebut tampak terlibat saat eksekusi.[10] Mereka yang dibunuh termasuk Wing Commander Edward Scott dan Major Newbury. Menurut sejarahwan utama Australian War Memorial, Dr Peter Stanley, setelah tiga setengah tahun, POW yang selamat:

...mengalami siksaan dan angka kematian hanya berada di bawah Pembantaian Sandakan (Sandakan Death Marches), pertama di Ambon dan kemudian ada pula yang dikirim ke pulau Hainan [China] di akhir 1942. Tiga perempat tawanan perang Australia di Ambon tewas sebelum perang berakhir. Dari 582 yang ditawan hidup-hidup di Ambon, 405 tewas. Mereka tewas karena bekerja berlebihan, kekurangan gizi, penyakit dan penyiksaan secara terus menerus oleh prajurit-prajurit Jepang.[11]

Pada tahun 1946, insiden yang mengikuti jatuhnya Ambon menjadi subyek dari salah satu pengadilan kejahatan perang terbesar dalam sejarah: 93 prajurit Jepang diadili oleh pengadilan militer Australia di Ambon. Laksamana Muda Hatakeyama yang didapati memerintahkan pembantaian massacres, bagaimanapun telah meninggal sebelum ia bisa diseret ke pengadilan.[12] Komodor Kunito Hatakeyama, yang memberikan perintah langsung pembantaian tersebut, dijatuhi hukuman gantung. Letnan Kenichi Nakagawa dihukum 20 tahun penjara. Tiga perwira Jepang lainnya dieksekusi untuk perlakuan yang tidak manusiawi atas POW dan/atau warga sipil dalam kesempatan yang berbeda, antara 1942–45. (Proses-proses pengadilan ini merupakandasar pembuatan film fitur Australia berjudul Blood Oath (1990), dirilis tahun 1990.)

Jenderal Itō dihukum mati pada tahun yang sama untuk kejahatan perang yang ia lakukan di bagian lain dari Perang DUnia II Teater Pasifik.

Peristiwa-peristiwa lainnya

sunting

Sekitar 30 tentara Australia, termasuk Jinkins, berhasil melarikan diri dari Ambon, hanya beberapa minggu setelah penyerahan, sering kali dengan mendayung perahu ke Seram.

Hasil lainnya dari pendudukan Ambon adalah realisasi ketakutan Australia akan serangan udara, ketika pesawat-pesawat Jepang yang berpangkalan di Ambon ambil bagian dalam penyerangan udara ke Darwin, Australia pada 19 Februari 1942.[13]

Pranala luar

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "Ambon". Encyclopaedia Britannica Online. Britannica. 2008. Diakses tanggal 2008-10-09. 
  2. ^ Gill 1957, hlm. 496, 551.
  3. ^ Klemen, L (1999–2000). "Vice-Admiral Ibo Takahashi". Dutch East Indies Campaign website. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-07-26. Diakses tanggal 2011-05-29. 
  4. ^ Klemen, L (1999–2000). "Major-General Takeo Ito". Dutch East Indies Campaign website. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-09-26. Diakses tanggal 2011-05-29. 
  5. ^ Paul Andriessen, 2006, "Brewster 339/439 in the East Indies" (synopsis of Hugo Hooftman, c. 1966, Van Glenn Martins en Mustangs, Alle vliegtuigen die hebben gevlogen bij het KNIL, de Indische militaire luchtvaart, Dutch Maritime Archives). Access date: October 30, 2007.
  6. ^ Wigmore, p. 426.
  7. ^ Wigmore, p. 428.
  8. ^ Wigmore, p.434. Pertemuan Jinkins dengan perwira Jepang merupakan salah satu episode yang paling tidak biasa di sebuah perang yang tidak biasa. Menurut sejarahwan resmi Lionel Wigmore:
    Mengendarai sebuah sepeda, Jinkins berkendara menuju barikade jalan Jepang, dan bertanya kepada ... seseorang yang berwenang. Seorang perwira yang bisa berbahasa Inggris datang dan mengawal Jinkins ke barak Benteng, dimana ia dibawa menghadap Mayor Harikawa. Sang mayor membawa Jinkins untuk melihat seorang tawanan perwira Australia, yang diberi makan dan perawatan medis yang layak; kemudian menuju ke Kantor Resident, dimana Jenderal Ito dari Divisi ke-38 bermarkas. Kemudian Jinkins dibawa untuk menemui Kapitz, yang menitipkan surat perintah ke-2 untuk Scott. Sebuah usaha dilakukan perwira Jepang untuk mendapatkan informasi dari Jinkins, yang menghitung samai sepuluh sebelum ia menjawab pertanyaan-pertanyaan, dan kemudian memberikan jawaban yang kabur. Sambil menghunus samurainya, perwira Jepang bertanya "Kenapa kau menjawab pelan sekali?", dan dijawab "Karena engkau tidak berbicara dalam bahasa Inggris yang baik". Si perwira Jepang merasa terhinda, ia menyarungkan samurainya dan bergegas pergi. Kemudian Harikawa mengantar Jinkins ke garis pertahanan Sekutu di Amahusu, mengatakan kepadanya bahwa tidak ada tentara Jepang yang melampaui titik ini, dan memberinya sebuah sepeda motor rampasan kepada Jinkins untuk pergi. Menjabat tangannya, ia berkata: "Jika kamu tidak kembali, saya harap kita akan bertemu di medan perang."
  9. ^ http://www.cwgc.org/find-a-cemetery/cemetery/2015000/AMBON%20WAR%20CEMETERY
  10. ^ a b L, Klemen (1999–2000). "The Carnage at Laha, February 1942". Forgotten Campaign: The Dutch East Indies Campaign 1941–1942. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-08-06. Diakses tanggal 2016-01-30. 
  11. ^ Peter Stanley, 2002, "Remembering 1942: The defence of the 'Malay barrier': Rabaul and Ambon, January 1942" Diarsipkan 2008-10-11 di Wayback Machine.. Access date: October 21, 2007.
  12. ^ Department of Veterans' Affairs (Australia), 2006, "Fall of Ambon: Massacred at Laha" Diarsipkan 2012-02-27 di Wayback Machine.. Access date: October 21, 2007.
  13. ^ https://en.wiki-indonesia.club/wiki/Air raids on Darwin, February 19, 1942