Piperakuin
Artikel ini memberikan informasi dasar tentang topik kesehatan. |
Piperakuin adalah obat antiparasit yang digunakan bersama dihidroartemisinin untuk menangani malaria. Piperakuin dikembangkan dalam Program Eliminasi Malaria Nasional Tiongkok pada era 1960-an dan diangkat di seluruh Tiongkok sebagai pengganti klorokuin, obat antimalaria yang memiliki struktur serupa. Karena resistensi parasit terhadap piperakuin yang tersebar luas, piperakuin tidak digunakan sebagai terapi tunggal. Piperakuin digunakan dalam dalam terapi kombinasi artemisinin. Piperakuin membunuh parasit dengan mengganggu detoksifikasi heme inang.
Data klinis | |
---|---|
Kat. kehamilan | ? |
Status hukum | ? |
Pengenal | |
Kode ATC | ? |
Data kimia | |
Rumus | ? |
Penggunaan medis
suntingPiperakuin dikombinasikan dengan dihidroartemisinin untuk penanganan malaria.[1] Kombinasi ini adalah salah satu terapi kombinasi artemisinin yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia sebagai pengobatan malaria tanpa komplikasi.[1] Kombinasi ini juga direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia untuk menangani malaria parah setelah pemberian artesunat.[1]
Piperakuin terdaftar penggunaannya di beberapa negara bersama arterolan.[1] Namun, kombinasi ini tidak disarankan oleh Organisasi Kesehatan Dunia karena data yang kurang.[1]
Kontraindikasi
suntingSeperti klorokuin, piperakuin dapat memperpanjang interval QT. Walaupun uji klinis acak besar tidak menemukan bukti kardiotoksisitas, Organisasi Kesehatan Dunia menganjurkan tidak digunakannya piperakuin oleh pasien dengan pemanjangan QT turunan atau mereka yang mengonsumsi obat yang memperpanjang interval QT.[1]
Farmakologi
suntingMekanisme aksi
suntingSeperti klorokuin, piperakuin diperkirakan bekerja dengan berakumulasi di vakuola pencernaan parasit dan mengganggu detoksifikasi heme menjadi hemozoin.[2]
Resistensi
suntingParasit yang selamat dari pengobatan dengan piperakuin mengalami peningkatan sejak 2010, khususnya di Asia Tenggara. Pusat resistensi piperakuin ternyata adalah Kamboja barat di mana pada 2014 lebih dari 40% penanganan dengan dihidroartemisinin-piperakuin gagal mengeliminasi parasit dari darah pasien.[3] Penggolongan parasit resisten piperakuin sulit secara teknis karena parasit yang selamat dari penanganan dengan piperakuin tetap peka terhadap piperakuin in vitro; yaitu piperakuine memilikiIC50 yang sama untuk parasit yang peka maupun parasit yang resisten.[3]
Mekanisme bagaimana parasit menjadi resisten terhadap piperakuin masih belum jelas. Amplifikasi protease plasmepsin 2 and plasmepsin 3 parasit, dua enzim dalam degradasi hemoglobin inang, dihubungkan dengan resistensi terhadap piperakuin.[4] Sama halnya, mutasi pada gena yang berkaitan dengan resistensi klorokuin, PfCRT, dihubungkan dengan resistensi piperakuin; tetapi, parasit yang resisten terhadap klorokuin tetap peka terhadap piperakuin.[4][3] Sebaliknya, amplifikasi gena transporter parasite PfMDR1, mekanisme resistensi parasit terhadap meflokuin, berkorelasi terbalik dengan resistensi piperakuin.[3]
Farmakokinetika
suntingPiperakuin adalah obat lipofilik dan karenanya cepat terabsorbsi dan terdistribusi ke sebagian besar tubuh.[2] Obat mencapai konsentrasi maksimal mendekati 2 jam setelah pemberian.[2]
Kimia
suntingPiperakuin tersedia sebagai basa dan garam tatrafosfat yang larut dalam air.[5]
Sejarah
suntingPiperakuin ditemukan pada era 1960-an oleh dua kelompok terpisah yang bekerja sendiri: Shanghai Pharmaceutical Industry Research Institute di Tiongkok dan Rhone Poulenc di Prancis.[5] Pada 1970-an dan 1980-an piperakuin menjadi obat antimalaria utama Program Kontrol Malaria Nasional Tiongkok karena meningkatnya resistensi parasit terhadap klorokuin.[2] Pada akhir 1980-an, penggunaan piperakuin sebagai terapi tunggal antimalaria berhenti karena peningkatan resistensi parasit terhadap piperakuin.[5] Dimulai pada 1990-an, piperakuin diuji dan diangkat sebagai komponen dalam terapi kombinasi artemisinin.[5]
Referensi
sunting- ^ a b c d e f Guidelines for the Treatment of Malaria (PDF) (edisi ke-3). WHO. 2015. hlm. 33-34. Diakses tanggal 22 May 2018.
- ^ a b c d "Artemisinin-based combination therapies: a vital tool in efforts to eliminate malaria". Nature Reviews Microbiology. 7: 864–874. 2009. doi:10.1038/nrmicro2239. PMC 2901398 .
- ^ a b c d "Plasmodium falciparum resistance to artemisinin derivatives and piperaquine: a major challenge for malaria elimination in Cambodia". The American Journal of Tropical Medicine and Hygiene. 95 (6): 1228–1238. 2016. doi:10.4269/ajtmh.16-0234. PMC 5154433 .
- ^ a b "Drug resistance in Plasmodium". Nature Reviews Microbiology. 16: 156–170. 2018. doi:10.1038/nrmicro.2017.161.
- ^ a b c d "Piperaquine: a resurgent antimalarial drug". Drugs. 65 (1): 75–87. 2005. doi:10.2165/00003495-200565010-00004. PMID 15610051.